Makalah

Blog ini berisi berbagai macam makalah kuliah.

Perangkat Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Modul Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Skripsi

Masih dalam pengembangan.

Lain-lain

Masih dalam pengembangan.

Kamis, 04 April 2013

Wali Songo

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dengan cepat. Dalam waktu ± 23 tahun, islam sudah tersebar ke seluruh jazirah arabia berkat dakwah nabi Muhammad SAW. Cepatnya penyebaran islam itu tidak berarti bahwa dakwah yang dilakukkan nabi berjalan mulus begitu saja. Banyak halangan dan rintangan berat yang dihadapi beliau dari kaum kafir Quraisy.
Semenjak Rasulullah meninggal, banyak sahabat beliau yang melanjutkan dakwah dan menyebarkan agama islamke seluruh penjuru dunia.
Begitupun di Indonesia, agama Islam masuk melalui perdagangan oleh pedagang asal India. Sejak saat itulah bermunculan para ulama besaryang menyebarkan Islam ke seluruh nusantara. Salah satunya adalah Wali songo.
Para ulama, juru dakwah, atau mubaligh yang pantas dijadikan contoh amar ma’ruf-nahi munkar di tanah Jawa adalah Wali Songo. Mereka adalah orang yang berhasil menyebarluaskan Islam baik di lingkungan pesantren, penguasa kerajaan, maupun orang biasa.
Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana peran Wali Songo dalam peradaban Islam di Indonesia perlu diadakan pembahasan mengenai hal itu.

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dengan jelas peranan Wali Songo dalam peradaban Islam di Indonesia.
2. Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

Peranan Wali Songo dalam Peradaban Islam di Indonesia.
Ada sembilan ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Mereka dikenal dengan sebutan “Wali Songo”
Wali Songo mengambangkan agama Islam menjelang dan setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, atau sekitar abad ke-14 sampai abad ke-16. Dalam Babad Tanah Jawi dikatakan bahwa dalam berdakwah, para Wali ini dianggap sebagai kepala kelompok mubaligh untuk daerah penyiaran tertentu.
Selain dikenal sebagai ulama, mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan politik pemerintahan. Karena itu, mereka diberi gelar “Sunan” (Susuhunan; junjungan) gelar yang biasa digunakan untuk para raja di Jawa.

1. Wali Songo dan Dakwah Islam
Dalam menyiarkan Islam, Wali Songo tidak hanya akrab dengan masyarakat umum, tetapi juga dengan penguasa kerajaan. Ketika menyiarkan Islam, mereka menggunakan berbagai bentuk kesenian tradisional masyarakat setempat. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam kesenian tersebut. Karena itu, upaya mereka terasa tidak asing dan sangat komunikatif bagi masyarakat setempat. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya kandungan budaya Islam.
Syiekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau juga dikenal dengan sebutan syiekh Magribi, karena ia diduga berasal dari wilayah Magribi (afrika Utara). Namun, hingga saat ini tidak diketahui secara pasti sejarah tentang tempat dan tahun kelahirannya. Ia diperkirakan lahir sekitar pertengahan abad ke-14. Ia berasal dari keluarga muslim yang taat, dan belajar agama sejak kecil. Meskipun demikian, tidak diketahui siapa gurunya hingga ia kemudian mejadi seorang ulama.
Sunan Gresik merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia berdakwah secara intensif dan bijaksana. Sunan Gresik bukanlah orang Jawa, tetapi ia mampu beradaftasi dengan masyarakat setempat. Upayanya untuk menghilangkan sisitem kasta pada masyarakat pada masa itu merupakan dakwahnya. Namun sumber lain mengatakan bahwa jauh sebelum Sunan Gresik datang ke Pulau Jawa, sudah ada masyarakat Islam di daerah Jepara dan Leran.
Cita-cita dan perjuangannya menyebarkan Islam di Jawa dilanjutkan oleh anaknya, Sunan Ampel.

Sunan Ampel
Ia memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampal Denta (dekat Surabaya). Oleh karena itu, ia dikenal sebagai pemimbina pondok pesantren pertama di jawa Timur.
Suna Ampel merupakan putera dari Sunan Gresik yang meneruskan perjuangan Sunan Gresik menyiarkan Islam di tanah Jawa. Ia dikenal dengan Wali yang tidak setuju terhadap adat-istiadat masyarakat Jawa pada masa itu. Misalnya, kebiasaan mengadakan sesaji dan selamatan. Namun para wali lain berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan dengan segera. Mereka mengusulkan agar adat-istiadat semacam itu lebih baik diberi warna islami. Akhirnya, Sunan Ampel setuju walaupun ia tetap khawatir kalau hal itu akan berkembang menjadi Bid’ah.
Ajaran Sunan Ampel yang terkenal adalah “Falsafah Moh Limo” atau “tidak Mau Melakukan Lima Hal”.
1. Moh Main atau Tidak mau berjudi.
2. Moh Ngombe atau Tidak minum-minuman keras (mabuk-mabukan)
3. Moh Maling atau Tidak mencuri.
4. Moh Madat atau tidak mau menghisap candu, ganja, dan lain-lain.
5. Moh Madon atau Tidak berzina.

Sunan Giri
Nama aslinya adalah Raden Paku. Ia merupakan putra dari Maulan Ishak. Ia sempat diadopsi oleh Nyai Ageng Pinatih ketika masih bayi dan sempat diberi nama joko Samudro; karena Raden Paku ditemukan di tengah Selat Bali.
Sunan Giri sempat mondok di Pesantren Ampel Denta milik Sunan Ampel sebelum memperdalam ilmu di Pasai, tempat Maulana Ishak menyiarkan Islam.
Sekembalinya ke tanah Jawa, Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Ia juga banyak mengirim juru dakwah ke Bawean, bahkan juga ke Lombok, Ternate dan Tidore di Maluku.

Sunan Bonang
Cara penyebarannya ialah menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang menggemari Wayang dan Musik Gamelan. Untuk itu, menciptakan gendang-gending yang memiliki corak keislaman.
Sunan Bonang yang bernama asli Syiekh Maulana Makdum Ibrahim ini pernah belajar agama di Pesantren Ampel Denta dan di Pasai bersam Sunan Giri. Sekembalinya dari Pasai, ia memutuskan untuk memusatkan kegiatan dakwahnya di Tuban dengan mendirikan Pesantren. Ia wafat di Tuban pada tahun 1525.

Sunan Kalijaga
Ia dikenal sebagai budayawan dan seniman. Nama aslinya adalah Raden Said putra Adipati Tuban yaitu Temenggung Wilatikto. Ia menciptakan anaka cerita wayang yang bernafaskan islami. Ia juga menciptakan wayang kulit dan wayang beber. Dan ia juga pencipta dari lagu daerah Jawa yang berjudul Lir-Ilir.
Sebelum mempelajari agama islam lebih dalam, ia adalah seorang perampok. Namun yang ia rampok bukanlah rakyat jelata, melainkan para penarik pajak yang meminta pajak dengan kekerasan dan sangat mencekik kehidupan masyarakat setempat. Ia pun sempat diusir dari Tuban, dan pergi ke hutan Jatiwangi. Di sana ia dikenal dengan sebutan Brandal Lokajaya.
Ia mendapat gelar sunan Kalijaga karena ia sempat disuruh menjaga sungai (bertapa) selama tiga tahun. Ia adalah murid dari Sunan Bonang. Ia juga menciptakan berbagai macam alat musik seperti Gamelan dan Bedug untuk media dakwahnya.

Sunan Kudus
Ia adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung dari Jipang Panolan. Untuk melancarkan penyebaran islam, Sunan Kudus membangun sebuah masjid di daerah Loran pada tahun 1549 M. Masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar. Wilayah di sekitarnya disebut Kudus, merupakan nama yang diambil dari dari nama Kota al-Quds (Yarusalem) di Palestina, yang pernah ia kunjungi. Masjid itu kemudian dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus karena di sampingnya terdapat menara tempat duduk masjid.
Sunan Kudus atau Ja’far sadiq digelari wali al-‘ilmi (orang berilmu luas) oleh para wali songo karena memiliki keahlian khusus dalam bidang agama. Karena keahlian nya itu, ia banyak didatangi para penuntut ilmu dari berbagai wilayah. Ia juga dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus. Karenanya, ia menjadi pemimpin agama sekaligus menjadi pemimpin daerah.
Ia berdakwah menggunakan strategi pendekatan pada masyarakat setempat. Ia membiarkan duklu adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat yang sulit dirubah, namun bagian adat yang tidak sesuai islam tetapi mudah dirubah maka segea dihilangkan. Ia menghindari konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan islam. Strategi dakwah ini juga diterapkan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Sunan Drajad
Nama aslinya adalah Raden Qosim. Ia merupakan putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati. Dalam catatan sejarah Wali Songo, Raden Qosim disebut dengan seorang wali yang hidupnya paling bersahaja, walaupun dalam urusan dunia ia juga sangat rajin mencari rezki.
Adapun ajaran Sunan Drajad yang terkenal adalah
Menehono teken marang wong kang wuto.
Menehono mangan marang wong kang luwe.
Menehono busono marang kang mudo.
Menehono ngiyup marang wong kang kudanan.
Terjemahannya sebagai berikut:
Berikanlah tongkat pada orang buta.
Berikanlah makanan pada orang yang lapar.
Berikanlah pakaian pada orang yang telanjang.
Berikanlah tempat berteduh pada orang yang kehujanan.
Ia berdakwah di daerah Drajad dan meninggal di daerah itu juga. Makamnya berada di desa Drajad, kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Sunan Muria
Nama aslinya adalah Raden Umar Syaid. Ia adalah putera sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Ia dikenal sebagai seorang anggota Wali Songo yang mempertahankan kesenian Gamelan sebagai media dakwah yang ampuh untuk merangkul masyarakat Jawa.
Selain dengan kesenian, ia juga berdakwah dengan cara memadukan adat setempat dengan warna islami. Adapun adat setempat yang dipadukan dengan warna islami adalah sebagai berikut:
Selamatan ngesur tanah (kenduren setelah ngubur nayat)
Nelung dinani (kenduren setelah 3 hari mengubur mayat)
Mitung dinani (kenduren setelah 7 hari ngubur mayat)
Matang puluh, nyatus dino, Mendhak pisan, mendhak pindo, dan nyewu.

Sunan Gunung Jati
Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Pada usia 20 tahun dia berguru pada Syiekh di daratan Timur Tengah. Aetelah selesai menuntut ilmu, pada tahun 1470 dia berangkat ke tanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya. Istrinya yang pertama adalah Nyai Babadan, wanita itu dinikahi pada tahun 1471. Dia adalah putri dari Ki Gedeng Babadan.
Perkawinannya dengan Nyai Babadan ini tidak dikaruniai seorang anak pun, lalu pada tahun 1475, ia kawin lagi dengan Nyai Kawungten, adik dari Bupati Banten.
Ia sempat menikah dengan Syarifah Baghdad, yang merupakan adik dari Syiekh Abdurrahman. Namun dari sekian banyak istrinya, Sunan Gunung Jati pernah menikah dengan putri cantik dari daratan Cina, Ong Tien.
Sekitar tahun 1479, ia pergi ke Cina. Di sana ia membuka pengobatan sambil berdakwah. Ia mendapat gelar Maulana Insanul Kamil.

2. Model Penyebaran Islam Wali Songo
Secara umum Wali Songo menyiarkan Islam dengan memadukan budaya setempat sebagai media dakwah. Mereka membiarkan budaya dan kepercayaan masyarakat setempat yang sulit dirubah. Namun bagian adat yang mudah dirubah, maka dengan segera mereka menghilangkannya. Mereka melakukannya karena menghindari konfrontasi dengan masyarakat secara langsung. Dan tentunya mereka melakukan hal itu agar mudah berkomunikasi dengan masyarakat, dengan cara itu masyarakat bisa dengan mudah menerima mereka dan mengamalkan apa yang diajarkan.
Anggota Wali Songo yang memakai cara  pendekatan itu adalah Sunan Kali Jaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati. Sunan Kali Jaga malah membiarkan masyarakat membakar kemenyan, dan ia juga sempat menciptakan alat musik berupa Gamelan.
Memang pada dasarnya hal ini termasuk Bid’ah, namun jika tidak dengan cara ini masyarakat sangat sulit untuk didekati.
3. Kemjuan Islam Periode wali Songo
Selama menyiarkan agama Islam, Wali Songo banyak mengalami hambatan. Ada fitnah, dan budaya setempat yang sulit dirubah. Namun dengan kesabaran dan tekat yang kuat, akhirnya sebagian masyarakat Jawa masuk Islam meskipun tidak sedikit yang melakukan bid’ah. Hal itu bagi Wali Songo bukanlah masalah besar. Dan mereka meyakini suatu saat nanti akan ada orang yang dapat menghilangkan budaya masyarakat setempat yang tertmasuk bid’ah.
Permasalahan yang cukup terkenal sampai saat ini mengenai wali Songo adalah perkara Syiekh siti Jenar. Ia adalah seorang ahli agama dari Persia. Ia mengaku dirinya adalah Allah. Para wali sangat menentangnya, dan memutuskan hukuman mati bagi syiekh siti Jenar. Meskipun Syiekh Siti Jenar mati, namun ajarannya tetap menyebar. Bahkan ia sempat mempunyai banyak murid. Sebelum Syiekh Siti Jenar dihukum mati, ia sempat mengeluarkan ancaman kepada para Wali. Dan ancaman itu pun benar terjadi, di Mataram 6000 ulama Sunni dibantai oleh Sunan Amangkurat I.
Pertentangan antara faham Manunggaling Kawula Gusti memang terus berlangsung. Para pendukung siti Jenar tetap berusaha mendiskreditkan para Wali, bahkan hingga zaman modern ini.Namun di balik itu semua, usaha Wali Songo dalam menyiarkan agama Islam membuahkan hasil yang luar biasa, hingga dapat kita rasakan sampai saat ini.
Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memengaruhi kebudayaan Islam bangsa Indonesia. Akulturasi dengan budaya sebelumnya membuat budaya islam makin diminati masyarakat. Dan salah satu dampak yang muncul adalah berdirinya kerajaan-kerajaan yang bercorak islam, antara lain Kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Pajang, Mataram Islam, Cirebon, Banten, Makasar, Ternate, dan Tidore.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Wali Songo adalah kelompok ulama yang brejumlah sembilan orang. Mereka menyiarkan agama Islam di tanah Jawa. Selain itu, mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan politik pemerintahan.
Adapun nama-nama Wali Songo tersebut ialah sebagai berikut:
Syiekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Sunan Ampel
Sunan Giri
Sunan Bonang
Sunan Kalijag
Sunan Kudus
Sunan Drajad
Sunan Muria
Sunan Gunung Jati
Dalam menyiarkan Islam mereka menggunakan kesenian dan budaya masyarakat setempat. Sehingga masyarakat merasa tidak asing dan lebih komunikatif. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan budaya Islam, tetapi juga memperkaya kandungan budaya Jawa.

Saran-saran
Saran yang kami sampaikan ialah sebagai berikut:
Dengan mengetahui sejarah singkat Wali Songo, mari kita bersama-sama meningkatkan iman dan taqwa kepa Allah SWT.
Setelah mengetahui cara Wali Songo menyebarkan islam pada umat islam terdahulu, marilah kita juga menyiarkan agama islam dengan cara yang disenangi oleh masyarakat zaman sekarang.

Daftar Pustaka
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Kisah Wali Songo, Surabaya, Karya Ilmu,-
M. B. Rahimsyah. AR., Sejarah Wali 9, Tuban, Yayasan Amanah,-

SEJARAH & PERADABAN ISLAM

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Dalam sejarah kebudayaan ummat manusia proses tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam meminjam konsep antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang terjadi antara kebudayaan Barat dan peradaban Islam. Dalam proses ini selalu terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam kondisi dimana suatu kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi adalah dominasi yang kuat terhadap yang lemah. Istilah Ibn Khaldun, "masyarakat yang ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya".

Ketika peradaban Islam menjadi sangat kuat dan dominan pada abad pertengahan, masyarakat Eropa cenderung meniru atau "berkiblat ke Islam". Kini ketika giliran kebudayaan Barat yang kuat dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan Barat dan lemahnya kekuasaan politik Islam, para ilmuwan Muslim belajar berbagai disiplin ilmu termasuk Islam ke Barat dalam rangka meminjam. Hanya saja karena peradaban Islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan Barat juga lemah.
B. Perumusan masalah
Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian peradaban islamdan juga peradaban islam sebagai ilmu pengetahuan dan dasar-dasar peradaban islam serta sedikit menyinggung tentang perekembangan perdaban islam
C. Pembatasan Masalah
Adapun didalam pembahasan yang akan didiskusikan tidak keluar dan menyimpang dari semua yang ada tertulis didalam makalah ini yang ruang lingkupnya hanya seputar pengantar peradaban islam.

BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Peradaban
Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Tetapi dalam B. Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam B. Arab dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan Tamaddun (peradaban)
Menurut A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban diartikan dalam dua cara:
(1) proses menjadi berkeadaban, dan
(2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
Suatu peradaban ditunjukkan dalam gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar, masyarakat telah memiliki keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian yang indah-indah.
Adapun kebudayaan diartikan bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi lain. Istilah kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan tanah, memelihara tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam latihan ini memerlukan proses dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia. Maka culture adalah civilization dalam arti perkembangan jiwa.
Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
B. Meraih Kejayaan Islam dengan Iptek
Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam ingin membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi¹. Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Maka dari itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan Islam. Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan peradaban Islam.
1. science And Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble Books, New york : hal : 97- 98
Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah intelektual. Ia berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang
terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam. Di Barat ide-ide para pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah pemikiran masyarakat.
Demikian pula dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan membangun pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam.
Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar, mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu ummah sebagaimana yang disinyalir QS Ali Imran [3]: 110.
C. Dasar-dasar Peradaban Islam
Analisis Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui”. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21: 107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim, menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas mengenal universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep “Trilogi Islam”. Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;, pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat” (metafisika). Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan istilah “aqidah”. Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar personal. Dimensi ini biasanya disebut “syari’ah”. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para ulama Islam sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan mu’amalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya. Dimensi ketiga adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi ajaran Islam tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak melupakan sesuatupun di Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para ulama kemudian mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad, Istinbat atau Ilhaq al Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam yang maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian menciptakan peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif Dalam sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam Klasik ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum (sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu Allah yang mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.Aspek Hukum Islam Pada tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris al Syafi’i Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa berkembang. Masing-masing dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri. Produk-produk hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan “fiqh”, senantiasa memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan pola fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab “muhafizhin” (menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ; mazhab “mutasyaddidin”. Pembagian pola atau katagorisasi ini tentu saja tidak bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau umum. Satu hal yang sangat menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa saling menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka adalah “Ra’yuna Shawab Yahtamil al Khatha’ wa Ra’yu Ghairina Khatha Yahtamil al Shawab” (pendapat kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat selain kami keliru tetapi mungkin saja benar).Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda ditunjukkan oleh Imam Malik bin Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang menghendaki kitab;Al Muwattha; sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada Khalifah beliau mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang berbagai tradisi hukum sesuai dengan kemaslahatan setempat. Biarkan masyarakat memilih sendiri panutannya. Maka saya kira tidak ada alasan untuk menyeragamkannya. Sebab tidak ada seorangpun yang berhak mengklaim kebenaran atas nama Tuhan sekalipun”.(Inna likulli qawmin Salafan wa Aimmah).(Baca : Subhi Mahmasani, Falsafah al Tasyri; fi al Islam, 89). Upaya-upaya ke arah pengembangan hukum Islam sesudah abad IV H, memang kemudian mengalami proses stagnasi atau tidak berjalan secara progresif. Kecenderungan umum keberagaman umat Islam adalah mengikuti apa yang sudah ada, yang sudah jadi, produk para ulama sebelumnya. Pemikiran mereka direproduksi Dalam beragam pola ; syarh, hasyiyah, matan Dan nazhm. Kebutuhan Menghidupkan Teks Dewasa ini sangat disadari bahwa produk- produk Islam tidak lagi cukup memadai untuk menjawab berbagai problem baru produk modernitas. Karena itu upaya- upaya menghidupkan teks-teks fiqh, sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dilakukan oleh umat Islam.
Beberapa hal yang bisa dijadikan dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi, kausalita; hukum yang terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh :
- Mengkaji sosio-kultural Dan Politik yang melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasik.²
- Menjadikan realitas sosial baru sebagai bahan Analisis bagi kemungkinan dilakukannya perubahan hukum. Ini sejalan
- dengan kaedah “Taghayyur al Ahkam bi Taghayyur al Ahwal wa al Azminah wa al Amkinah”(hukum bisa
- berubah karena perubahan keadaan, zaman Dan tempat).
- Perubahan hukum tersebut harus selalu mengacu pada empat hal : Keadilan, Kemaslahatan, Ke Kerahmatan Dan Kebijaksanaan.
2. Abu Ishaq al Syathibi, Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah, Maktabah Tijariyah Kubra, Kairo, , hlm. 347-351
D.Priodesasi perkembangan peradaban islam
Sejak awal, Rasulullah SAW tidak pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan khalifah (pada masa khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi; penunjukan; atau (ketiga) melalui tim formatur (dewan syura).
Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan (prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat. Tidak ada kasta-kasta dalam Islam.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah) berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos dan giro serta penasihat khusus di bidang politik.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan ³
Wilayah kekuasaan Umayyah berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
3. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir hal 37
Ketika Bani Umayyah digantikan Bani Abbasiyah (750-1258M), ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang lebih pesat. Gerakan keilmuan lebih bersifat spesifik. Di bidang astronomi, astronom pertama Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat astrolobe atau alat ukur ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai dokter pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah Ibnu Sina, Al Razi dan Al Farabi.
Sementara di bidang kimia, muncul Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan Muslim lainnya ketika itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan seperti Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang ahli ilmu bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M).
Khusus di bidang hadits, dilakukan penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga muncul apa yang kita kenal sebagai hadits shahih, dhaif, maudhu.
Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah hadits .
Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformis Islam asal Mesir Muhammad Abduh bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa yang terbaik dari peradaban Islam.
Pecahnya kekhalifahan
Umayyah adalah penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi menjadi monarki absolut 4
4. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir hal 34
Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun temurun 5.. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan kekhalifahan.
Di wilayah Barat, Andalusia, Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr menjadi khalifah/Amir Al-Mukminin. Di Afrika Utara, Syiah Amaliah membentuk Dinasti Fatimiah. Sementara di Mesir muncul Muhammad Ikhsyid sebagai penguasa dari Bani Abbas. Di Baghdad __pusat kekuasaan Abbasiyah__ sendiri, berdiri Bani Buwaihi. Yaman dan Tunisia pun bangkit.
Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah, karena ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan dengan kaum Syiah. Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari Mongolia, ketika kejayaannya juga terus merosot dan lemah.
Ajid Thohir secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.
5. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir hal 44
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Peradaban seringkali diartikan sama dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
B. Saran
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/1 semester empat pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam karena agar kita lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada makalah ini dititik beratkan pada peradaban islam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Science And Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble Books, State University of New York dialih bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
2. Abu Ishaq al Syathibi, dalam bukunya Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah, Maktabah Tijariyah Kubra, Kairo diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006
3. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004 + 364 halaman

SEJARAH PERADABAN ISLAM

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
a.    Latar belakang masalah
Dalam sejarah kebudayaan ummat manusia proses tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam meminjam konsep antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang terjadi antara kebudayaan barat dan peradaban islam. Dalam proses ini selalu terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam kondisi dimana suatu kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi adalah dominasi yang kuat terhadap yang lemah. Istilah ibn khaldun, "masyarakat yang ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya".
Ketika peradaban islam menjadi sangat kuat dan dominan pada abad pertengahan, masyarakat eropa cenderung meniru atau "berkiblat ke islam". Kini ketika giliran kebudayaan barat yang kuat dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan barat dan lemahnya kekuasaan politik islam, para ilmuwan muslim belajar berbagai disiplin ilmu termasuk islam ke barat dalam rangka meminjam. Hanya saja karena peradaban islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan barat juga lemah.
b.   Rumusan masalah
1.         Apa yang dimaksud sejarah peradaban islam...?
2.         Apa yang menjadi dasar peradaban islam...?
3.         Apa apa saja Ruang lingkup sejarahperadaban islam...?
c.    Tujuan
1.         Mengetahwi apa yang di maksud sejarah peradaban islam
2.         Mengetahwi dasar dasar peradaban islam
3.         Mengetahwi ruang lingkupnya




BAB I
PEMBAHASAN
1. Sejarah sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam bahasa Inggris, sejarah disebut history yang artinya masa yang telah lampau. Dalam hal ini masa lampau umat manusia.[1] Oleh karena itu, sejarah tentu saja membahas kegiatan manusia di masa lampau. Bahkan kata history ini berawal dari kata benda istor dalam bahasa Yunani berarti orang pandai atau bijaksana. Hal ini karena dalam catatan sejarah peristiwa dan kisah yang terjadi dapat diambil ibrahnya sehingga manusia tidak melakukan kesalahan lagi dalam kehidupannya. Dalam bahasa Arab sejarah ini dipadankan dengan istilah sajaratun, artinya pohon. Kalau kita melihat Gambar silsilah raja-raja, secara pintas akan tampak seperti gambar sebuah pohon. Oleh karena itu, sejarah dapat diartikan silsilah keturunan raja-raja, yang berarti merupakan peristiwa pemerintahan dan keluarga raja yang sudah lampau. Ada juga yang menyebutkannya dalam bahasa Arab yaitu Tarikh yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Sejarawan Indonesia, seperti Sartono Kartodirjo membagi pengertian sejarah sebagai subjektif dan objektif.[2]Sejarah dalam arti Subjektif adalah suatu konstruk, yakni bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Disebut subjektif tidak lain karena sejarah memuat unsur-unsur dari isi subjek (pengarang, penulis). Karena pengetahuan maupun gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau rekonstruksi dari pengarang, mau tidak mau memuat sifat-sifat, gaya bahasa, struktur pemikiran, pandangan, dan sebagainya. Sedangkan sejarah dalam arti objektif adalah menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri, yakni proses sejarah dalam aktualitasnya.
Dalam kaitan seperti ini, Ibn Khaldun; seorang pemikiran besar sosial – Islam, mengingatkan kepada setiap sejarawan bahwa untuk melihat kembali sejarah secara objektif, seorang sejarawan harus bisa mengenal dengan jelas berbagai struktur kebudayaan dan sosial manusia yang akan ditelitinya, termasuk berbagai pemahaman metodologi kearah ini. Tanpa mengenal dan mengerti dari dekat objek yang akan dikaji berikut metodologinya, mustahil ia bisa menjelaskan fenomena sejarah secara objektif.[3] Begitupun, tanpa metodologi yang jelas, alur penjelasan secara rasional atau dalam bahasa sekarang rekonstruksi, sistematika-kronologis dan analisisnya akan sulit dimengerti dan diayakini bahwa suatu persitiwa telah terungkap seperti apa adanya. Perlu diketahui bahwa sejarah bukan hanya membahas peristiwa serta kejadian yang telah lampau saja, tetapi ada tiga aspek yang saling terkait, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Peristiwa masa lampau dijadikan pengalaman serta pelajaran untuk masa kini, sedangkan peristiwa masa kini dijadikan titik tolak kegiatan di masa mendatang. Hal ini berarti bahwa sejarah mengandung pelajaran tentang nilai dan moral. Sehingga sejarah itu mempunyai gambaran tentang latar belakang masyarakat yang ingin dibicarakan dan memiliki kesinambungan dan perubahan dalam setiap perubahan sehingga dapat diantisipasi terhadap apa yang terjadi sehingga sejarah secara ilmu akan dapat berkembang. Hal inilah yang menganggap bahwa sejarah adalah suatu ilmu tentang manusia, ilmu tentang waktu (ada perubahan, pengulangan, perkembangan dan kesinambungan), sesuatu yang memiliki makna sosial, ilmu tentang sesuatu yang tertentu yaitu satu-satunya yang terinci dapat direkonstruksikan dimasa akan datang.
Ada juga orang mengatakan bahwa sejarah itu merupakan rentetan peristiwa sebab akibat. Inipun ada benarnya, karena peristiwa yang sedang terjadi biasanya diakibatkan oleh sebuah peristiwa yang sedang terjadi biasanya diakibatkan oleh sebuah peristiwa yang mendahului atau peristiwa yang melatarbelakangi.
Apabila disimpulkan sejarah berarti catatan-catatan peristiwa masa lampau yang benar-benar terjadi dan disusun berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan melalui proses penelitian serta pengujian ilmiah.
Apabila kita selidiki lebih dalam, sejarah itu ada setelah manusia ada di muka ini. Dengan demikian, sejarah mempunyai sifat yang spesifik dibanding ilmu lainnya, antara lain :
1. Masa lalu yang dilukiskan secara urutan waktu atau kronologis
2. Ada hubungan sebab akibat atau kausalitas
3. Peristiwa sejarah menyangkut masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang (tiga dimensi)
4. Kebenarannya bersifat sementara (merupakan hipotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data pembuktian baru.
Sejarah sebagai peristiwa pada hakikatnya sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tidak mungkin lagi dapat mengamati atau menyaksikan peristiwa tersebut. Yang bisa kita amati adalah sejarah sebagai kisah, yaitu penelitian sejarah sebagai peristiwa.
Sejarah sebagai kisah adalah hasil karya atau hasil ciptaan orang yang menulisnya atau sejarawan penulis. Sejarah sebagai kisah seharusnya cocok dengan sejarah sebagai peristiwa masa lalu yang digambarkannya. Sejarawan penulis dapat mengetahui bahwa peristiwa masa lampau terjadi seperti yang dikisahkan, sebab dalam menyusun kisah masa lampau ia menggunakan dasar jejak-jejak peristiwa masa lampau.
Proses penyusunan sejarah sebagai kisah, para sejarawan menggunakan dasar jejak-jejak yang ditinggalkan oleh sejarah sebagai peristiwa. Dengan perkataan lain, sejarah sebagai peristiwa menjadi sumber sejarah sebagai kisah. Pengetahuan tentang masa lampau tidak begitu saja kita peroleh dengan mudah. Untuk memperolehnya, kita harus melakukan penelitian yang kadang-kadang sulit sehingga memakan waktu dan pemikiran yang tidak sedikit.
Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah sebagai berikut:
1. Ada masalah yang menjadi objek
2. Ada metode
3. Tersusun secara sistematis
4. Menggunakan pemikiran yang rasional
5. Kebenarannya bersifat objektif
Syarat-syarat di atas dapat diketahui dalam sejarah. Hal itu dapat terlihat sebagai berikut:
1. Masalah yang menjadi objek kajian sejarah ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang menimbulkan perubahan dalam kehidupan manusia, kejadian-kejadian itu merupakan hubungan sebab akibat
2. Metode sejarah adalah cara menangani bukti-bukti sejarah dan menghubungkannya serta memastikannya dengan bukti tentang asal usul. Kemudian menarik tafsiran dengan bukti peristiwa masa lampau sehingga terlihat probabilitasnya.
3. Kisah sejarah disusun dengan sistematis, berdasarkan tahun kejadian dan peristiwa yang mengawalinya, dimulai dari judul, bab, subbab, serta keterangan selanjutnya
4. Kebenaran fakta sejarah diperoleh dari penelitian sumber sejarah yang dikumpulkan dengan menggunakan rasio. Contoh penelitian sumber sejarah seperti fosil, candi dan peninggalan lain yang diteliti secara rasional.
5. Kebenaran fakta sejarah adalah objektif, karena dalam menyusun kisah sejarah harus berdasarkan fakta yang ada.
Secara konseptual, sejarah pada dasarnya berkenaan dengan tiga aspek konseptual yang mendasarinya, yaitu konsep tentang perubahan, konsep waktu dan kontinuitas.
1. Konsep Perubahan
Sejarah dalam hal ini adalah perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Meski demikian, hanya perubahan yang benar-benar memiliki makna penting bagi kehidupan manusia yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa perubahan yang bernilai sejarah. Termasuk dalam kategori ini diantaranya perubahan rejim kolonial ke nasional, dari masa khulafaurrasyidin ke dinasti umaiyyah atau dari sistem musyawarah ke sistem monarkhi.
2. Konsep Waktu
Peristiwa sejarah bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, bukan pula terjadi begitu saja tanpa sebab apapun. Setiap peristiwa yang terjadi di suatu waktu tertentu pasti ada kaitannya dengan waktu sebelum dan sesudahnya. Bila dirunut melalui penelaahan sejarah, sangat mungkin ditemukan keterkaitannya suatu peristiwa dengan situasi atau peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya.
Terjadinya suatu peristiwa senantiasa dikarenakan oleh suatu sebab yang ada dalam alur waktu. Konteks hubungan sebab-akibat peristiwa yang menjadi akibat dengan peristiwa lain menjadi sebab adanya dalam dimensi waktu.

3. Konsep Kontinuitas
Kehidupan manusia berada dalam rangkaian perubahan demi perubahan yang berkesinambungan. Perubahan demi perubahan tersebut tidak akan berhenti pada suatu titik peristiwa. Dalam konteks kekinian (postmodern) bahkan diyakini bahwa perubahan telah menjadi sesuatu yang pasti sebagaimana ungkapan ahli masa depan (futurolog), “Saat ini yang pasti adalah ketidak pastian dan yang tetap adalah perubahan (the certain now is uncertain and the constant now is changing) Sebagian perubahan yang terjadi tentunya ada yang bermakna sangat dalam bagi manusia, tetapi sebagian lagi sangat boleh jadi tidak demikian. Kebermaknaan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor, seperti tingkat kedekatan, hubungan, kepentingan atau dampak suatu perubahan terhadap manusia tertentu. Perubahan-perubahan tertentu yang menjadi momentum sejarah tertentu bahkan sangat mungkin mengubah kehidupan banyak orang.
Dari paparan dimuka dapat dinyatakan bahwa bagian terpenting dari sejarah adalah adanya peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hanya saja, tidak semua peristiwa dimasa lalu dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah. Hal ini dikarenakan peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah harus memenuhi beberapa kriteria, yakni
 a) peristiwa unik, tidak biasa atau terjadi secara fenomenal atau bahkan monumental,
 b) peristiwa perubahan,
 c) proses yang bersifat kausalistik, bukan kebetulan,
 d) memiliki arti penting dalam kehidupan, dan
 e) subyektif dalam hal penulisan atau penafsiran fakta objektif.
2. Konsep Kebudayaan dan Peradaban dalam Islam
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadarah al-islamiyah. Kata Arab ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab adalah al-tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata kebudayaan (Arab, al-tsaqafah, Inggris, culture) dan Peradaban (Arab: al-hadharah; Inggris: civilization)
Dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan dilebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan tekhnologi.[4]
Menurut koentjaraningrat,[5]kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:
1.      Wujud ideal, yaitu; wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2.      Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.      Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang memiliki sistem tekhnologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.[6] Jadi kebudayaan, menurut definisi pertama, adalah wujud ideal dalam defenisi koentjaraningrat, sementara menurut definisi terakhir, kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Menurut H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither Islam sebagaimana yang dikutip oleh M. Natsir[7] menyatakan “islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama. Jadi dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama bumi (non-samawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan, kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan yang termanifestasikan pada kebudayaan Islam. Dasar –dasar kebudayaan inilah yang membentuk peradaban Islam.
Jika dilihat dari pengertian peradaban dari bahasa Inggris; Civilization yang artinya, kemudian dalam bahasa Jerman Weltanschauung yang artinya pencerahan. Hal ini bermakna peradaban adalah konotasi positif pada diri manusia yang berkembang secara sadar menjadi manusia yang ideal. Konsep peradaban yang dibangun dalam Islam menurut Ziauddin Sadar[8] Bahwa eksistensi manusia dalam pencapaian peradaban dilihat dari cara menggunakan eksistensinya menjadi prestasi way of life artinya dalam pencapaian peradaban adanya perimbangan antara materi, akal, dan aspek spiritual yang dicari manusia sehingga peradaban manusia menjadi konsep yang lahir dari ilahi. Dengan demikian peradaban itu berarti suatu kondisi masyarakat yang terdiri dari kesatuan budaya dalam sejarahnya dan merupakan hal-hal yang tertinggi dari kebudayaan yang merupakan artificial, tidak metafisis, tidak berjiwa melainkan dikuasai oleh intelektualitas manusia yang hidup pada masa tersebut dan dalam islam parameternya peradaban itu tidak lain adalah wahyu ilahi. Maka jika dikatakan Sejarah Peradaban Islam berarti pemaparan keotentikan peristiwa masa lampau dilihat dari kemajuan intelektualnya dalam sejarah islam yang dilakukan dengan pengujian keilmiahan.
3. Dasar-dasar peradaban Islam
Secara umum Ahmad Syalabi[9]  Menjelaskan bahwa formasi peradaban Islam mewujud ke dalam tiga model berikut ini, pertama: peradaban Negara dan Sejarah (hadharah al-duwal wa al-tarikh), yaitu pola dan bentuk peradaban yang mengembangkan bangunan suatu kenegaraan dan pemerintahan. Dalam banyak hal, telah banyak bermunculan pemerintahan dan Negara-negara Islam yang terus berupaya untuk meningkatkan dan mengayomi masyarakatnya dalam kemajuan di berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini kewajiban Negara tidak hanya mengayomi satu kabilah saja, tapi mencoba menjadi wadah keumatan. Fenomena ini merupakan perubahan sosial budaya dan politik yang sangat fundamental. Kedua peradaban tajribiyah wa muqtasabah, yaitu peradaban luar yang diadopsi oleh islam, karena dalam banyak hal telah diketahui dan dicapai bermacam ragam manusia pada beberapa ratus atau bahkan beberapa ribu tahun sebelum islam lahir, seperti kemajuan dalam bidang filsafat, sastra, kedokteran, ilmu pasti, astronomi dan lainnya.
Ketiga, peradaban Islam yang asli (al-hadharah al-islamiyah al-ashylah), yaitu peradaban yang bersumber dan dibawa oleh kewahyuan islam sendiri dalam mengembangkan dan memberdayakan masyarakat manusia di mana sebelumnya tidak pernah ada. Seperti halnya pandangan Islam yang memberikan nilai penghargaan dalam mengangkat harkat dan martabat jiwa kemanusiaan pada posisi yang sangat tinggi. Peradaban seperti ini, sifatnya orisinil dalam menciptakan hal-hal yang baru (al-khulkh, al-ibda atau al-ibtikar). Manfaat peradaban yang asli ini dapat dinikmati, baik oleh umat Islam ataupun umat lainnya. Peradaban Islam yang asli ini, menurut Ahmad Syalaby meliputi beberapa aspek penting, di antaranya keimanan (akidah dan akhlak), politik (siyasah), ekonomi (iqtisad), kehidupan sosial (al-hayah al-ijtimaiyah) dan hubungan antar bangsa.
4. Periodisasi Sejarah Peradaban Islam
Peradaban Islam adalah landasan historis yang mengkaji tentang keseluruhan kebudayaan dalam suatu periodisasi sejarah. Periodisasi sejarah sangat berhubungan dengan konteks ruang dan waktu yang sangat berpengaruh pada hasil karya, ide dan gagasan di masa yang lalu. Oleh karena itu dikalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi saw. Diangkat menjadi rasul. Menurut pendapat ini, selama 13 tahun Nabi Muhammad saw tinggal di Mekkah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika nabi Muhammad saw tinggal di Madinah. Karena Muhammad saw yang tinggal di Madinah, tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga merangkap sebagai pemimpin atau kepala Negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah. Disamping banyaknya perbedaan mengenai sejarah umat Islam ini maka para sejarawan juga berbeda dalam menentukan fase dalam periodisasi Islam ini salah satu contoh.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution[10] Periodisasi sejarah Islam terbagi pada 3 periode :
1. Periode klasik (650 – 1250 M)
Pada periode ini, disebut juga sebagai masa keemasan di dalam sejarah islam. Sebagai masa keemasan, masa ini sering dijadikan tolak ukur dan rujukan keteladanan. Masa Nabi saw yang hanya berlangsung kurang lebih 23 tahun. Pada periode klasik, arab sangat menonjol karena memang Islam hadir di sana. Pada masa klasik telah terwujud kesatuan budaya islam di bawah naungan Islam dengan bahasa arab. Pada masa ini Islam meliputi dua masa kemajuan yaitu: masa Rasululah saw, khulafaurrasyidin, bani umaiyah dan masa-masa permulaan daulah Abbasiyah. Masa itu merupakan masa perluasan wilayah yang dimulai oleh khulafaurrasyidin dilanjutkan Bani Umaiyah dan mencapai keemasan pada masa bani Abbasiyah yang membuat islam menjadi Negara besar. Di masa ini peradaban Islam tumbuh menjadi peradaban baru. Dari sisi perkembangan ilmu telah berkembang kajian-kajian teologi pada masa kini. Pada awal islam pengaruh helenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan, Islam sudah sangat kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itupun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.
2. Periode Pertengahan (1250 – 1800 M)
Pada periode pertengahan muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga kawasan budaya, yaitu kerajaan usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan mughal di India. Kerajaan-kerajaan islam yang lain, meski juga ada yang cukup besar, tetapi jauh lebih lemah dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan berada dalam pengaruh salah satu diantaranya. Kerajaan Mughal adalah kerajaan yang berdiri seperempat abad setelah berdirinya Kerajaan Safawi, jadi diantar ketiga kerajaan besar tersebut kerajaan mughal inilah yang termuda, walaupun kerajaan ini bukanlah kerajaan Islam yang pertama di anak benua India,Pada periode pertengahan, pembahasan yang paling banyak mendapat tempat adalah percaturan politik di pusat Islam dan peradaban yang dibina oleh dinasti-dinasti yang kebetulan berhasil memegang hegemoni politik, serta tiga kerajaan besar Islam (Usmani, Safawi, dan Mughal) dan peradaban yang dibinanya. Pada periode ini terjadi dua masa kemunduran dan masa Tiga Kerajaan Besar. Turki Utsmani, daulah Shafawiyah, dan Daulah Mongoliyah di India. Fase tiga kerajaan besar mengalami kemajuan pada tahun 1500 – 1700 M, dan mengalami kemunduran kembali pada 1700 – 1800 M
3. Periode Modern (1800 – sampai sekarang)
Pada masa ini telah terbentuk sistem masyarakat muslim yang bersifat global. Masing-masing dibangun berdasarkan interaksi antara institusi Negara Islam,
keagamaan dan institusi Komunal Timur Tengah dengan institusi sosial dan cultural setempat, dan setiap interaksi melahirkan tipe kemasyarakatn Islam yang berbeda-beda. Meskipun setiap masyarakat bersifat khas (unique), namun diantara mereka terdapat kemiripan bentuk dan antar mereka dipertalikan oleh beberapa hubungan politik dan keagamaan dan oleh persamaan nilasi-nilai cultural. Dengan demikian mereka membentuk Islam yang bersifat global (mendunia).
Hal ini tentu berbeda dengan buku Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam yang membagi sbb:
1. Masa Kemajuan Islam (650 -1000M)
2. Masa disintegrasi (1000 – 1250 M)
3. Islam di Spanyol dan pengaruhnya terhadap Renaisans di eropa
4. Masa Kemunduran
5. Masa tiga kerajaan Besar (1500-1800M)
6. Kemunduran tiga kerajaan besar (1700 – 1800 M)
7. Penjajahan Barat atas dunia Islam dan perjuangan kemerdekaan Negara-negara Islam
8. Kedatangan Islam di Indonesia dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Melihat gambaran di atas masih banyak lagi fase-fase lain yang di tulis kalangan sejarawan namun periode-periode ini sudah dapat memberi batasan terhadap pemahaman kita pada sejarah islam. Pada pembahasan kali ini hanya akan dibatasi pada masa klasik yaitu mulai dari zaman Kota Mekkah sebelum menjadi Islam sekitar abad ke 6 M sampai abad ke-12 M dan zaman pertengahan di awal abad ke 13 – 15 M serta pada zaman modern pada abad ke 15 – 18 M atau sampai zaman sekarangan ini karena pembahasan SPI diikat oleh ruang dan waktu maka kajiannya dapat fleksibel untuk melihat proses peristiwa di era dulu dengan memandang di era sekarang.


BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah Al-Islamiyyah. Kata dalam bahasa Arab ini sering kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.Di Indonesia seringkali disinonimkan dua kata antara “ kebudayaan dan peradaban “. Namun dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah tersebut telah dibedakan.
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan peradaban lebih berkaitan Manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis. Kebudayaan lebih direflesasikan dalam seni, sastra, religi, dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi
Priode sejarah peradaban islam
-          Priode klasik
-          Priode petengahan
-          Pride modern
b.      Saran
Belajar dari masa lalu merupakan sesuatu yang perlu kita lakukan. Dari uraian di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus berusaha dengan maksimal agar bisa membuat perubahan. Di samping itu kita sebagai umat Islam juga harus bisa menjaga persatuan dan kesatuan agar musuh-musuh Islam tidak bisa menghancurkan kita.


[1] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta : UI Press, 1986, hlm.27
[2] Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 14 -15
[3] Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terj Ahmadi Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996, hlm. 3-13
[4] Effat Ash-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986, hlm.5
[5]Koentjaraningrat, Kebudayaan: Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1985,hlm.5
[6] Ibid, hlm. 10
[7] M. Natsir, Capita Selecta, Bandung: N.V Penerbitan W. Van Hoeve, t.thn, hlm. 4
[8] Ziauddin Sadar, Masa Depan Peradaban Muslim, terj.H.M. Mochtar Zoerni, cet. 1, Surabaya: Bina Ilmu, 1985
[9] Ahmad Syalaby, Mauzu’ah al-Tarikh al-Islamy I, Makkah : Nahdhah al-Mishriyah, 1974, hlm. 23-25
[10] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hlm. 11-13

Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Mamluk


BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam sejarah peradaban Islam setelah masa pemerintahan khulafour-rasidin Islam terbagi menjadi dinasti-dinasti yang terus berkembang pesat dan membawa pengaruh kepada peradaban dunia. Salah satunya  yang dikenal dengan nama Dinasti Mamluk. Dinasti Mamluk sendiri merupakan dinasti pada masa keemasan Islam yang mampu mempengaruhi peradaban dunia.Berangkat dari hal tersebut kami mencoba menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan Dinasti Mamluk sehingga menjadi pengetahuan bagi kita semua guna mengambil pelajaran sejarah pada masa itu.

Di dalam sejarah peradaban Islam, tentang Dinasti Mamluk ini sangatlah penting kerana sejarahnya bermula di abad pertengahan. Kepentingan pembahasan mengenai abad pertengahan ini (abad ke 7 hingga ke 11H / abad ke 13 hingga ke 17 M ) adalah kerana era ini merupakan masa perbentukan salah satu sistem politik dalam Islam. Terjadi juga di era ini penerapan pemikiran –pemikiran di bidang sosial dan politik yang lahir sejak zaman dinasti-dinasti besar iaitu Bani Umayyah dan Bani Abbas, dan kesultanan-kesultanan lainnya di dunia Islam bahagian barat dan timur.

B.     Tujuan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Selain itu makalah ini juga bertujuan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mahasiswa khususnya dalam memahami Sejarah Peradaban Islam.

BAB II PEMBAHASAN

A.    Asal Usul Dinasti Mamluk

Kata “mamluk” adalah bentuk tunggal dari kata “mamalik” yang berarti budak.Dinasti Mamluk sendiri memang didirikan oleh para budak.Pada awalnya mereka adalah orang-orang yang direkrut oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat.Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, yaitu al-Malik as-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya.Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material. Mereka terdiri dari dua kelompok yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Buruj atau Burji yang datang kemudian.Dinamakan Mamluk Bahri karena tempat tinggal mereka di Pulau ar-Raudah yang terletak di laut Arab, bahr bentangan delta sungai Nil.Sementara dinamakan Mamluk Burji karena mereka menempati benteng-benteng Arab, burj di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipchaq, Rusia Selatan, yang berdarah campuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Burji adalah orang-orang Circassia dari Caucasus. Dalam pada itu, peta pemerintahan dinasti Mamluk dalam perjalanannya kemudian banyak dikatakan oleh para sejarawan sebagai bentuk penguasaan yang carut marut karena terbagi menjadi dua kekuasaan besar.

Cikal bakal dinasti ini berawal dari seorang mantan budak bernama Syajar ad-Durr, yang kemudian dijadikan sebagai istri oleh al-Malik as-Salih (1249 M) sebagai penguasa dinasti Ayyubiyah. Setelah al-Malik as-Salih wafat, berbagai informasi mengatakan bahwa Syajar ad-Durr kemudian menyandang gelar “sultanah” atau berkedudukan sebagai sultan perempuan selama hampir delapan puluh hari. Pada masa itu ia juga tercatat sebagai satu-satunya penguasa wanita muslim di kawasan Afrika Utara dan Asia Barat, namanya juga diabadikan dalam kepingan mata uang dan disebutkan pada setiap sholat Jum’at. Ia memutuskan untuk menikah lagi dengan Izzuddin Aybak, Sultan Mamluk pertama (1250-1257 M) yang kemudian justru terbunuh oleh Syajar al-Durr sendiri.Hal ini merupakan awal fondasi kekuasaan dinasti Mamluk.

B.     Wilayah Kekuasaan Dinasti Mamluk

Dinasti Mamluk yang berkuasa pada masa ini disebut Bahri.Mereka kebanyakan berasal dari keluarga Turk dan Mongol. Mereka memerintah Mesir dan Suriah, dan kadangkala Jazirah Arab, hingga tahun 1382 M.Ketika Mongol menyerbu Suriah pada tahun 1260 M, pasukan Mamluk berhasil mengalahkan mereka di Ain Jalut, dan mendesak pasukan Mongol mundur kembali ke Persia. Inilah pertama kalinya pasukan Mongol dikalahkan dalam suatu pertempuran besar.Pemimpin Mamluk dalam pertempuran tersebut, Baibars, kemudian menjadi sultan Mamluk seusai pertempuran.

Baibars dan pasukan Mamluknya mengalahkan pasukan Salib terakhir pada tahun 1263 M. Ketika itu terjadi pertempuran besar di Antiokhia, dan pada akhirnya 16000 tentara Kristen terbunuh sedangkan ribuan penduduk Antiokhia dijadikan budak.

C.    Karya-karya pada Dinasti Mamluk
a.      Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Itali melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fatimiyyah di Mesir  sebelumnya.
Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan pengangkutan dan komunikasi antara kota, baik laut mahupun darat. Keteguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan ekonominya.

b.      Pembangunan

Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang pembangunan.Banyak juru bina dibawa ke Mesir untuk membangunkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah.Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah, hospital, musium, perpustakaan, villa-villa, kubah, dan menara masjid.

c.       Ilmu Pengetahuan

Di dalam ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan asal Baghdad dari serangan tentera Mongol. Kerana itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, perubatan,astronomi, matematik, dan il-mu agama.Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir Al-Din Al-tusi. Di bidang perubatan pula, Abu Hasan `Ali Al-Nafis. Sedangkan, dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, Al-Sayuthi, dan Ibn Hajar Al-`Asqalani.

d.      Militer

Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam  ketenteraan. Para Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentera yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir, mereka berhasil menciptakan ikatan yang kuat berdasarkan daerah asal mereka.

Dinasti Mamalik juga menghasilkan buku mengenai ilmu ketenteraan.Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu.Perbahasan yang sering dibahas adalah mengenai selok-belok yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.Pada lingkungan ketenteraan Dinasti ini, menghasilkan banyak karya tentang ketenteraan, khususnya keahlian menunggang kuda.

e.       Budaya Politik

Daulah Mamalik atau Dinasti Mamluk membawa warna baru dalam sejarah politik Islam.Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun(1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun.Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha(1295- 1297 M).Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir.Kedudukan amir menjadi sangat penting.Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.

D.    Sistem Pemerintahan

Bentuk pemerintahan oligarki militer adalah suatu bentuk pemerintahan yang menerapkan kepemimpinan berdasarkan kekuatan dan pengaruh, bukan melalui garis keturunan.Sistim pemerintahan oligarki militer ini merupakan kreatifitas tokoh-tokoh militer Mamluk yang belum pernah berlaku sebelumnya dalam perkembangan politik di pemerintahan Islam. Jika dibandingkan dengan sistim pemerintahan yang dijalankan sebelumnya, yaitu Sistim Monarki dan Sistim Aristokrasi atau pemerintahan para bangsawan, maka sistim pemerintahan Oligarki Militer dapat dikatakan lebih demokratis. Sistim Oligarki Militer lebih mementingkan kecakapan, kecerdasan, dan keahlian dalam peperangan.Sultan yang lemah bisa saja disingkirkan atau diturunkan dari kursi jabatannya oleh seorang Mamlu>k yang lebih kuat dan memiliki pengaruh besar di tengah-tengah masyarakat. Kelebihan lain dari sistim oligarki militer ini adalah tidak adanya istilah senioritas yang berhak atas juniornya untuk menduduki jabatan sultan, melainkan lebih berdasarkan keahlian dan kepiawaian seorang Mamluk tersebut.

E.     Tokoh-tokoh yang berpengaruh

Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz, Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya.Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa Mamalik.

Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia.Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M).Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
1.      Periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M.
2.      Periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 .

F.     Runtuhnya Dinasti Mamluk

Kemajuan-kemajuan dinasti Mamalik ini tercapai berkat keperibadian dan wibawa Sultan yang tinggi, marubah sesama ketenteraan yang kuat dan kestabilan negara yang aman dari gangguan.Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya  hamba-hamba dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, maruah antara  tentera menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa.

Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan.Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa menyebabkan cukai dinaikkan.Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan ekonomi Negara tidak stabil.Maka, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tentangan  bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran  di luar kota Cairo pada tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani sebagai salah satu wilayahnya.Mamluk pada awalnya adalah para budak di Kekhalifahan Abbasiyah. Sejak tahun 850 M, para khalifah Abbasiyah mengambil dan membawa para pemuda non-Muslim sebagai budak dan mendidik mereka menjadi tentara Muslim Sunni dalam pasukan budak.Para budak dalam pasukan Mamluk ini semakin lama jumlahnya semakin banyak.

Pada tahun 1144 M, seorang jenderal Mamluk bernama Imaduddin Zengi menaklukan Edessa, salah satu negara yang didirikan oleh orang Eropa setelah Perang Salib Pertama.Dia dibunuh oleh budaknya sendiri tidak lama setela itu, ketika dia ketahuan meminum anggur.Ketika pasukan Salib datang kembali untuk merebut lagi Edessa, putra Zengi, Nuruddin, berhasil menghalau mereka.Setelah itu Nuruddin mendirikan dinastinya sendiri dengan menaklukan Damaskus dari penguasa Muslim lokal.

Pada tahun 1100-an M, orang Mamluk lainnya bekerja kepada para sultan Ayyubiyah di Mesir dan Suriah, namun sedikit demi sedikit mereka mengambil kekuasaan dari para sultan itu.Pada tahun 1244 M, orang Mamluk menaklukan Yerusalem dari pasukan Salib.Pada tahun 1245 M raja Louis IX dari Prancis melancarkan Perang Salib Ketujuh untuk merebutnya kembali, namun dia malah ditangkap oleh Mamluk.Pada tahun 1250 M Syajar al-Durr, ibu dari sultan Ayyubiyah terakhir, membunuh putranya dan berkuasa sendiri.Dia mencetak uang dan membuat dekrit.Dia juga mengakhiri Perang Salib Ketujuh melalui negosiasi dan membiarkan Louis pergi.Syajar al-Durr dengan segera harus menikahi pemimpin Mamluk, Aybak, supaya tetap berkuasa, namun dia terus memerintah dan pada tahun 1257 dia membunuh Aybak.Setelah itu dia ditangkap dan dihukum mati.Ini membuat Mamluk dapat menguasai Mesir dan Suriah.

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
            Dinasti Mamluk merupakan salah satu Dinasti dalam peradaban islam pada masa keemasan islam atau kejayaan islam.Sebagaimana sekilas diketengahkan, sejarah panjang dinasti Mamluk merupakan salah satu bukti bentuk sistem bergulirnya pemerintahan dalam peradaban Islam yang kompleks dalam arti tidak terkungkung pada sistem pemerintahan berbasis keturunan, bahkan tidak juga dominasi agamawan atau aristokrat dimana kalangan budak mampu mengisi sejarah peradaban Islam dengan berbagai sumbangan serta sisi positif dan negatifnya.


DAFTAR PUSTAKA
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam
Wikipedia.org

Sejarah Peradaban Islam di Masa Bani Umayyah

DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bani Umayah berasal dari nama Umayah Ibnu Abdi Syams Ibnu Abdi Manaf, salah satu pemimpin dari kabilah Quraisy. Yang memiliki cukup unsur untuk berkuasa di zaman Jahiliyah yakni keluarga bangsawan, cukup kekayaan dan mempunyai sepuluh orang putra. Orang yang memiliki ketiga unsur tersebut di zaman jahiliyah berarti telah mempunyai jaminan untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan. Umayah senantiasa bersaing dengan pamannya yaitu Hasim Ibnu Abdi Manaf. Sesudah datang agama Islam persaingan yang dulunya merebut kehormatan menjadi permusuhan yang lebih nyata. Bani Umayah dengan tegas menentang Rosululloh, sebaliknya Bani Hasim menjadi penyokong dan pelindung Rosululloh, baik yang sudah masuk Islam atau yang belum. Bani Umayyah adalah orang-orang yang terakhir masuk agama Islam pada masa Rosululloh dan salah satu musuh yang paling keras sebelum mereka masuk Islam.
Awal kedaulatan bagi kedaulatan Bani Umayyah adalah sepeninggal Khalifah Ali ibn Abi Thalib, yang mana gubenur Syam tampil sebagai pemimpin Islam yang kuat. Muawiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb yang dulunya gubenur Syam, menggantikan posisi Ali ibn Abi Thalib sebagai pemimpin Islam dengan cara yang bisa dibilang curang, yang waktu itu berawal dari negosiasi antara pihak Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari dengan pihak Muawiyyah yang diwakilkan oleh Amr bin Ash. Dari hasil negosiasi keduanya menghasilkan kesepakatan untuk menjatuhkan Khalifah Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyyah, kemudian setelah itu dipilihlah seorang khalifah yang baru. Sebagai orang tertua, Abu Musa Al-Asy’ari yang mengawali dalam mengumumkan hasil negosiasi tersebut.namun berbeda halnya dengan Abu Musa Al-Asy’ari, Amr bin Ash justru mengumumkan untuk menjatuhkan Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetapi menolak untuk menjatuhkan Muawiyyah, dengan kata lain Amr bin Ash mendukung pengangkatan Muawiyyah sebagai pemipin yang menggantikan Khalifah Ali ibn Abi Thalib.
Pada umumnya sejarawan menganggap Muawiyyah secara negatif, karena dari proses keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin diperoleh dengan cara arbitrasi yang curang. Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demikrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat berganti menjadi pewarisan yang turun temurun seperti halnya dengan kerajaan.
B.       Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana prestasi peradaban Islam pada masa Daulah Bani Umayyah?
2.      Apa sebab-sebab kemunduran Daulah Bani Umayyah?
3.      Apa pelajaran terpenting bagi pengembangan peradaban Islam masa kini dan masa depan?

C.      Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, diantaranya adalah tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum pembuatan makalah ini adalah ditujukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam. Sedangkan tujuan khususnya yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui prestasi peradaban Islam pada masa Daulah Bani Umayyah.
2.      Untuk mengetahui sebab-sebab kemunduran Daulah Bani Umayyah.
3.      Untuk mengetahui pelajaran terpenting bagi pengembangan peradaban Islam masa kini dan masa depan.
D.      Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
B.        Rumusan Masalah
C.        Tujuan Penulisan
D.       Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN TEORI
A.    Sejarah Kelahiran Daulah Bani Umayyah
B.     Puncak Kejayaan Daulah Bani Umayyah
BAB III PEMBAHASAN
A.       Prestasi Peradaban Islam pada Masa Daulah Bani Umayyah
B.        Sebab-sebab Kemunduran Daulah Bani Umayyah
C.        Pelajaran Terpenting bagi Pengembangan Peradaban Islam Masa Kini dan Masa Depan
BAB IV PENUTUP
A.       Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA



BAB II
KAJIAN TEORI

A.      Sejarah Kelahiran Daulah Bani Umayyah
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan padatahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal dimana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali binThalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Kekhalifahan Muawiyah ini diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dantipu daya, tidak dengan pemilihan. Hal ini berbeda dengan proses pemilihan kepala Negara pada masa sebelumnya, yang diniliai cukup demokrasi. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibatdari kemenangan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa depan.Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah :
1.         Dukungan yang kuat dari rakyat Syria dari keluarga Bani Umayyah.
2.         Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3.         Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai negarawan sejati,bahkan mencapai tingkat hilm sifat tertinggi yang dimiliki oleh parapembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm sepertiMuawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
Adapun raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah I ini berjumlah 14, antara lain:
1.      Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)
2.      Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3.      Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4.      Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5.      Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6.      Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7.      Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8.      Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9.      Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10.  Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11.  Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12.  Yazid III bin Walid(127H/744M)
13.  Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14.  Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)

B.       Puncak Kejayaan Daulah Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Muawiyyah terkenal sebagai era yang agresif karena perhatian terpusat kepada perluasan wilayah, dan kemajuan besarpun hadir dengan berhasilnya perluasan wilayah. Kemajuan Dinasti Umayyah terdapat di masa Muawiyyah bin abi Sofyan sampai pemerintahannya Hiyam bin Abdul Malik 661 M/ 41 H – 743 sedangkan pemerintahan setelahnya hanya menuju kepada kehancuran Muawiyyah.
Dimasa Muawiyyah, terdapat peristiwa paling mencolok yakni penyerangan kota konstan tinopel melalui suatu ekspedisi yang dipusatksn di kota pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau-pulau di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh dari Ibu Kota Romawi Timur. Dibelahan Timur, Muawiyyah berhasil menaklukan Khurrasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan. Ekspansi ke timur yang dirintis oleh Muawiyyah, lalu disempurnakan oleh Khalifah Abdul Malik. Dibawah komando gubenur Irak Hajjaj ibn Yusuf, tentara kaum muslimin menyebrangi sungai Ammu Darya dan menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkhand. Dimasa kekuasaan al-Walid I dikenal dengan “masa kemenangan yang luas”. Dimasa ini, pengepungan atas kota konstantinopel dihidupkan kembali guna menklukan ibu kota Romawi,meski belum berhasil tetapi memberi hasil yang cukup memuaskan yakni dengan menggeser tapal batas pertahanan Islam lebih maju kedepan, dengan menguasai basis-basis militer Kerajaan Romawi di Mar’asy dan Amuriyah. Kemudian dilanjutkan dengan keberhasilan di front Afrika. Disamping itu, kejayaan Bani Umayyah juga tercermin dari pembangunan di berbagai bidang seperti bidang politik ataupun sosial kebudayaan. Didalam bidang politik Bani Umayyah menyusun tatanan pemerintahan yang sama sekali baru, yakni memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks.
Dalam jangka 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin berramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, yang meliputi wilayah Spanyol, seluruh wilayah Afrika utara, Jazirah Arab, suriah, Palestina, setengah bagian dari daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk sovyet Rusia.


BAB III
PEMBAHASAN

A.      Prestasi Peradaban Islam pada Masa Daulah Bani Umayyah
Dinasti Umayyah telah mampu membentuk perdaban yang kontemporer dimasanya, baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi dan teknologi. Berikut Prestasi bagi peradaban Islam dimasa kekuasaan Bani Umayah didalam pembangunan berbagai bidang antara lain:
1.      Masa kepemimpinan Muawiyah telah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
2.      Menertibkan angkatan bersenjata.
3.      Pencetakan mata uang oleh Abdul Malik, mengubah mata uang Byzantium dengan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Mencetak mata uang sendiri tahun 659 M dengan memakai kata dan tulisan Arab.
4.      Jabatan khusus bagi seorang Hakim ( Qodli) menjadi profesi sendiri .
5.      Keberhasilan kholifah Abdul Malik melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan Islam dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilannya diikuti oleh putranya Al-Walid Ibnu Abdul Malik (705 – 719 M) yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan.
6.      Membangun panti-panti untuk orang cacat. Dan semua personil yang terlibat dalam kegiatan humanis di gaji tetap oleh Negara.
7.      Membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya.
8.      Membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.
9.      Hadirnya Ilmu Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Balaghah, bayan, badi’, Isti’arah dan sebagainya. Kelahiran ilmu tersebut¬¬ karena adanya kepentingan orang-orang Luar Arab (Ajam) dalam rangka memahami sumber-sumber Islam (Al-qur’an dan Al-sunnah).
10.  Pengembangan di ilmu-ilmu agama, karena dirasa penting bagi penduduk luar jazirah Arab yang sangat memerlukan berbagai penjelasan secara sistematis ataupun secara kronologis tentang Islam. Diantara ilmu-ilmu yang berkembang yakni tafsir, hadis, fiqih, Ushul fiqih, Ilmu Kalam dan Sirah/Tarikh.

B.       Sebab-sebab Kemunduran Daulah Bani Umayyah
Kemunduran Bani Umayyah disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
1.      Ketidakpuasan sebagian besar orang non Arab yang memeluk Islam, terutama di Irak dan propinsi” timur. Mereka mendapat sebutan “mawali” atau “klien”, karena pada prakteknya mereka harus mengikatkan diri dengan menjadi klien dari kabilah-kabilah Arab. Hal tersebut bukan dari ajaran Islam, status tersebut menggambarkan keangkuhan orang-orang Arab. Mereka orang non-Arab derajatnya dianggap lebih rendah, misalkan ada tunjangan dari negara maka tunjangan mereka harus lebih sedikit dari orang Arab.
2.      Meningkatnya perpecahan diantara kabilah-kabilah Arab. Perpecahan terjadi antara kabilah selatan atau Yunani dengan Kabilah Utara. Kabilah selatan atau Yunani adalah sebutan bagi Kabilah yang berkaitan dengan Kabilah Kalb dan juga mereka pernah berdiam di Yunani. Sedangkan kabilah utara adalah sebutan bagi kabilah Qays. Perpecahan antara kedua kabilah terjadi karena tumbuhnya pengaruh politis dikedua kabilah tersebut.
3.      Kelalaian kholifah dalam urusan administratif dan tidak adanya perhatian terhadap tugas-tugas Negara membuat Bani Uamayah sangat tidak disukai. Para pejabatnya banyak yang koruposi, banyak yang mementingkan diri sediri dan akibatnya pemerintahan menjadi lamban dan tidak efisien. Persaingan antar suku yang sudah lama, tidak semakin membaik tetapi malah semakin buruk banyak penentangan dari kaum Syiah yang tidak melupakan tragedi Karbala. Ketidakacuan serta perlakuan kejam terhadap keluarga Nabi, kutukan terhadap khutbah-khutbah dan propaganda anti Bani Ali memeperkuat Bani Umayyah. Kaum Syiah memperoleh simpati rakyat karena kecintaan mereka yang sepenuh hati terhadap keturunan Nabi.
4.      Muawiyah telah mengesampingkan prinsip Replublikanisme diganti dengan monrchi turun temurun. Prinsip Islam bahwa Kepala Negara harus dipilih oleh rakyat tidak dijalankan dengan demikin Bani Umayah kehilangan dukungan penuh dan kerjasama dari rakyat.
5.      Kekecewaan sejumlah besar orang yang prihatin akan keadaan keagamaan. Golongan ini mengaku ingin mencari keadilan bagi kaum mawali,yang mana konsep mawali tidak terdapat didalam Islam.

C.      Pelajaran Terpenting bagi Pengembangan Peradaban Islam Masa Kini dan Masa Depan
Pelajaran terpenting dari kajian ini bagi pengembangan peradaban Islam di Masa kini dan Masa sekarang yakni: bahwa pelajaran terpenting terdapat dari sisi mana kita akan memahami. Misalkan dari sisi strategi, Dinasti Umayyah sangat hebat didalam pertahanan militernya,oleh karenanya kekuatan militer sangatlah diperlukan oleh orang-orang Muslim hal tersebut perlu adanya karena dengan jiwa yang kuat maka kita akan menjadi muslim yang kuat. Didalam bidang sosial, dapat kita ambil pelajaran bagi peradaban Islam yakni keberadaan orang muslim dengan non-muslim itu sama, dalam artian kita saling menghargai dengan tidak menganggap remeh ataupun melecehkan agama lain. Contohnya kalau didalam makalah adanya pembedaan kelas masyarakat antara arab dan non-Arab dan contoh didalam kehidupan kita yakni dengan mengambil hikmah kejadian pelecehann agama Islam yang dialkukan oleh orang non-islam. Dalam bidang politik,kita bisa mengambil contoh ketika masa jayanya Umayyah dan keruntuhannya, dimasa jayanya kita bisa meniru dengan kinerja bagus yang dilakukan Muawiyyah dan di masa kehancurannya kita bisa mengambil pelajaran dari buruknya korupsi akan mengakibatkan kehancuran negeri.


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyyah yang menang diplomasi di Siffin dan juga sebagai akibat terbunuhnya Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Namun tidak hanya itu, ada dasar lain yang menjadikan daulah Bani Umaayyah itu lahir. Yakni dukungan yang kuat dari rakyat suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Mereka dengan kelompok bangsawan kaya makkah dari keturunan Bani Umayyah berada sepenuhnya di belakang Muawiyyah untuk mendukungnya. Dengan sumber kekuatan yang tiada habisnya baik itu kekuatan tenaga manusia ataupun kekayaan, dan juga negeri suriah yang terkenal makmur yang menyimpan sumber alam yang berlimpah tentunya sangat membantu Muawiyyah.
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.


Daftar Pustaka

Shaban, 1993, Sejarah Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta:Logos
Sunanto, Musyrifah. 2007, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Kencana
Watt, Montgomerry. 1990, Kejayaan Islam: Kajian kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
http://sinankwalisongo.wordpress.com/2011/12/11/sejarah-peradaban-islam-di-masa-bani-umayyah/
DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD

Sejarah Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad SAW

DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Nabi Saw mendapat berbagai macam perintah dalam firman Allah, yangartinya : “Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah” ( Al-Muddatstsiar : 1 - 7 ).
Sepintas lalu ini merupakan perintah-perintah yang sederhana dan remeh. Namun pada hakikatnya mempunyai tujuan yang jauh, berpengaruh sangat kuat dan nyata. Ayat-ayat ini sendiri mengandung materi-materi dakwah dan tabligh. Dan semua ayat ini menuntut tauhid yang jelas dari manusia, penyerahan urusan kepada Allah, meninggalkan kesenangan diri sendiri dan keridhaan manusia, untuk dipasrahkan kepada keridhaan Allah.
Sungguh ini merupakan perkataan yang besar dan menakutkan, yang membuat beliau melompat dari tempat tidurnya yang nyaman dirumah yang penuh kedamaian, lalu siap terjun ke kancah diantara arus dan gelombang kehidupan. Setelah beliau bangkit dari tempat tidurnya itu, dimulailah beban yang besar yang harus dilaksanakan beliau. Mulai saat itu, hingga ia wafat, ia tidak pernah istirahat dan diam. Tidak hidup untuk diri sendiri dan keluarga beliau. Beliau bangkit dan senantiasa bangkit untuk berdakwah kepada Allah, memanggul beban yang berat diatas pundaknya, tidak mengeluh dalam melaksanakan beban amanat yang besar di muka bumi ini, memikul beban kehidupan semua manusia, beban akidah, perjuangan dan jihad di berbagai medan. Kita bisa membagi masa dakwah Rasulullah SAW menjadi dua periode, yaitu :
·         Periode atau fase Mekkah,
·         Periode atau fase Madinah

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Makkah?
2.      Bagaimana sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Madinah?

C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk Mengetahui sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Makkah.
2.      Untuk Mengetahui sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Madinah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Keadaan Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Makkah.
1.      Dakwah Secara Diam-Diam
Setelah menerima wahyu kedua, Rasulullah menyadari tugas yang dibebankan pada dirinya. Maka mulailah secara diam-diam mengajak orang memeluk Islam., mula-mula kepada keluarga kemudian para sahabat dekat. Seorang demi seorang diajak agar mau meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa. Usaha yang dilakukan itu berhasil. Orang-orang yang mula-mula beriman adalah:
a)    Istri beliau sendiri, Khadijah
b)   Kalangan pemuda, Ali Ibn Abi Thalib dan Zaid Ibn Harits
c)    Dari kalangan budak, Bilal
d)   Orang tua/tokoh masyarakat, Abu Bakar Al-Shiddiq. (A Syalabi: 1983; 84)
Setelah Abu Bakar masuk islam, banyak orang-orang yang mengikuti untuk  masuk agama islam, seperti: Utsman Ibn Affan, Zubair Ibn Awwam, Talhah Ibn Ubaidillah, Fatimah Binti Khaththab, Arqam Ibn Abd. al-Arqam, dan lain-lain. Mereka itu mendapat bimbingan agama langsung dari Rasulullah sendiri. Sebagai pusat pembinaan waktu itu di rumah Arqam Ibn Abd. al-Arqam (Dar al-Arqam). (Ibn Hisyam 1, 1375; 245-262)[1]
2.      Dakwah Secara Terang-Terangan
 Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah yang bersifat rahasia, terhimpunlah pengikut Nabi sebanyak 30 orang. Dakwah di kala itu di laksanakan secara diam-daim. Setelah fase itu, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan, yaitu dengan turunnya ayat (Q.S Al Hijr15:94) yang Artinya: “ maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang di
perintahkan (kepada mu) dan berpalinglah dari orang-orang musrik” ( hasby as-syidiq,dkk 1977:992)
Ayat inilah yang memerintahkan pada Rasulullah untuk berdakwah secara terus
terang   dan terbuka. Rencana yang di lakukan, pertama di tunjukan kepada kerabat sendiri, kemudian seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan dakwah secara terangan ini menambah jumlah pengikut yang masuk islam. Hal ini tidak di senangi oleh orang-orang Quraisy apalagi secara tegas Rasullulah mencela ibadah mereka, dan mencerca berhala yang di puja, serta mengkritisi tradisi mereka yang sudah membudaya.[2]
Orang–orang sama  sekali tidak bisa membedakan antara kenabian, kepemimpinan, dan kekuasaan .mereka mengira bahwa agama baru yang di bawa oleh Nabi Muhammad akan merampas kekuasaan yang ada di tangan mereka. Karena islam menyamakan antara tuan dan budak, maka mereka tidak menerima realitas ini. Mereka mengingkari hari kebangkitan dimana kehidupan akan di kembalikan lagi kepada manusia dan akan di perhitungkan amal yang pernah mereka lakukan.
Mereka selalu melakukan tradisi yang di lakukan oleh para leluhurnya (taklib). Mereka mengatakan (sebagaimana yang Allah abadikan di dalam Al-Qur’an), “ cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” (Al- Maidah : 104)
Orang-orang Quraisy selalu mendukung orang-orang yang mengatakan bahwa Rasullah adalah seorang yang gila dan penyihir. Mereka akan selalu menghalangi orang-orang yang di dakwahi Rasullulah. Siksaan kepada orang-orang mukmin itu semakin keras dan kejam. Maka berkatalah Rasululah kepada mereka, “pergilah kalian ke negeri Habasyah karena disana ada seorang raja yang tidak ada seorangpun yang di dzolimi di sisisnya.” Maka, pergilah kaum muslimin ke Habasyah.[3]
Dengan meningkatnya aniaya Quraisy terhadap Nabi hijrahlah beliau ke Thaif, ke bani Tsaqif dengan pengharapan akan memperoleh pertolongan serta mendapat tambahan pengikut, akan tetapi kenyataan yang di terima sebaliknya Nabi di caci maki, di lempari batu oleh anak-anak, sampai badannya berlumur darah. Hijrah ke Thaif hanya mendapat satu orang hamba sahaya yang masuk islam, yaitu Addas.
Pengalaman Thaif tidak menyurutkan dakwah Nabi. Pada tahun kesebelas kerasulan, di waktu musim haji Nabi mengadakan kontak dakwah dengan jema’ah haji, tertariklah sekelompok orang Aus dan Khazraj, penduduk kota Yatsrib, untuk masuk islam. Pada tahun XI masuk tujuh orang, pada tahun XII masuk islam 12 orang, pada tahun berikutnya datang lagi 72 orang penduduk Yatsrib menyatakan masuk islam dan bersumpah setia akan membela serta melindungi Nabi. Penduduk Yatsrib yang sudah masuk islam itu, memohon kepada Nabi untuk pindah ke Yatsrib.[4]
B.     Keadaan Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Madinah.
1.      Rasulullah Membangun Masyarakat Baru
Setalah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan sebagai Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama , pembangunan Masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada masa Nabi juga berfungsi sebagai pussat pemerintahan. Dasar kedua , Ukhuwah Islamiah , persaudaraan sesama musllim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan Anshor. Ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah. Dasar ketiga , hubungan persahabatan sengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.[5]
b. Perjanjian Dengan Pihak Yahudi
Setelah islam sudah terpancang dibumi Madinah, dan islam juga sudah kokoh di negeri itu, maka Rasulullah mengatur hubungan dengan selain golongan muslim. Perhatian beliau saat itu terpusat untuk menciptakan keamanan, kebahagian dan kebaikan bagi semua manusia. Untuk itu beliau menerapkan undang-undang yang luwes dan penuh tenggang rasa, yang tidak pernah terbayangkan dalam kehidupan dunia yang selalu dibayangi fanatisme.
Tetangga yang paling dekat dengan orang muslim di Madinah adalah orang-orang Yahudi. Sekalipun memendam kebencian dan permusuhan terhadap orang-orang Muslim, namun mereka tidak berani menampakkannya. Rasulullah menawarkan perjanjian kepada mereka, yang intinya memberikan kebebasan menjalankan agama dan memutar kekayaan, dan tidak boleh saling menyerang atau memusuhi. Ada dua belas butir isi perjanjian itu, Diantaranya adalah :
Orang-orang Yahudi adalah satu umat dengan orang-orang Mukmin. Bagi orang Yahudi agama mereka dan bagi orang Mukmin agama mereka.
Orang-orang Yahudi dan Mukmin masing–masing harus menafkahkan kehidupan mereka.
Mereka harus saling bahu-membahu dalam menghadapi musuh yang hendak membatalkan perjanjian ini.
Mereka harus saling menasehati, berbuat baik dan tidak boleh berbuat jahat.
Perjanjian ini tidak boleh dilanggar kecuali memang dia orang yang zhalim dan jahat.
Dengan disahkannya perjanjian ini, maka Madinah dan sekitarnya seakan-akan merupakan satu negara yang makmur. Ibukota Madinah dan Presidennya, jika boleh disebut begitu, adalah Rasulullah SAW. Pelaksana pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang Muslim. Sehingga dengan begitu Madinah benar-benar menjadi ibukota bagi Islam.
c. Harta rampasan perang
Pada saat kafilah dagang kaum Musyrik Mekkah mengadakan perjalanan dagang dari Syam ke Mekkah. Hal ini diketahui orang-orang muslim. Ini merupakan kesempatan emas bagi pasukan Madinah untuk melancarkan pukulan yang telak terhadap orang-orang Musyrik. Pukulan dalam bidang politik, ekonomi dan militer.
Kafilah dagang itu sendiri membawa harta kekayaan penduduk Mekkah, yang jumlahnya sangat melimpah, yaitu sebanyak 1000 ekor unta, yang membawa harta benda milik mereka, yang nilainya tidak kurang dari 5000 dinar emas. Sementara yang mengawalnya tidak lebih dari empat puluh orang.
Harta rampasan perang ini didapat pada saat terjadinya perang Badar yang tak terhindarkan lagi pada saat orang nuslim Madinah hendak merampas harta kafilah dagang ini. Harta rampasan inilah modal kekayaan orang-orang muslim di Madinah. Harta rampasan ini dibagi-bagikan kepada penduduk Madinah. Dan pada saat ini pula turun ayat yang mewajibkan puasa dan membayar zakat. Sehingga orang-orang muslim yang miskin di Madinah dapat terbantu karena syari’ah yang ditetapkan Allah.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah menerima wahyu kedua, rasulullah menyadari tugas yang dibebankan pada dirinya. Maka mulailah secara diam-diam mengajak orang memeluk Islam., mula-mula kepada keluarga keudian para sahabat dekat. Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah yang bersifat rahasia, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi untuk berdakwah secara teang-teangan, yaitu dengan turunnya ayat (Q.S Al Hijr15:94) yang Artinya: “ maka sampaikanlah oleh mu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepada mu) dan berpalinglah dari orang-orang musrik”.
Setalah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan sebagai Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, Nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Subarman, Munir. 2008. Sejarah Peradaban Islam Klasik. Cirebon. Pengger Prass.
Al-Usairy, Ahmad. 2003. Sejarah Islam. Jakarta. Akbar Media Eka Sarana.
http://fikriyogi.wordpress.com/2011/07/28/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode-makkah-dan-madinah/
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-masa-nabi-muhammad-saw.html            


[1]Subarman, Munir. Sejarah peradaban islam klasik. Hal 30-31 [2]Subarman, munir.  Sejarah peradaban islam klasik. Hal 31
[3]Al-Usairy, ahmad. Sejarah islam. Hal 88-89
[4] Subarman, Munir. Sejarah islam klasik. Hal 33-34
[5]http://fikriyogi.wordpress.com/2011/07/28/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode-makkah-dan-madinah/
[6]http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-masa-nabi-muhammad-saw.html
DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites