Pages

Kamis, 16 April 2015

Filsafat dan Filsafat Ilmu (Konseptualisasi dan identifikasi )*


I.   PENGANTAR
Filsafat seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk semang dari ilmu-ilmu[1]. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai.  Filsafat telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena kemanusiaan.[2] Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya  sendiri-sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan patokan-patokan serta tolok ukur yang mendasari kebenaran masing-masing bidang.
Dalam kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah mengantarkan dalam berbagai fase kehidupan[3]. Sejak zaman kuno, pertengahan dan modern sekarang ini telah melahirkan sebuah cara pandang terhadap gejala alam dengan berbagai variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase kehidupan primitip–klasik dan  kuno menuju manusia modern telah melahirkan lompatan pergeseran yang sangat signifikan pada masing-masing zaman. Disinilah pemikiran filosofis telah mengantarkan umat manusia dari mitologi oriented pada satu arah menuju pola pikir ilmiah ariented, perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris dalam berbagai segmentasi kehidupan.[4]
Corak dari pemikiran bersifat mitologis (keteranganya didasarkan atas mitos dan kepercayaan saja) terjadi pada dekade awal sejarah manusia. Namun setelah adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548 SM), Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), Heraklitos (535-475 SM), Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainnya, maka pemikiran filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahanya diikuti oleh proses  demitologisasi menuju gerakan logosentrisme[5]. Demitologisasi tersebut disebabkan oleh arus besar gerakan rasionalisme[6], empirisme[7] dan positivisme[8] yang dipelopori oleh para pakar dan pemikir  kontemporer yang akhirnya mengantarkan kehidupan  manusia pada tataran era modernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat umum. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya Ilmu (Pengetahuan). Permasalahan yang akan kita jelajahi dalam penulisan makalah ini difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat dan Filsafat Ilmu Sebagai upaya konseptualisasi dan identifikasi”. Disini dipaparkan deskripsi awal tentang sejumlah kajian yang menyangkut tentang subbab-subbab yakni : Pengertian Filsafat, Definisi filsafat ilmu, Obyek material dan formal filsafat ilmu, Lingkup filsafat ilmu dan subsatnsi permasalahan problem – problem filsafat ilmu

II. Pengertian Filsafat
Problem identifikasi  untuk memberikan pengertian dalam  khazanah intelektual seringkali melahirkan perdebatan-perdebatan yang cukup rumit dan melelahkan. Hampir dalam setiap diskusi berbagai ilmu seringkali terdapat penjelasan – penjelasan pengertian yang  tidak jarang  memunculkan  pengertian-pengertian yang beragam. Keberagaman pengertian ini disebabkan berbagai  arah sudut pandang dan focus yang berbeda-beda diantara para pakar dalam memberikan identifikasi[9]. Dan ini merupakan sebuah kemakluman sebab kajian ilmu adalah kajian abstraksi konseptual maka sangat dimungkinkan masing-masing  subyek (para pemikir ) memiliki perbedaan dalam menggunakan paradigma identifikasinya atau proses menemukan makna dalam sebuah kajian keilmuan. Peradigma tersebut akan menjadi acuan bagi pemikir untuk menentukan sebuah tolok ukur kebenaran dari asumsi-asumsi pembentuk dari konsepnya tersebut. Termasuk dalam persoalan ini adalah apakah yang dimaksud dengan filsafat? Berbagai jawaban yang sangat beragam dapat ditemukan dalam berbagai literatur.

Arti bahasa
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia.[10]  Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia (= persahabatan, cinta dsb.) dan sophia (= “kebijaksanaan”). Sehingga arti lughowinya (semantic) adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”.  Sejajar dengan kata filsafat, kata filosofi juga dikenal di Indonesia dalam maknanya yang cukup luas dan sering digunakan oleh semua kalangan..
Ada juga yang  mengurainya dengan kata philare[11] atau philo yang berarti cinta dalam arti yang luas yaitu “ingin” dan karena itu lalu berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Kemudian dirangkai dengan kata Sophia artinya kebijakan, pandai dan pengertian yang mendalam. Dengan mengacu pada konsepsi ini maka dipahami bahwa filsafat dapat diartikan sebagai sebuah perwujudan dari keinginan untuk mencapai pandai dan cinta pada kabijakan[12].
Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”. Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis , mendeteksi  problem secara radikal, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses kerja ilmiah.
Berkaitan dengan konsep filsafat Harun Nasution tanpa keraguan memberikan satu penegasan bahwa filsafat dalam khazanah islam menggunakan rujukan kata yakni falsafah[13]. Istilah filsafat berasal dari bahasa arab oleh karena orang arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa- bahasa lain ke tanah air Indonesia.  Oleh karenanya konsistensi yang patut dibangun adalah penyebutan filsafat  dengan kata falsafat.[14]
Pada sisi yang lain kajian filsafat dalam wacana muslim juga sering menggunakan kalimat padanan Hikmah sehingga ilmu filsafat dipadankan dengan ilmu hikmah. Hikmah  digunakan sebagai bentuk ungkapan untuk menyebut makna kearifan, kebijaksanaan. sehingga dalam berbagai literature kitab-kitab klasik dikatakan bahwa orang yang ahli kearifan disebut Hukama’. Seringkali pula  ketika dikaji dalam berbagai literature kitab-kitab pesantren muncul ungkapan-ungkapan dalam sebuah tema  dengan konsep yang dalam bahasa arabnya misalnya kalimat ‘wa qala min ba’di al hukama….”[15]. dan juga sejajar dengan kata al-hakim yang mengandung arti bijaksana. Misalnya ayat  yang berbunyi
(#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ  
Artinya:  mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana [al baqarah 2: 32]."

äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya:  serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(An Nahl:125)

Dalam terjemahan Depag ditafsiri bahwa Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil[16]. Sementara  Al Jurjani –sebagaimana dikutip oleh Amsal Bakhtiar—memberikan penjelasan tentang hikmah, yaitu  ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia.[17]
Perkataan filsafat dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy yang juga berarti filsafat yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Unsur pembentuk kata ini adalah kata philos dan sophos. Philos maknanya gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise).[18] Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali,sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis yang bertumpu pangkal pada konsep-konsep aktivitas –aktivitas awal yang disebut pseudoilmiah dalam kajian ilmu.
Secara lughowi (semantic) filsafat berarti cinta kebijaksanaan dam kebenaran. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang ada dari kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan. Maka problem pengertian filsafat dalam hakekatnya memang merupakan problem falsafi  yang kaya dengan banyak  konsep dan pengertian.

Arti istilah
Sejumlah literatur mengungkapkan, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Kemudian, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya.
Menurut sejarah kelahirannya istilah filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat "filsafat tentang" sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang tuhan (akhirat), tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah, dsb..  Semua selalu dikembalikan ke empat bidang induk: Pertama, filsafat tentang pengetahuan; obyek materialnya,: pengetahuan ("episteme") dan kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu-ilmu; Kedua, filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan, obyek materialnya: eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi (tentang manusia); kosmologi (tentang alam semesta); teologi (tentang tuhan); Ketiga  filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan: obyek material : kebaikan dan keindahan,etika; dan             estetika; Keempat . sejarah filsafat; menyangkut dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian[19].
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat.[20]  Ciri pemikiran filsafat mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat bercorak sangat umum, persoalan filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut masalah-masalah asasi.[21] Kemudian Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat  dapat diidentifikasi sebagai berikut.[22]
1)  Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2)  Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.
3)  Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4)  Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5)  Filsafat bersifat komprehensif.
Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis,tertib,rasional dan komprehensip

III.  Definisi Filsafat Ilmu
Rosenberg menulis “ Philosophy deals with two sets of questions: First, the questions that science – physical, biological, social, behavioral –. Second, the questions about why the sciences cannot answer the first lot of questions”.[23] Dikatakan bahwa  filsafat dibagi  dalam dua buah pertanyaan utama, pertanyaan pertama adalah persoalan tentang ilmu (fisika,biologi, social dan budaya) dan yang kedua adalah persoalan tentang duduk perkara ilmu  yang itu tidak terjawab pada persoalan yang pertama. Dari narasi ini ada dua buah konsep filsafat yang senantiasa dipertanyakan yakni tentang apa dan bagaimana. Apa itu ilmu dan bagaimana ilmu itu disusun dan dikembangkan. Ini hal sangat mendasar dalam kajian dan diskusi ilmiah dan ilmu pengetahuan pada umumnya.yang satu terjawab oleh filsafat dan yang kedua dijawab oleh kajian filsafat ilmu.
Beberapa penjelasan mengenai filsafat tentang  pengetahuan.  Dipertanyakanlah hal-hal misalnya : Apa itu pengetahuan?  Dari mana asalnya?  Apa ada kepastian dalam pengetahuan, atau semua hanya hipotesis atau dugaan belaka? Teori pengetahuan menjadi inti diskusi, apa hakekat pengetahuan, apa unsur-unsur pembentuk pengetahuan, bagaimana menyusun dan mengelompokkan pengetahuan, apa batas-batas pengetahuan, dan juga apa saja yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan.[24] Disinilah filsafat ilmu memfokuskan kajian dan telaahnya.  Yakni pada sebuah kerangka konseptual yang menyangkut  sebuah system pengetahuan yang di dalamnya terdapat  hubungan relasional antara, pengetahu /yang mengetahui (the Knower) dan yang  terketahui /yang diketahui (the known) dan juga antara pengamat (the observer)  dengan yang diamati (the observed).[25]
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan integrative yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. I
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam  sejumlah literatur kajian Filsafat Ilmu.[26]
·         Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
·         Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
·         Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
·         Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
·         May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
·         Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
·         Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Dari paparan pendapat para pakar dapat disimpulkan  bahwa pengertian filsafat ilmu itu mengandung konsepsi dasar yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1)      sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah
2)      sikap sitematis berpangkal pada metode ilmiah
3)      sikap analisis obyektif, etis dan falsafi atas landasan ilmiah
4)      sikap konsisten dalam bangunan teori serta tindakan  ilmiah
Selanjutnya John Losee dalam bukunya yang berjudul,A Historical Introduction to the Philosophy of Science, Fourth edition,  mengungkapkan bahwa :  The philosopher of science seeks answers to such questions as:
·         What characteristics distinguish scientific inquiry from other types of investigation?
·         What procedures should scientists follow in investigating nature?
·         What conditions must be satisfied for a scientific explanation to be correct?
·         What is the cognitive status of scientific laws and principles?[27]

Dari ungkapan tersebut terdapat sebuah konsep bahwa tugas dari pemikir filsafat ilmu itu  untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan persoalan yang menyangkut: pertama, apa yang menjadi perbedaaan ilmiah karakteristik type masing – masing ilmu ntara satu ilmu dengan ilmu lainnya  melalu penelitian. Kedua  Prosedur apa yang harus dilakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian atas kenyataan yang terjadi di alam?, Ketiga apa yang  mestinya  dilakukan dalam mendapatkan penjelasan ilmiah  untuk melakukan penelitian dan eksperimen itu ? Dan keempat  apakah teori itu dapat diambil sebagai konsep dan prinsip-prinsip ilmiah?.
Sehingga sketsa filsafat ilmu dapat di gambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:[28]
Level
Disciplin
Subject-matter
2
Philosophy of Science
Analysis of the Procedures and Logic of Scientific Explanation
1
Science
Explanation of Facts
0

Facts

Dengan memperhatikan tabel diatas secara jelas ditampilkan bahwa filsafat ilmu menempati level ke-2 sedangkan ilmu (science) pada level pertama dan semuanya pada satu pangkal pokok yakni fakta (kenyataan) menjadi basis utama bangunan segala disiplin ilmu. Kalau ilmu itu menjelaskan Fakta sementara filsafat ilmu itu subyek materinya adalah menganalisa prosedur-prosedur logis dari ilmu (Analysis of the Procedures and Logic of Scientific Explanation).

IV.  Lingkup Filsafat Ilmu
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). [29]

Sedangkan di dalam introduction-nya  Stathis Psillos and martin Curd  menjelaskan bahwa filsafat ilmu secara umum menjawab pertanyaan – pertanyaan yang meliputi :
  • apa tujuan dari ilmu  dan apa itu metode ? jelasnya apakah ilmu itu bagaimana membedakan ilmu dengan yang bukan ilmu (non science) dan juga pseudoscience?
  • bagaimana teori ilmiah dan hubungannya dengan dunia secara luas ? bagaiman konsep teoritik itu dapat lebih bermakna dan bermanfaat kemudian dapat dihubungkan dengan penelitian dan observasi ilmiah?
  • apa saja yang membangun struktur teori dan konsep-konsep seperti misalnya  causation(sebab-akibat dan illat), eksplanasi (penjelasan), konfirmasi, teori, eksperimen, model, reduksi dan sejumlah probabilitas-probalitasnya?.
  • apa saja aturan – aturan dalam pengembangan ilmu? Apa fungsi eksperimen ? apakah ada kegunaan dan memiliki nilai  (yang mencakup kegunaan epistemic atau pragmatis) dalam kebijakan  dan bagaimana semua itu dihubungkan dengan kehidupan social, budaya dan factor-faktor gender? [30]
Dari paparan ini dipertegas bahwa filsafat ilmu itu memiliki lingkup pembahasan yang meliputi: cakupan pembahasan landasan ontologis ilmu, pembahasan mengenai landasan epistemologi ilmu, dan pembahasan mengenai landasan aksiologis dari sebuah ilmu.[31]

V.  Obyek Material dan Obyek Formal Filsafat Ilmu
Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal.  Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.[32]
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat ilmu.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya.  Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi  (merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman) menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat dapat diungkapkan menjadi tersurat.
Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. "Segala manusia ingin mengetahui", itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah gejala "manusia tahu".  Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan.   Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan.  Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti.  Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu pengetahuan.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Yang menyangkut asal usul, struktur, metode,  dan validitas ilmu[33]. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia.

VI  Problema Filsafat Ilmu
Problem filsafat Ilmu dibicarakan sejajar dengan diskusi yang berkaitan dengan landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Untuk Telaah tentang problema substansi Filsafat Ilmu,  yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.[34]
Permasalahan atau problema  filsafat ilmu  mancakup ; pertama Problem  ontologi ilmu;  perkembangan  dan kebenaran ilmu  sesungguhnya  bertumpu  pada  landasan  ontologis  (‘apa  yang  terjadi’ - eksistensi  suatu  entitas) Kedua, Problem  epistemologi;  adalah  bahasan  tentang  asal  muasal,  sifat  alami,  batasan (konsep),  asumsi,  landasan berfikir,  validitas,  reliabilitas  sampai  soal  kebenaran  (bagaimana  ilmu  diturunkan  - metoda  untuk  menghasilkan  kebenaran) Ketiga, Problem  aksiologi;  implikasi  etis,  aspek  estetis,  pemaparan  serta  penafsiran  mengenai  peranan (manfaat)  ilmu  dalam  peradaban  manusia. Ketiganya digunakan  sebagai  landasan  penelaahan ilmu[35]


VII. Fungsi dan Manfaat Filsafat Ilmu
Cara kerja filsafat ilmu  memiliki pola dan model-model yang spesifik dalam menggali dan meneliti dalam menggali pengetahuan  melalui sebab musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham tentang kepastian , kebenaran, dan obyektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada gejala – gejala  pengetahuan mengadakan reduksi ke arah intuisi para ilmuwan, sehingga kegiatan ilmu – ilmu itu dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya masing-masing [36] disinilah akhirnya kita dapat mengerti fungsi dari  filsafat ilmu.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
  • Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
  • Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
  • Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
  • Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
  • Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Jadi, Fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana. Manfaat lain mengkaji filsafat ilmu adalah
   Tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual
   Kritis terhadap aktivitas ilmu/keilmuan
   Merefleksikan, menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus-menerus sehingga ilmuwan tetap bermain dalam koridor yang benar (metode dan struktur ilmu)
   Mempertanggungjawabkan metode keilmuan secara logis-rasional
   Memecahkan masalah keilmuan secara cerdas dan valid
   Berpikir sintetis-aplikatif (lintas ilmu-kontesktual)

VII. KESIMPULAN
1. Hakekat Filsafat
·         Secara bahasa Philo/philia/philare yang artinya cinta, ingin, senang  dan kata Sophia/sophos yang artinya ilmu, kebijaksanaan atau pengetahuan. Jadi idzofahnya menjadi filsafat/falsafah/filosofi yang artinya mencintai kebijaksanan pengetahuan dan kenginan yang kuat akan ilmu pengetahuan. Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis,tertib,rasional dan komprehensip
2. Hakikat Filsafat Ilmu
a.  Pengertian Filsafat Ilmu
·         merupakan  cabang  dari  filsafat  yang  secara  sistematis  menelaah sifat dasar  ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep- konsep, dan praanggapan-pra-anggapannya, serta letaknya dalam  kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.
·         filsafat ilmu  pada  dasarnya  adalah  ilmu  yang  berbicara  tentang  ilmu pengetahuan  (science  of  sciences)  yang  kedudukannya  di  atas ilmu lainnya. Dalam menyelesaikan kajiannya pada konsep ontologis.  ,secara  epistemologis dan   tinjauan  ilmu  secara aksiologis.
 b.  Karakteristik filsafat ilmu
·         Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat.
·         Filsafat  ilmu  berusaha menelaah  ilmu  secara  filosofis  dari berbagai  sudut  pandang dengan sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah, sitematis berpangkal pada metode ilmiah , analisis obyektif, etis dan falsafi atas landasan ilmiah  dan sikap konsisten dalam membangun teori serta tindakan  ilmiah
3.    Objek filsafat ilmu
·         Objek material filsafat ilmu adalah ilmu dengan segala gejalanya manusia untuk tahu.
·         Objek  formal  filsafat  ilmu adalah  ilmu atas dasar  tinjauan  filosofis,  yaitu secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis dengan berbagai gejala dan upaya pendekatannya.  



4.      Lingkup dan problema substansi filsafat ilmu
·         Cakupannya pembahasan tentang problema substansi landasan ontologis ilmu, epistemologi ilmu, dan pembahasan mengenai landasan aksiologis dari sebuah ilmu.
5. Manfaat mempelajari filsafat ilmu
·         Semakin kritis  dalam  sikap  ilmiah dan aktivitas ilmu/keilmuan
·         Menambah pemahaman  yang  utuh  mengenai  ilmu  dan mampu menggunakan  pengetahuan  tersebut  sebagai  landasan  dalam  proses  pembelajaran  dan  penelitian  ilmiah.
·         Memecahkan  masalah dan  menganalisis berbagai  hal  yang  berhubungan  dengan masalah  yang  dihadapi.  
·         Tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual
·         Merefleksikan, menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus-menerus sehingga ilmuwan tetap bermain dalam koridor yang benar (metode dan struktur ilmu)
·         Mempertanggungjawabkan metode keilmuan secara logis-rasional
·         Memecahkan masalah keilmuan secara cerdas dan valid
·         Berpikir sintetis-aplikatif (lintas ilmu-kontesktual)



















DAftar Pustaka

Ahmad Charis,Z, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia;Kajian Filsafat Ilmu, Yogyakarta:LESFI,2002
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung; Pustaka Setia , 1997
Alex Rosenberg,Philosophy of Science  A contemporary Iintroduction, New york; Routledge,2010
Amsal bakhtiar , FIlsafat ilmu  ,Jakart;Raja Grafindo, 2006
Anthony Preus, Historical Dictionary of Ancient Greek Philosophy, The Scarecrow Press, Inc. Lanham, MarylandTorontoPlymouth, UK, 2007
Al Qur’an dan Terjemahannya ,Jakarta: Depag, 1974
C. Verhaak dkk, FIlsafat Ilmu Pengetahuan,Jakarta; Gramedia, 1995
Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka setia, Bandung, 2007
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta; UIP,985
JB. Blikolong,FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR;Seri diktat kuliah Universitas Gunadarma Jakarta, …
Jerome R.Ravertz , Filsafat Ilmu;sejarah dan ruang  lingkup bahasan, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2004
John Losee,A Historical Introduction to the Philosophy of Science, Fourth edition, London;OXFORD UNIVERSITY PRESS,….
Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu ;sebuah pengantar popular, Jakarta;Pustaka Sinar Harapan , 2001
Juraid Abdul Latif,M.Hum, Manusia Filsafar dan Sejarah,Jakart;Bumi Aksara, 2006
Lokisno CW, Pengantar Filsafat, Bahan Presentasi kuliah filsafat ilmu di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya,..
M.Solihin,M.Ag, Perkembangan Pemikiran  Filsafat dari Klasik Hingga Modern,Bandung;Pustaka Setia, 2007
Made Pramono, S.S., M.Hum.Filsafat Ilmu,  Bahan Presentasi kuliah Pascasarjana UNESA.
Mohammad  Adib, Filsafat Ilmu;ontologi,Epistemologi, Aksiologi, dan logika Ilmu Pengetahuan Yogyakarta;Pustaka Pelajar,2010
Muhdhor Achmad, Ilmu dan Keingintahuan , Bandung; Trigendakarya,1994
Prasetyo , Flsafat Pendidikan,Bandung ;Pustaka Setia, 2002
Stathis Psillos and Martin Curd,Introduction;Histirical and philosophical Context , Canada: Routledge, 2008


Footnote


* Digunakan istilah  konseptualisasi dan identifikasi dimaksudkan bahwa penulisan disini sebagai diskusi awal untuk memberikan gambaran abstraks secara  singkat namun memadai dalam mengkaji konsep-konsep filsafat dan filsafat Ilmu, konseptualisasi dan identifikasi merupakan sebuah proses yang ingin menggambarkan sebuah realitas intelektual yang bersumber dari kenyataan-kenyataan empiric menuju sebuah pemahaman yang rasional untuk dapat dipahami oleh manusia. Konseptualisasi dilakukan dengan mengerahkan daya pengetahuan dan analisis inderawi (innsen and outsens) sehingga diperoleh keterangan-ketrangan yang dapat di deskripsikan. Penyusunan paper kerja ini berkaitan dengan upaya memberikan arah abstraksi secara konseptual dan upaya mengidentifikasi sejumlah hal berkaitan dengan pengertian awal tentang filsafat dan filsafat ilmu. Sebagai upaya konseptualisasi dan identifikasi maka disini dipaparkan deskripsi awal tentang sejumlah kajian yang menyangkut tentang subbab-subbab yakni : Pengertian Filsafat, Definisi filsafat ilmu, Obyek material dan formal filsafat ilmu,Lingkup filsafat ilmu dan Problem–problem filsafat ilmu
[1]   Hamdani ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung;Pustaka Setia, 2007) 10
[2]   Ahmad Charis,Z, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia;Kajian Filsafat Ilmu, (Ogyakarta:LESFI,2002)  1.-15
[3]   Juraid Abdul Latif,M.Hum, Manusia Filsafar dan Sejarah,(Jakarta;Bumi Aksara, 2006)  13
[4]  Amsal bakhtiar , FIlsafat ilmu  ,(Jakart;Raja Grafindo, 2006) 1
[5]  M.Solihin,M.Ag, Perkembangan Pemikiran  Filsafat dari Klasik Hingga Modern, (Bandung;Pustaka Setia, 2007) 23
[6]   Pelopor rasionalisme diantaranya Rene Descartes(1596-1650) dengan konsep co gito ergu sum, Spinoza (1632-1677) ia merumuskan definisi, aksioma-aksioma, proposisi dan penyimpulan dalam bidang kajian logika ilmu dan Leibniz(1646- 1716) ia menulis tentang Monadology
[7]   Tokoh pemikiran  Empirisme adalah F.Bacon (1210-1292) T.Hobbes(1588-1679) john lock(1632-1704) dan David Hume (1711-1776)  dan herbert Spencer (1820-1903)
[8]   Tokoh aliran positivisme ini  ialah Agus compte (1798 – 1857) konsepsinya mengatakan bahwa indera itu alat penting dalam proses pengetahuan ilmu dan harus dipertajam dengan eksperimen.
[9]   Kajian mengenai tata cara dan konsepsi definisi dapat dikaji dalam ilmu logika dengan segala syarat dan ketentuan yang dipersyaratkan agar definisi yang diungkapkan tepat dan benar, misalnya harus mengandung unsur isi pengertian, luas pengertian, relevansi isi dan luas pengertian, juga luas term. Harus juga memahami Jenis definisi (nominal dan real) termasuk memahami aturan-aturan definisi( dapat dibolak-balik, tidak boleh ada pengulangan dengan kata yang didefinisikan, bukan bernilai negative dari kata yang didefinisikan, menyebut unsur-unsur utama secara lengkap,harus seimbang , dan tidak boleh memuat kata-kata metafora (sumber; buku logika ilmu menalar  oleh Puspoprojo),
[10]             Anthony Preus, Historical Dictionary of Ancient Greek Philosophy, , The Scarecrow Press, Inc. Lanham, MarylandTorontoPlymouth, UK, 2007)
[11]             Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka setia, Bandung, 2007, Hal. 11
[12]             Ahmad Syadali dan Mudzakir  Filsafat Umum, 12
[13]             Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (Jakarta; UIP,985) 46
[14]             Amsal bakhtiar, hal 5
[15]             Dalam kajian pesantren banyak kitab-kitab klasik mengungkapkan kalimat-kalimat tersebut, yang sempat misalnya kitab al hikam, kitab nashoihul ibad, kitab tanbihul ghofilin, al ghunyah, ihya’ulumuddin dan lain sebagainya. Dalam kajian-kajian  kitab-kitab tersebut sering kali disebut dengan ilmu hikmah. Dengan menggunakan kalimat yang sama dapat ditemukan juga sebuah buku dengan judul ilmu hikmah yang dikarang oleh DR.Kharisudin Aqib,MA, yang merupakan hasil tesis yang didalamnya merupakan penelitian konsep-konsep akhlaq- tasawwuf thareqah sufistik pesantren Suryalaya Tasikmalaya.
[16]             DEPAG,  Al Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Depag, 1974) 421
[17]             Amsal Bakhtiar,  Filsafat Ilmu,1
[18] Prasetyo , Flsafat Pendidikan,(Bandung ;Pustaka Setia, 2002), 10
[19]             Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu ;sebuah pengantar popular, (Jakarta;Pustaka Sinar Harapan , 2001) 32
[20]             Aliran –aliran filsafat sangat banyak sekali,masing-masing literatur sangat beragam dalam menjelaskan jumlah aliran dalam filsafat misalnya aliran eksistensialisme, fenomenologi, nihilisme, materialisme,  dan sebagainya. 
[21]             Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, ( Bandung; Pustaka Setia , 1997,) 12
[22]  M. Solihin, Perkembangan Pemikiran FIlsafat dari klasik hingga modern, h. 15
[23] Alex Rosenberg,Philosophy of Science  A contemporary Iintroduction,(New york; Routledge,2010) 4
[24]             Muhdhor Achmad, Ilmu dan Keingintahuan( Bandung; Trigendakarya,1994), 61-85
[25]             Jerome R.Ravertz , Filsafat Ilmu;sejarah dan ruang  lingkup bahasan, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2004), 86
[26]             Lokisno CW, Pengantar Filsafat, Bahan Presentasi kuliah filsafat ilmu di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya,
[27]             John Losee,A Historical Introduction to the Philosophy of Science, Fourth edition, (London;OXFORD UNIVERSITY PRESS,….) .2
[28] ibid
[29]             Jujun S. Suriasumantri,  Filsafat Ilmu, 33
[30]             Stathis Psillos and Martin Curd  , Introduction;Historical and philosophical Context ,Canada: Routledge, 2008) xix
[31]             Baca Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu  17-18
[32] Mohammad  Adib,Filsafat Ilmu;ontologi,Epistemologi, Aksiologi, dan logika Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta;Pustaka Pelajar,2010) 53
[33]   JB. Blikolong, FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR, (Seri diktat kuliah) Universitas Gunadarma Jakarta, ….., Hal. 7
[34] Lukkisno CW, Pengantar Filsafat Ilmu, Bahan Presentasi  kuliah Filsafat di Fak.Ushuluddin, Bandingkan dengan buku Tahu dan Pengetahuan karangan Jujun S. Suriasumantri penerbit OBOR Jakarta.
[35]  Made Pramono, S.S., M.Hum. Filsafat Ilmu,Bahan Presentasi kuliah Pascasarjana UNESA.
[36]  C. Verhaak dkk, FIlsafat Ilmu Pengetahuan,(Jakarta; Gramedia, 1995) 107-108

Tidak ada komentar:

Posting Komentar