DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH
PENDAHULUAN
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat
keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan
jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang
dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang
dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung
menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan
aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar
dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran
Induktif..
Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan
induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah.
Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta
empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori
sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita
sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling
mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan
metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
BAB II
PEMBAHASAN
Sesuai
dengan titik pangkal dalam proses pemikiran, kita dapat membedakan dua jalan
atau pola dasar,[1]
yaitu:
-
Induksi: proses pemikiran di
dalam akal kita dari pengetahuan tentang
kejadian-kejadian/peristiwa-peristiwa/hal-hal yang lebih konkret dan ‘khusus’
untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘umum’.
-
Deduksi: proses pemikiran di
dalamnya akal kita dari pengetahuan yang lebih ‘umum’ untuk menyimpulkan
pengetahuan yang lebih ‘khusus’.
Pengetahuan yang
lebih umum
INDUKSI
|
DEDUKSI
|
Kenyataan
Pengetahuan yang lebih
konkret dan khusus
A.
Argumen Deduktif
Logika
telah berperan dalam pembentukan suatu argumen atau pernyataan sebagai hasil
pemikiran atau penalaran yang logis.[2] Telah
diketahui pula bahwa setiap argumen terdiri atas dua buah premis atau lebih
yang memberikan bukti-bukti dan sebuah kesmpulan yang diperoleh dari
premis-premis tersebut. Bentuk argumen seperti ini disebut silogisme. Mari kita
simak contoh berikut ini.
Semua
binatang akan mati. (premis 1)
Kucingku
adalah binatang. (premis 2)
Karenanya
kucingku akan mati. (kesimpulan)
Premis (1)
menyatakan bahwa, semua binatang akan mati. Pernyataan ini telah terbukti
dengan nyata. Tak ada orang yang dapat mengingkari pernyataan tersebut. Artinya
premis (1) adalah pernyataan yang merupakan sebuah bukti yang benar. Demikian
pula dengan premis (2), juga merupakan pernyataan yang benar, sebab kucing
digolongkan dalam kelompok binatang. Penggolongan ini telah diterima oleh semua
orang, jadi merupakan suatu hal yang dibenarkan. Dari kedua premis tadi dapat
diambil kesimpulan bahwa kucingku pada suatu saat akan mati.
Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.[3] Metode
ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Deduktif
diawali oleh sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian
dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi
awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi
dari asumsi atau pernyataan awal.[4]
Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berfikir yang dinamakan
silogisme.[5] Silogisme
disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Penarikan kesimpulan
seperti ini disebut dengan penarikan kesimpulan yang sah, sahih, valid, absah,
atau correct.[6]
Setiap argumen di mana kebenaran dari premis-premisnya tidak memungkinkan bagi
kesimpulannya untuk salah disebut dengan argumen yang sah atau valid.
Arti
deduksi (deducction) menurut Ensiklopedi Indonesia yaitu : cara berfikir yang mulai dari pokok permulaan, menguraikan semua hal
yang terkandung, atau mungkin dapat disusun atas dasar tersebut, sedemikian
rupa sehingga dalam seluruh perjalanan pemikiran tidak terdapat soal yang
bertentangan atau tidak serasi. Dalam Encyclopedia
Americana, Deduction dinyatakan
sebagai: demmistrative inference, reasoning from a more inclusive, or general,
proposition (conclusion) contained in or subsumable under the former.
Konstruksi penalaran disebut
silogisme. Silogisme berfungsi sebagai proses pembuktian benar-salahnya suatu
pendapat, tesis, atau hipotesis tentang masalah tertentu.[7]
Silogisme
dalam contoh merupakan suatu argumen deduktif, karena melibatkan bukti-bukti
yang mengandung kesimpulan atau pembuktian. Pernyataan-pernyataan dalam argumen
tersebut bermula dari yang bersifat umum menuju kesimpulan yang merrupakan
pernyataan yang besifat lebih khusus atau kurang umum.
Sekarang,
marilah kita tinjau beberapa jenis argumen deduktif. Argumen pada contoh tadi
dapat kita ganti dengan bentuk yang sama sebagai berikut.
Semua B
adalah C (premis 1)
A adalah B (premis
2)
Karenanya A
adalah C (kesimpulan)
Argumen
yang terdapat pada contoh tadi merupakan argumen yang sahih dan memiliki bentuk
yang sahih pula. Kita dapat mengatakan bahwa tidak ada argumen deduktif yang
memiliki bentuk yang sahih, akan memiliki premis yang benar tetapi mempunyai
kesimpulan yang salah.
Silogisme
pada contoh tadi terdiri atas tiga bagian, yaitu premis 1 yang biasa disebut
premis mayor, premis 2 yang disebut premis minor dan kesimpulan. Premis-premis
tersebut merupakan pernyataan yang dapat menerima atau menolak bahwa sesuatu
itu benar atau tidak benar.
Pada
dasarnya silogisme terdapat dalam dua bentuk, yaitu silogisme kategorik dan
silogisme hipotetik. Silogosme kategorik adalah silogisme yang semua
proporsinya merupakan proporsi kategorik.[8]
Proporsi
adalah suatu penuturan (assertion) yang utuh, juga dapat didefinisikan ungkapan
keputusan dalam kata-kata, atau juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.[9] Proporsi
sebagai dasar kita mengambil kesimpulan bukanlah proporsi yang dapat kita
nyatakan dalam bentuk oposisi, melainkan proporsi yang mempunyai hubungan
independen. Bukan sembarang hubungan independen, melainkan mempunyai term
persamaan.[10]
Untuk memperjelas uraian tentang silogis katagorik ini, marilah kita tinjau
lagi argumen pada contoh tadi.
Semua
binatang akan mati. (premis 1)
Kucingku
adalah binatang. (premis 2)
Karenanya
kucingku akan mati. (kesimpulan)
Dalam
rangka mengemukakan pendapat atau kesimpulan, kita perlu membuat analisis
terlebih dahulu tentang kalimat yang kita gunakan sebagai pernyataan pendapat
dan kesimpulan tadi. Tentu saja pernyataan yang kita buat ini harus merupakan
suatu pernyataan yang benar. Suatu kalimat lengkap paling sedikit terdiri atas
subjek (S) dan predikat (P). Kalimat kucingku akan mati terdiri atas kata kucingku sebagai subjek (S) dan akan mati sebagai predikat (P). Apabila
kita perhatikan, kata mati terdapat
pada premis mayor, sedangkan kucingku terdapat
pada premis minor. Kata binatang yang
terdapat pada kedua premis tersebut merupakan kata yang dapat menunjukkan
adanya hubungan antara subjek dan predikat sehingga kesimpulan yang diperoleh
itu benar karena didukung oleh kedua premis yang benar pula. Pospoprodjo (1985)
menamakan kata yang menghubungkan antara S dan P itu term penengah. Term adalah
bagian dari satu kalimat yang berfungsi sebagai S atau P. Kita lihat pula bahwa
term penengah itu hanya terdapat pada premis-premis, tetapi tidak terdapat pada
kesimpulan. Jadi, fungsi term penengah adalah untuk menunjukkan alasan mengapa
S dan P dipersatukan dalam kesimpulan.
Dalam percakapan sehari-hari atau dalam rapat
serta diskusi sering kali kita harus mengemukakan suatu pernyataan yang kita
inginkan diterima oleh semua pihak. Dalam hal inilah pentingnya perana
silogisme kategorik yang dilandasi oleh logika yang menjadi pedoman untuk
menyatakan pikiran kita secara tertib dan teratur. Apabila kita ingin
mengemukakan bahwa para koruptor harus dihukum, perlu kita cari term penengah
yang akan kita gunakan dalam silogisme kategorik ini. Perhatikan rumusan
argumen berikut.
Semua
penjahat harus dihukum. (premis 1)
Koruptor
adalah penjahat. (premis 2)
Koruptor
harus dihukum. (kesimpulan)
Rumusan
tersebut diatas ini menunjukkan titik pangkal pemikiran serta jalan pemikiran
yang ada di dalam argumen tersebut. Jadi untuk merumuskan suatu silogisme
kategorik, kita rumuskan dahulu kesimpulan yang akan kita kemukakan, kemudian
kita cari alasannya yang dalam hal ini menjadi term penengah. Setelah itu
disusun silogisme, yaitu kesimpulan yang mengandung S dan P, kemudian kita
susun premis minor yang mengandung S dan M (term penengah), dan akhirnya kita
susun premis mayor yang terdiri atas M dan P. Premis mayor ini merupakan titik
pangkal pemikiran. Dalam contoh di atas yang menjadi term penengah adalah kata penjahat.
Silogisme
kategorik tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut.
Bentuk 1
M --------------------------- P
S ---------------------------- M
S P
Silogisme
yang dicontohkan pada awal Kegiatan Belajar 1, yaitu:
Semua intan dapat menggores gelas. (premis
mayor)
Baru permata pada cincin Lina tidak dapat menggores gelas. (presmis minor)
Batu permata pada cincin Lina bukan intan. (kesimpulan)
Dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bentuk 2
M
--------------------------- P
S
------------------------------------------------------------ M
S
---------------------------- P
Bentuk silogisme yang lain ialah silogisme hipotetik. Silogisme hipotetik
adalah argumen yang premis mayornya berupa proporsi hipotetik, sedangkan premis
mayornya adalah proporsi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term
antecedent atau term kosekuen premis mayornya.[11] Salah
satu di antaranya ialah silogisme kondisional atau silogisme bersyarat, yaitu
silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional.[12]
Perhatikan silogisme kondisional pada contoh berikut ini.
Apabila turun hujan, jalan-jalan basah. (premis
mayor)
Sekarang turun hujan. (premis
minor)
Jadi jalan-jalan basah. (kesimpulan)
Setelah menyimak argumen tersebut, kita melihat bahwa premis mayornya
berupa keputusan kondisional, artinya keputusan yeng mengandung suatu syarat.
Premis mayor itu terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa kalimat: Apabila turun hujan dan bagian kedua jalan-jalan basah. Bagian kedua itu
benar, jika syarat pada bagian pertama dipenuhi. Keputusan bersyarat itu
sendiri dinyatakan benar jika hubungan bersyarat di dalamnya itu benar. Kalimat
berikut menunjukkan hubungan bersyarat yang tidak benar, jika keputusan
kondisionalnya salah.
Kalau kamu minum air, kamu akan
merasa haus.
Deduksi berpangkal dari suatu pendapat umum berupa teori, hukum, atau
kaedah dalam menyusun suatu penjelasan tentang suatu kejadian khusus, atau
dalam menarik kesimpulan. Penelitian yang semata-mata didasarkan hanya dengan
penalaran deduksitidak dapat membawa kita ke pembentukan teori baru.[13]
Bagian keputusan yang mengandung syarat disebut antesedens, sedangkan
bagian yang mengandung apa yang dikondisikan disebut konsekuens. Kita tentu
mengetahui bahwa dalam hal ini premis mayor menyatakan suatu syarat yang
menjadi gantungan benar tidaknya konsikuens, sedangkan premis minor menyatakan
dipenuhinya syarat itu. Dengan demikian maka kesimpulan menyatakan benarnya
konsikuens.
B.
Argumen Induktif
Mungkin kita pernah mendengar seorang ayah mengatakan kepada anaknya,
“Jangan bermain air kotor, nanti kulitmu gatal”. Si ayah mengatakan demikian
karena ia pernah beberapa kali kena air kotor, lalu kulitnya terasa gatal atau
ia pernah diberitahu oleh seorang dokter bahwa air kotor itu dapat menyebabkan
kulit menjadi gatal. Pernyataan seorang ayah tadi mengandung arti bahwa ia
menganggap “semua air kotor menyebabkan kulit gatal”. Ini adalah pernyataan
yang bersifat umum yang berasal dari sejumlah pengalaman yang bersifat khusus.
Si ayah mengalami kulit gatal karena terkena air kotor di beberapa daerah.
Pernyataan tersebut merupakan suatu bentuk penalaran yang disebut induksi, yang
menyimpulkan suatu pernyataan umum dari sejumlah pernyataan khusus. Kesimpulan
yang berupa generalisasi ini hanya didukung oleh beberapa pengalaman si ayah.
Dengan demikian kebenarannya belum dapat dipastikan atau dapat dikatakan bahwa
pernyataan si ayah tersebut mungkin benar.
Perhatikan contoh berikut ini.
Seorang
ahli kimia melakukan eksperimen berpuluh-puluh kali tentang pengaruh kadar gas
karbon monoksida terhadap kesehatan. Ia menyimpulkan bahwa gas tersebut
berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengurangi kemampuan darah mengikat
oksigen dari udara. Kesimpulan yang dibuatnya merupakan generalisasi induktif
yang derajat kebenarannya lebih tinggi daripada kesimpulan yang dibuat oleh
seorang ayah pada contoh terdahulu.
Dari
contoh-contoh sederhana di atas dapat kita lihat bahwa argumen induktif berbeda
dengan argumen deduktif. Pada argumen deduktif kita marik kesimpulan
berdasarkan apa yang tersedia dalam kedua premis, sedangkan pada argumen
induktif kita berangkat dari beberapa contoh atau kasus yang dalam banyak hal
belum teruji kebenarannya serta membuat generelasi yang berupa kesimpulan yang
belum pasti. Jadi, dalam hal argumen induktif kita hanya bicara tentang
probabilitas atau kemungkinan. Eksperimen yang dilakukan berkali-kali oleh
seorang ilmuwan akan menghasilkan generalisasi induktif yang memiliki tingkat
probabilitas yang tinggi, artinya mendekati kebenaran.
Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.[14] Pemikiran
ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khusus lainnya yang
semacam, dan menyimpulkan bahwasanya apa yang benar pada yang satu juga benar
pada yang lain.[15]
Bahaya yang
melekat pada jalan pikiran induksi ialah bahwa kita terlalu cepat menarik suatu
kesimpulan umum (tanpa memperhatikan apakah cukup memiliki dasar untuk itu),
atau menganggap sudah pasti sesuatu yang sama sekali belum pasti.[16]
Penalaran
induktif mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu. Pada dasarnya ilmu
berkembang dengan bertambahnya penemuan-penemuan atau timbulnya teori-teori dan
hukum-hukum yang baru. Teori serta hukum dalam ilmu terbentuk dari hasil
pemikiran atau eksperimen yang telah teruji derajat kebenarannya pada kurun
waktu tertentu. Apabila pada kurun waktu tertentu timbul teori atau hukum baru
sebagai hasil generalisasi induktif yang teruji serta didukung oleh bukti-bukti
baru maka teori atau hukum yang lama dapat ditinggalkan atau tidak diakui lagi
kebenarannya.
Sebaliknya, pengambilan kesimpulan secara
induktif yang kurang didukung oleh data yang akurat atau sampel yang diambil
kurang refresentatif akan mengakibatkan kesalahan. Misalnya, hasil eksperimen
tentang khasiat obat yang diujikan pada binatang belum dapat dijadikan
kesimpulan yang sama bagi manusia. Untuk memperoleh validitas hasil eksperimen
tersebut bagi manusia, perlu dilakukan eksperimen tentang khasiat obat tersebut
terhadap manusia dalam rangka suatu penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan
dari segi ilmiahnya.
Bagi
ilmuwan, hasil penelitian secara ilmiah sebagai suatu proses menalar secara
induktif merupakan keyakinan individual yang akan senantiasa dipertahankan.
Namun demikian, penyebaran informasi mengenai hasil suatu penelitian ilmiah
bagi konsumsi masyarakat awam, perlu memperhatikan tingkat pendidikan,
keyakinan, budaya serta nilai-nilai dalam masyarakat tersebut. Hal ini perlu
diperhatikan agar tidak terjadi kekeliruan persepsi atau penolakan oleh
masyarakat, yang dapat berakibat adanya kesalahan yang dialami oleh sebagian
warga masyarakat tertentu. Adakalanya masyarakat sangat percaya pada otoritas
seseorang dalam bidang ilmu tertentu. Pernyataan Prof. Soemitro mengenai
kebocoran penggunaan pinjaman dari luar negeri sebesar 30%, telah dianggap
sebagai kesimpulan induktif yang derajat probabilitasnya tinggi oleh masyarakat
karena otoritas beliau di bidang ilmu ekonomi sangat besar.
Proses
penalaran induktif dapat kita laksanakan melalui teknik-teknik, generalisasi,
analogi, hubungan kausal, hipotesis dan kausal.
Generalisasi
sebagai teknik mula-mula yang kita bicarakan adalah proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat
seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.[17] Dengan
begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Perlu kita
ingat kembali bahwa tingkat probabilitas generalisasi induktif tergantung pada
kualitas hal-hal khusus yang mendukungnya. Namun demikian, perlu pula dipahami
bahwageneralisasi yang telah dihasilkan mungkin hanya berlaku untuk kurun waktu
tertentu karena kondisinya telah berubah. Perkembangan teknologi mempunyai
peranan penting dalam menciptakan perubahan kondisi tersebut. Misalnya,
perkembangan dalam bidang teknologi computer telah mampu menghasilkan alat
laboratorium yang memiliki tingkat reabilitas serta kecermatan yang tinggi
sehingga dapat menghasilkan bukti-bukti baru yang lebih berkualitas. Dengan
demikian, hal itu memungkinkan timbulnya generalisasi baru yang lebih tinggi
tingkat probabilitasnya.
BAB III
KESIMPULAN
Argumen deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Deduktif
diawali oleh sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian
dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi
awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi
dari asumsi atau pernyataan awal. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
menggunakan pola berfikir yang dinamakan silogisme.
Pada
dasarnya silogisme terdapat dalam dua bentuk, yaitu silogisme kategorik dan
silogisme hipotetik. Silogosme kategorik adalah silogisme yang semua
proporsinya merupakan proporsi kategorik.Silogisme hipotetik adalah argumen
yang premis mayornya berupa proporsi hipotetik, sedangkan premis mayornya
adalah proporsi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau
term kosekuen premis mayornya.
Proporsi
adalah suatu penuturan (assertion) yang utuh, juga dapat didefinisikan ungkapan
keputusan dalam kata-kata, atau juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.
Argumen
induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Argumen induktif mempunyai peranan penting dalam
perkembangan ilmu. Pada dasarnya ilmu berkembang dengan bertambahnya
penemuan-penemuan atau timbulnya teori-teori dan hukum-hukum yang baru.
Generalisasi
sebagai teknik mula-mula yang kita bicarakan adalah proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat
seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan
begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Bahaya yang
melekat pada jalan pikiran induksi ialah bahwa kita terlalu cepat menarik suatu
kesimpulan umum (tanpa memperhatikan apakah cukup memiliki dasar untuk itu), atau
menganggap sudah pasti sesuatu yang sama sekali belum pasti.
DAFTAR
PUSTAKA
Akin, Hasriadi M. Berfikir Nalar. http://blog.unila.ac.id/pdih/files/2009/08/berfikir-nalar-prof-dr-hasriadi-m-akin.pdf
Haqiqie. Deduksi
(Berfikir Deduktif). http://haqiqie.wordpress.com/2007/03/11/deduksi-berfikir-deduktif/.
11/03/2007
Mundiri. Logika. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1998
Poedjiadi, Anna, Suwarma. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas
Terbuka. 2008
Pospoprodjo W. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berfikir Tertib, Logis, Kritis,
Analitis, Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika. 1999
____________. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka
Grafika. 1999
Santoso. Penalaran Deduktif dan Induktif. http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html
Shadiq, Fadjar. Deduksi atau Penalaran Deduktif : Kelebihan dan
Kekurangannya, http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-deduksi_limas_.pdf.
07/06/2008
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2003
FOOTNOTE
[1]W.
Pospoprodjo, Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar
Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, (Bandung: Pustaka
grafika, 1999), hal. 22
[2]Anna
Poedjiadi dan Suwarma, Filsafat Ilmu, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008), Hal. 4.10
[3]Santoso,
Penalaran Deduktif dan Induktif, http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html
[5]Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), Hal. 49
[6]Fadjar
Shadiq, Deduksi atau Penalaran Deduktif :
Kelebihan dan Kekurangannya, http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-deduksi_limas_.pdf,
07/06/2008. Hal. 5
[7]Hasriadi
M. Akin, Berfikir Nalar, http://blog.unila.ac.id/pdih/files/2009/08/berfikir-nalar-prof-dr-hasriadi-m-akin.pdf,
hal.16
[8]Mundiri, Logika, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1998), Hal. 86
[9]W.
Pospoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar
Dialektika dan Ilmu, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), Hal. 170
[10]Mundiri,
Loc. Cit., Hal. 85-86
[11]Ibid.. Hal 111
[12]Anna
Poedjiadi dan Suwarma, Op. Cit., Hal.
4.13
[13]
Hasriadi M. Akin, Op. Cit., hal.14
[14]Jujun S.
Suriasumantri, Op. Cit., Hal. 48
[15]W.
Pospoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar
Dialektika dan Ilmu, Op. Cit., Hal. 242
[16]W.
Pospoprodjo, Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar
Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, Op. Cit. Hal. 24
Mantab sangat komplit
BalasHapusGame Android
Informasi Terbaru
Nah mantab sekali infonya
BalasHapusPengertian Contoh Argumen Deduktif – Belajar Bahasa Indonesia
Togel merupakan game yang menjadi primadona di semua kalangan untuk saat ini. Dengan modal yang sangat kecil dan hadiah JACKPOT yang di berikan oleh MADAM TOGEL yang sangat besar menjadikan game togel hobi yang sangat bermanfaat bagi Anda yang sedang membutuhkan uang di masam pandemi saat ini.
BalasHapusUntuk meraih JACKPOT yang sangat besar maka dibutuhkan keahlian dalam menentukan angka-angka yang akan dipasang agar menjadi angka yang tepat dengan hasil result yang keluar. Dalam menentukan Angka kali ini https://165.22.110.99/ sudah menyiapkan PREDIKSI MADAM TOGEL untuk menjadi referensi Anda dalam melakukan bettingan.
Untuk pasaran yang cukup banyak digemari dan hasil result nya pada pukul 13.50, yaitu pasaran togel sydney. Anda semua bisa melihat di PREDIKSI TOGEL SYDNEY sebagai referensi.
Pasaran yang banyak digemari pecinta togel kedua yaitu pasaran Singapore. Nah, untuk pasaran Singapore kita juga sudah siapkan PREDIKSI SINGAPORE dimana prediksi tersebut sudah dirancang oleh ahli togel dengan rumus-rumus yang hanya ahlinya yang tau^^.
Sementara itu, pasaran togel Hongkong merupakan pasaran yang sangat ramai saat ini. Untuk memudahkan semua dalam mencapai JACKPOT dalam Togel Hongkong kita juga sudah menyiapkan prediksi yang sangat jitu dan sudah banyak diuji banyak player untuk mencapai jackpot. Jangan khawatir karena PREDIKSI HONGKONG ini berasal dari player-player yang berasal dari Hongkong langsung yang sudah dipastikan tidak asing lagi dalam dunia toto^^