BAB I
PENDAHULUAN
Istilah bimbingan dan konseling sudah sangat populer dewasa ini, dan bahkan sangat penting peranannya dalam sistem pendidikan. Ini semuanya terbukti karena bimbingan dan konseling dalam kurikulum dan merupakan ciri khas dari kurikulum SLTP dan SMU di seluruh Indonesia.
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya. Pendidikan merupakan usaha sadar yang brtujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan keterampilan, tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun membantu.” Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.[1]
Definisi bimbingan yang pertama dikemukakan dalam Year’s Book of Education 1955, yang menyatakan.[2]:
Guidance is a process of helping individual through their own effort to discover and develop their potentialities both for personal happiness and social usefulness
Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan social.
2. Pengertian Konseling
Istilah konseling berasal dari bahasa Inggris “ to counsel” yang secara etimologis berarti “to give advice” (Hornby: 1958:246), atau memberi saran dan nasehat.[3]
Rochman Natawidjaja mendefinisikan, konseling merupakan suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klein) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. (Rohman Nata widjaja, 1987:32).[4]
B. Tujuan Bimbingan Konseling
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari bimbingan dan koseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional (UUSPN) ytahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994:5).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karier. Bimbingan kepribadian sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan tugas perkembangan pribadi sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung jawab.[5]
Tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa[6], diantaranya yaitu:
a. Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
b. Mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan social.
c. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi.
e. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perancanaan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
f. Megatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah social-emosional di sekolah yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas.
C. Fungsi Bimbingan
Ada 7 fungsi bimbingan[7], yaitu:
1. Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, individu diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyusuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Preventif, yaiut upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidaki dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun tekhnik yang digunakan adalah layanan oreintasi, inormasi dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu di informasikan kepada para siswa dalam mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya: bahayanya minimum keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel sekolah lainnya bekerjasama merumuskan dan melaksanakan program bimbingnan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tekhnik yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Perbaikan atau penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Tekhnik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir dan jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerjasama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Adaptasi, yaitu fungsi yang membantu pelaksanaan pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan dan kebutuhan individu (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai individu. Pembimbing dapat membantu para guru atau dosen dalam memperlakuikan individu secara tepat, baik dalam memilih materi dan menyusun materi perkuliahan, memilih metode dan proses perkuliahan, maupun mengadaftasikan bahan perkuliahan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan individu.
7. Penyusuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan kostruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah atau norma agama.
D. Prisip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Rumusan prinsip-prisip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan. Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang diramu dari sejumlah sumber (Bernard dan Fullmer, 1969 1979; Crow & Crow, 1960; Miller & Fruehling, 1979).[8]
1. Prisip-Prinsip Berkenaan dengan Sarana Pelayanan
a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik; oleh karena bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung factor-faktor yang secara potesial mengarah kapada sikap dan pola-pola prilaku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.
e. Meskipun individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja ataupun orang dewasa.
2. Prinsif-Prinsif Berkenaan dengan Masalah Individu
a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya kepada hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu tehadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkngan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah-satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.
3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari peruses pendidikan dan pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara mengeluruh.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselanggarakan secara berkesinambungan kepeda anak-anak sampai orang dewasa; di sekolah misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penelitian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manpaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuain antara program yang direncanakan dan pelaksanaanya.
4. Prinsip-Pprinsip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setap individu; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.
b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah atas kemauan kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh (dan kalau perlu dialih tangankan) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.
d. Bimbingan dan koseling adalah pekerjaan professional; oleh karena itu dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.
e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu bekerjasama antara konselor dengan guru dan orang tua amat diperlukan.
f. Guru dan konselorberada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena itu keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu/siswa.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program dan penelitian terhadap idividu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penelitian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrument yang benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai ciri keperibadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan dipergunakan sesuai dengan keperluan.
h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan lingkungannya.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya di letakan di pundak seseorang pemimpin program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerjsama dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling.
j. Penelitian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani), dan perubahan tingkah laku mereka yang pernah dilayani.
E. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
Dalam proses pembelajaran siswa, setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh hasil belajar yang baik dan memuaskan. Harapan tersebut sering kali kandas dan tidak bisa terwujud, sering mengalami berbagai macam kesiltan dalam belajar. Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui dalam berbagai jenis gejalanya seperti dikemukakan Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut:[9]
1. Hasil belajarnya rendah, dibawah rata-rata kelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3. Menunjukan sikap yang kurang wajar: suka menetang, dusta, tidak mau menyelesaikan tugas-tugas, dan sebagainya.
4. Menunjukan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan sebagainya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa dia mempunyai masalah tetapi tidak tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak mengerti kepada siapa dia meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya itu. Apabila masalahnya itu belum teratasi, mereka mungkin tidak dapat belajar dengan baik, karena konsentrasinya akan tertanggu.
Dalam kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, maka bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam: (1) bimbingan belajar, (2) bimbingan sosial, (3) bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun membantu
Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Dan istilah konseling berasal dari bahasa Inggris “ to counsel” yang secara etimologis berarti “to give advice” (Hornby: 1958:246), atau memberi saran dan nasehat.
Konseling merupakan suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klein) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Dan tujuan bimbingan konseling adalah untuk menciptakan kepribadian sosial yang taqwa, mandiri dan bertanggung jawab.
Fungsi bimbingan konseling adalah:
a. Pemahaman
b. Preventif
c. Pengembangan
d. Perbaikan
e. Penyaluran
f. Adaptasi
g. Penyesuaian
Prinsip bimbingan konseling adalah:
a. Berkenaan dengan sasaran pelayanan
b. Berkenaan dengan masalah individu
c. Berkenaan dengan pelaksanaan layanan
d. Berkenaan dengan program pelayanan
DAFTAR PUSTAKA
● Sukardi, Dewa Ketut. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta, 2000.
● Hallen. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Penerbit Ciputat Pers, 2000.
● Soetjipto dan Kosasi, Rafles. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
● Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005.
● Prayitno dan Amti, Erman. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2004.
[1] Hallen, Bimbingan dan konseling, Jakarta: 2000. h. 3.
[2] Ibid., h. 4.
[3] Ibid., h. 9.
[4] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bmbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: 2000. h. 21.
[5] Ibid., h. 28-29.
[6] Soejipto dan Rafles Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: 2007, h. 65.
[7] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan dan Bimbingan Konseling, Bandung: 2005, h. 16-17.
[8] Prayitno dan Erman Amsi, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, Jakarta: 2004, h. 218-223.
[9] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: 2007, h. 67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar