DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH
TATA
PERGAULAN
A.
PENDAHULUAN
Bergaul dengan
orang banyak di tengah-tengah masyarakat mempunyai nilai keutamaan lebih
dibanding dengan hidup menyendiri menjauh dari mereka dengan syarat mengikuti
mereka dalam kegiatan-kegiatan keagamaan maupun sosial seperti menghadiri
shalat jum’ah, shalat berjamaah, majlis-majlis ta’lim, mengunjungi orang sakit,
mengantar jenazah (ta’ziyah), membantu meringankan beban sebagian anggota
masyarakat yang memerlukan, memberikan bimbingan kepada yang tidak tahu/tidak
mengerti atas suatu persoalan keagamaan maupun sosial serta mampu mengendalikan
diri dari mengikuti hal-hal yang tidak baik dan tabah serta sabar atas segala
gangguan yang mungkin timbul.
Begitulah yang
dapat kita lihat dari riwayat hidup Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabat
beliau yang mulia bahkan semua Nabi dan Rasul Allah senantiasa bergaul dan
bergumul secara integral dengan orang di dalam masyarakat dan ternyata cara ini
pula yang ditempuh oleh para ulama’ pewarisnya.
Pergaulan erat
kaitannya dengan sikap dan prilaku yang baik terhadap sesama manusia yang
setiap hari melakukan kegiatan komunikasi sosial. Pengetahuan tentang tata
pergaulan adalah salah satu hal yang penting diketahui untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, kepada sesama manusia umumnya.
Realitas sosial
menunjukkan bahwa hubungan antara sesama umat manusia saat ini sudah mulai
buruk dan cenderung kurang manusiawi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang tata
perlu untuk diketahui guna merakit kembali hubungan horizontal antar sesama
manusia dengan tujuan untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah yang lebih indah. Karena
dengan keadaan itulah kedamaian, keharmonisan, dan ketenangan hidup bersama
dapat dinikmati.
B.
MENYEBAR SALAM
Satu kebiasaan
yang ringan namun bisa jadi jarang diterapkan di tengah keluarga kita adalah
menyebarkan salam. Padahal banyak buah kebaikan yang bisa dipetik dari ucapan
yang mengandung muatan doa ini.
Salah satu hal
yang penting dalam kehidupan masyarakat muslim adalah menyebarkan salam. Karena
dengannya akan tumbuh rasa saling cinta di antara mereka, biarpun tidak saling
mengenal.
Betapa banyak
kita temui anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita untuk
menyebarkan salam. Sebagaimana disampaikan oleh Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟
قَالَ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا
اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ،
وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
“Hak seorang
muslim atas muslim yang lain ada enam.” Beliau pun ditanya, “Apa saja,
ya Rasulullah?” Jawab beliau, “Jika engkau bertemu dengannya, ucapkan
salam kepadanya. Jika dia memanggilmu, penuhi panggilannya. Jika dia meminta
nasihat kepadamu, berikan nasihat kepadanya. Jika dia bersin lalu memuji Allah,
doakanlah dia1. Jika dia sakit, jenguklah dia; dan jika dia meninggal,
iringkanlah jenazahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162)
Dinukilkan pula
oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلاَ
تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا
فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Dari Abu Hurairah
ra., Rasulullah saw bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian
beriman, dan tidak akan sempurna iman kalian hingga kalian saling mencintai.
Maukah aku tunjukkan kalian pada sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan
saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullahu menjelaskan, dalam hadits ini terdapat anjuran kuat untuk
menyebarkan salam dan menyampaikannya kepada seluruh kaum muslimin, baik yang
engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal. (Syarh Shahih Muslim, 2/35)
Beliau juga
menjelaskan bahwa ucapan salam merupakan pintu pertama kerukunan dan kunci
pembuka yang membawa rasa cinta. Dengan menyebarkan salam, semakin kokoh
kedekatan antara kaum muslimin, serta menampakkan syi’ar mereka yang berbeda
dengan para pemeluk agama lain. Di samping itu, di dalamnya juga terdapat
latihan bagi jiwa seseorang untuk senantiasa berendah diri dan mengagungkan
kehormatan kaum muslimin yang lainnya. (Syarh Shahih Muslim, 2/35)
C.
ADAB MEMBERI SALAM
Termasuk sunnah
bahwa seorang yang mengendarai mengucapkan salam kepada orang yang berjalan,
orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang sedang duduk, orang
yang sedikit kepada orang yang banyak, orang yang lebih kecil kepada orang yang
lebih besar. Seandainya dua orang yang sedang mengendarai mobil atau hewan atau
dua orang berjalan saling berjumpa, maka yang lebih utama adalah orang yang
lebih kecil mengawali salam, seandainya orang yang lebih besar memulai salam
maka dia mendapat pahala atas perbuatannya. Berdasarkan sabda Rasulullah dalam
riwayat Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى
اْلمَاشِي وَاْلمَاشِي عَلىَ اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلَكثِيْرِ" وفي
راية للبخار" "يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلىَ اْلكَبِيْرِ وَاْلمَارُ
عَلَى اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلكَثِيْرِ"
Dari Abu Hurairah
ra., Rasulullah saw bersabda: "Orang yang berkendaraan mengucapkan
salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan kepada orang yang duduk,
orang yang sedikit kepada orang yang banyak" Dalam riwayat lain
disebutkan: Orang yang kecil mengucapkan salam kepada orang yang lebih
besar, orang lewat / berjalan kepada orang yang duduk dan orang yang sedikit
kepada orang yang banyak".
Ibnu Hajar Al
Asqalani berkata: “Penunggang kendaraan dianjurkan untuk lebih dahulu
mengucapkan salam, agar ia terhindar dari kesombongan karena kendaraan yang ia
tunggangi. Dengan demikian ia dapat menjaga kerendahan hatinya.” (Fathul Bary
11/17).
D.
HARAMNYA BERDUAAN DENGAN
WANITA BUKAN MAHRAM
Islam melindungi
wanita dengan perlindungan terbaik, tak ada perlindungan terhadap wanita yang
lebih baik daripada perlindungan Islam. Seorang wanita mulia dengan kesucian
dan kehormatannya, bila hal ini lenyap dari seorang wanita, maka ia tak lebih
dari komoditi murahan yang diobral oleh para pemburu kenikmatan sesaat.
Karena wanita
dilindungi, maka janganlah seorang wanita merusak perlindungan ini dengan
berkhalwat atau berdua-duaan dengan laki-laki tanpa ada mahram, hal ini
merupakan lahan subur bagi perbuatan dosa yang merobek perlindungan terhadap wanita,
bagaimana tidak sementara pihak ketiganya adalah setan plus kesempatan dan
peluang terbuka sedemikian lebarnya, mana tahan? Wajar bahkan harus jika Islam
mengharamkan khalwat ini.
Hadits Nabi saw
dari Ibnu Abbas ra:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه ِوَسَلَمَ :
"لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ".
متفق عليه.
Dari Ibnu Abbas
radiyallahu anhuma, ia berkata : Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, "Janganlah
kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya". (HR.Bukhari
dan Muslim)
Dan khalwat
paling berbahaya adalah khalwat antara kerabat suami dengan istri, karena
masyarakat cenderung longgar dalam hal ini, “Ah, masih saudara, masih
kerabatnya.” Demikian sebagian orang berkilah, namun tidak dengan Rasulullah
shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau menyatakan bahwa hal itu adalah kematian.
Dalam hadits Rasulullah saw bersabda:
عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عنهُ، أَنَّ رَسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ
الأَنْصَارِ : أَفَرَأَيْتَ الحَمْوَ ؟ قَالَ : الحَمْوُ المَوْتُ .
Dari Uqbah bin
Amir bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah masuk
kepada para wanita.” Lalu seorang laki-laki berkata, “Bagaimana dengan ipar?”
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “ipar adalah kematian.”
(Muttafaq alaihi).
Al-hamwu adalah
keluarga dekat suami, seperti saudara laki-lakinya, pamannya dari pihak bapak,
dan pamannya dari pihak ibu. Mereka semua adalah al-Hamwu. Adapun ayah suami
dan anknya maka mereka semua adalah mahram. Ini adalah bentuk larangan yang
paling keras. Maksudnya, sebagaimana manusia menghindari kematian maka
hendaknya ia menghindari agar kerabatnya tidak datang mengunjungi istrinya dan
keluarganya tanpa adanya mahram. Ini menunjukkan larangan keras. Masuknya
kerabat suami untuk menemui istrinya lebih berbahaya dibandingkan dengan
kedatangan laki-laki asing. Karena mereka datang sebagai keluarga dekat
sehingga tidak ada yang dapat melarangnya. Jika mereka berdiri mengetuk pintu
maka tidak ada yang dapat mencegahnya.
Karena itulah, haram bagi manusia untuk memberikan kesempatan kepada saudara
laki-lakinya untuk berduaan dengan istrinya. Sebagian orang menganggap enteng
masalah ini. Istrinya berada bersamanya, sedang saudara laki-lakinya yang telah
balig tinggal bersamanya. Ketika ia berangkat kerja, ia meninggalkan istri dan
saudara laki-lakinya berduan di rumah. Ini adalah tindakan haram dan tidak
dibenarkan. Karena setan berjalan di sekujur tubuh manusia seperti halnya
peredaran darah ke seluruh anggota tubuh. Lalu bagaimana penyelesaiannya jika
rumah yang dimiliki hanya satu ?. Harus ada pintu antara tempat laki-laki dan
tempat perempuan. Pintu tersebut ditutup rapat dan kuncinya dibawah bersamanya.
Kemudian ia mengatakan kepada saudaranya, "Ini adalah tempatmu" dan
mengatakan kepada istrinya, "Ini tempatmu". Tidak boleh pintu
dibiarkan terbuka, kerena bisa saja ia masuk ke tempat istrinya, lalu ia digoda
oleh syetan hingga ia menikmatinya. Atau bisa saja ia menggodanya hingga
istrinya terlena sehingga ia menganggap seperti istrinya sendiri, keluar masuk tanpa
peduli keadaan.
Karena wanita
dilindungi, maka janganlah merusak perlindungan ini dengan membuang jilbab dan
hijab, di samping kudu bersikap sopan dengan tidak bertindak dan berperilaku
layaknya wanita obralan demi mengundang laki-laki berhasrat kepadanya. Jangan
sampai seorang muslimah termasuk kedalam salah satu dari dua golongan manusia
yang belum dilihat oleh Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, karena mereka
memang belum ada pada masa beliau, akan tetapi di masa kita ini mereka menjamur
dan merata. Naudzubillah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ash Shidqi, Teuku
Muhammad Hasby, Mutiara Hadits 6, Semarang ;PT Pustaka Rizqi Putra,
2003.
Bukhari. Shahih
Bukhari
Hasyim, Husaini A.
Majid, Riyadhus Shalihin, Surabaya; PT Bina Ilmu,1993
Moh. Rifa’i, Akhlak
Seorang Muslim, Semarang; Wicaksana, 1993
Muslim. Shahih
Muslim
Nawawy, Imam, Riadhus
Sholihin imam Nawawy,Jakarta:
pustaka Armani, 1999
Ritonga,
H. A. Rahman. 2005. Akhlak Merakit
Hubungan Dengan Sesama Manusia. Bukittinggi: Amelia Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar