Makalah

Blog ini berisi berbagai macam makalah kuliah.

Perangkat Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Modul Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Skripsi

Masih dalam pengembangan.

Lain-lain

Masih dalam pengembangan.

Rabu, 20 Maret 2013

ASAS PENDIDIKAN ISLAM

DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD
BAB II
PEMBAHASAN
ASAS PENDIDIKAN ISLAM

A. Asas-asas pokok pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau  tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Di dalam bab I secara tersirat telah dikemukakan berbagai asas tersebut dengan pengkajian berbagai dimensi hakikat manusia (keindividualan, kesosialan, kesusilaan, keberagaman). Pandangan tentang hakikat manusia merupakan tumpuan berpikir utama yang sangat penting dalam pendidikan, salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dapat mendidik diri sendiri, seperti diketahui, manusia yang dilahirkan hamper tanpa daya sangat tergantung orang lain (orang tuanya, utamanya ibu) namun memiliki potensi yang hamper tanpa batas untuk dikembangkan.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber baik dari kecenderungan umum pendidikan didunia maupun yang bersumber baik dari pemikiran  dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia. Diantara berbagai asas tersebut, tiga buah asas akan dikaji lebih lanjut dalam paparan ini.
Ketiga asas tersebut adalah asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat, dan asas kemandirian dalam belajar. Ketiga asas itu dipandang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas tersebut agar dapat menerapkanya dengan semestinya dalam penyelenggaraan pendidikan sehari-hari.
1.      Asas Tut Wuri Handayani
Asas tutwuri handayani, yang kini menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan salah satu dari ”Asas 1922” yakni tujuh buah asas dari perguruan nasional taman siswa (didirikan 3 juli 1922). Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sistem among dari perguruan itu. Asas maupun semboyan tutwuri handayaniyang dikumandangkan oleh kihajar dewanatara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.m.p sustra kartono (filsafat dan ahli bahsa), yakni ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
-          ing ngrasa sung tulada (jika didepan, menjadi contoh)
-          ing madya mangun karsa (jika ditengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat adalah motivasi)
-          tut wuri handayani (jika dibelakang, mengikut dengan asas) seperti diketahui
perguruan nasional taman siswa yang lahir pada tanggal 3 juli 1922 berdiri atas tujuh asas yang merupakan asas perjuangan untuk menghadapi pemerintah kolonial belanda serta sekali gus untuk mempertahankan kelangsungan hidup  dan sifat yang nasional dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut ”asas 1922” adalah sebagai berikut:
bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terlibatnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan diri sendiri.
Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir maupun batin hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan siapapun yang mengikat, baik berupa ikatan lahitr maupun batin.
Bahwa sebagai konsenkuensi hidup dengan kekuatan sendiri mutlak membelanjai segala usaha yang silakukan.
Bahwa dalam mendidik anak perlu adanya keikhlasan lahir batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamaten dan kebahagiaan anak-anak.
Dua semboyan lainya, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tut wuri handayani, pada hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur perintah, paksaan adalah hukuman, tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap memberi uluran tangan apabila diperlukan anak, ing ngarsa ing tulodo (didepan memmberi contoh) adalah hal yang baik melihat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Ing madya mangun karsa (ditengah membangkitkan kehendak) diterapkan dalam situasi kurang bergairah adalah ragu-ragu untuk mengambil keputusan atau tindakan, sehingga perlu di upayakan untuk motivasi, ketiga semboyan tersebut sebagi satu kesatuan asas (ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani) telah menjadi asas penting dalm pendidikan di indonesia.
2. Asas belajar sepanjang hayat.
 Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Pendidikan seumur hidup merupakan concep. Oleh karena itu,UNESCO Institute for education (UIE Hamburg) menetapkan suatu devinisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus meliputi:
a. meliputi seluruh hidup setiap individu.
b. mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
c. tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus di rancang  dan diimlementasikan dengan memperhatikan 2 dimensi :
Dimensi Vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi :
1   Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik.
2.Kurikulum dan perubahan Sosial kebudayaan
3.Perencanaan Kurikulum berdasarkan suatu Prognosis, baik tentang perilaku peserta didik pada .
b. Dimensi Horizontal dari kurikulum mereka keterkaiatan antara pengalaman belajar di sekolah  dengan pengalaman di luar sekolah.
3. Asas Kemandirian dalam Belajar
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan mendapatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, di samping peran-peran yang lain :
Informasi, organisasai dan lain-lain. Terdapat beberapa strategi dalam pengaplikasian belajar- mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan kemandirian  dalam belajar.
B. Asas-Asas Pendidikan
Pendidikan itu mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi dan cita-citanya.Jadi ia seperti kedokteran, misalnya seperti tehnik atau pertanian.Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri , tetapi merupakan suatu arena dimana di praktekan sejumlah ilmu yang erat hubungan satu sama lain dan jalin-menjalin.
Bidang pertanian , misalnya merupakan tempat pertemuan kimia umum, kimia tanah, ilmu tumbuh-tumbuhan atau botani , lapisan bumi dan ilmu tanah, anatomi tumbuh-tumbuhan, klimatologi, genetic, pemakaman dan lain-lain.Begitu juga berpuluh-puluh ilmu lain, hasil-hasil terapannya bertemu pada bidang pertanian.
Jadi seorang dokter atau insinyur pertanian atau seorang pendidik memerlukan asas-asas untuk mempermahir profesi dan menambah pengetahuan , memperkarya pengalaman dan mengembangkan keterampilan. Ini menghendaki kita supaya jangan mengkajinya hanya sekali saja atau hanya untuk mendapatkan ijazah tetapi perlu selalu menela’ah dan terus berkomunikasi.
Jadi mengetahui dan mendalami asas-asas ini bukanlah tugas pemikir  dan ahli-ahli saja, tetapi praktisioner di rumah sakit dan pabrik, kebun atau di sekolah.
Berkenaan dengan asas-asas yang kita maksudkan , yaitu asas-asas pendidikan , dapat kita uraiakan dalam enam asas berikut ini :
Pertama Asas histories yang mempersiapkan si pendidik dengan hasil-hasil dan batas dan kekurangan-kekurangannya.Meliputi Sebagian ilmu sejarah dan arkeologi . dokumen-dokumen dan benda-benda tertulis yang dapat menolong menafsirkan pendidikan dari segi sejarah dan peradaban.
Kedua Asas-asas social yang memberinya kerangka budaya darimana pendidikan itu bertolak dan bergerak: memindah budaya, memilih dan mengembangkan.Meliputi sebagaian ilmu social dan kependudukan , antropoogi dan etnologi yang dapat menafsirkan masyarakat dan kumpulan, penduduk, sosialisasi dan perubahan, dan lain-lain.
Ketiga Asas-asas ekonomi yang memberinya persepektif  tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab terhadap anggaran belanjanya .Misalnya sebagian ilmu ekonomi dan akunting , budgeting dan perencanaan yang dapat menolong dalam investasi yang lebih ideal , keuntungan yang lebih memuaskkan dan kemampuan lebih tinggi.
Keempat Asas-asas polotik dan administrasi  yang memberinya bigkai ideology dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan dan rencana yang telah di buat.Misalnya sebagian ilmu administrasi dan organisasi, undang-undang dan perundang-undangan yang dapat menafsirkan susunan organisasi pendidikan dan mengarahkan geraknya.
Kelima Asas-asas psikologi yang memberinya informasi tentang watak pelajar-pelajar , guru-guru, cara terbaik dalam praktek  , pencapaian dan penilaian , pengukuran dan bimbingan.Misalnya sebagian ilmu tingkah laku, biologi,fisiologi, dan komunikasi yang sesuai untuk memahami pengajaran dan proses belajar , perkembnagan, dan pertumbuhan, kematangan, kemampuan, dan kecerdasan, persepsi dan perbedaan-perbedaan perseorangan, minat dan sikap.
Keenam Asas-asas filsafat yang berusaha memberinya kemampuan memilih yang lebih baik  , memberi arah suatu system, mengontrolnya, dan memberi arah kepada semua asas-asasa yang lain.Misalnya sebagian ilmu etika dan estetika ,ideology, dan logika untuk memberi arah kepada pengajaran dan menyelaraskan interaksi-interaksi masing-masing , menyusun system-sistemnya sesusah di teliti dan dikritik dianalisa, dan di buat sintesis.


BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
            Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia dan hasilnya tidak segera tampak di perlukan satu generasi untuk melihat hasil akhir dari pendidikan itu oleh karena itu apabila terjadi kegagalan dalam suatu pendidikan  pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaiki kenyataaan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang di laksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah asas pendidikan :
1.Asas History
2.Asas Sosial
3.Asas ekonomi
4.Asas politik
5.Asas psikologi
6.Asas filsafat
4.Asas tut wuri handayani
5.Asas belajar sepanjang hayat
6.Asas Kemandirian dalam belajar


DAFTAR PUSTAKA

1.Prof.Dr.Hasan Langgulung “ Asas-asas pendidikan Islam “ Pustaka Al-husna Baru. Jakarta.2008.
2.Prof.Dr.Abuddin Nata,M.A. “ Ilmu pendidikan islam dengan pendekatan multidisipliner “ rajawali Pers.Jakarta.2008.
DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD

ASAS ASAS FILSAFAT PENDIDIKAN

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Asas-asas filsafat pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang asas- asas pendidikan, pemikiran – pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani Kuno sampai kini. Meskipun paparan ini terbatas hanya beberapa pada aliran penting, namun diharapkan tidak akan mengurangi maksud dan tujuannya sebagai pembekalan wawasan historis terhadap setiap calon tenaga pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/ masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi, kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak.
Namun dalam sejarah pendidikan yang mana di dasari filsafat dapat dijumpai berbagai asas/pandangan mengenai bagaimana perkembangan manusia itu berlangsung. Adapun asas-asas filsafat yang berkaitan dengan pendidikan atau yang termaktub dalam filsafat pendidikan ialah asas Empirisme, Nativisme dan Konvergensi.
Dengan sedikit ilmu yang di miliki oleh penulis, maka penulis ingin mengajak segenap civitas akademik untuk berdiskusi serta membahas permasalahan yang terkait dengan asas- asas filsafat pendidikan yang terangkum dalam sebuah makalah sederhana yang penulis memberikan judul dengan “Asas- asas Filsafat Pendidikan”
Sebelum penulis mengakhiri latar belakang yang penulis sampaikan kiraanya kita mengingat kembali suatu goresan tinta pepatah yang berbunyi “ tiada gading yang tak retak”  suatu goresan nan penuh makna ini bukan berarti tiada subtansi atau makna yang terkandung didalamnya. Bahwasanya penulis menyadari,semua yang ada di dunia ini tiada yang sempurna kecuali Allah SWT. Penulis mungucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para civitas akademik yang berkenan membaca dan mengoreksi makalah sederhana ini, apabila banyak kekurangan dan kesalahan yang berarti, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dan mohon nasihat agar makalah yang selanjutnya lebih baik dan lebih bermanfaat. Amien.
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi pokok permasalahan diatas adalah sebagai berikut:
a.     Apa yang dimaksud dengan asas ?
b.    Apa pengertian filsafat pendidikan ?
c.    Apa saja asas-asas filsafat pendidikan ?
C.    TUJUAN DAN MANFAAT PANULISAN
1.    Tujuan
Tujuan kami menulis makalah yang berjudul Asas- asas filsafat pendidikan ini ialah
a.         Mengetahui arti/ makna asas-asas filsafat pendidikan.
b.        Mengetahui  macam-macam asas-asas filsafat pendidikan.
c.         Mengetahui pengertian masing-masing asas-asas filsafat pendidikan.

2.    Manfaat
Melihat tujuan-tujuan dari penulisan makalah sederhana ini kita bisa mengambil beberapa manfaat yang subtansional diantaranya :
a.       Mengetahui kajian historis tentang asas-asas filasafat pendidikan.
b.      Menambah wawasan terutama civitas akademik dan calon pendidik tentang asas-asas filasafat pendidikan.
D.    Metodologi penulisan
Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan.
Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah : Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan denga penulisan makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Asas
Pengertian asas dalam Kamus Besar Indonesia mempunyai banyak pengertian diantaranya ialah 1. Dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat); 2. Dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi): sebelum memasuki suatu organisasi, kita harus tahu -- dan tujuannya; 3. Hukum dasar: tindakannya itu melanggar – kemanusiaan. Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita.[1]
B.       Pengertian Filsafat Pendidikan
a.       Filsafat
Kata filsafat atau falsafah, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri kata philos yang berarti cinta, senang, suka dan kata sophiaberarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan (Ali,1986 : 7). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta kepada pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfisafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.[2]
Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman, deskritif, evaluatif, interpretatif, dan spekulatif. Sejalan dengan pengertian ini, Musa Asy’ari menulis, filsafat adalah berpikir bebas, radikal dan berada pada dataran makna. Sedangkan menurut M. Amin Abdullah, filsafat mempunyai beberapa devinisi,diantaranya :
1.      Sebagai aliran atau hasil pemikiran yang berujud sistem pemikiran yang konsisten dan dalam taraf tertentu sebagai sistem tertutup (closed system),
2.      Sebagai metode berpikir, yang dapat dicirikan: a. Mencari ide dasar yang bersifat fundamental (fundamental ideas), b. Membentuk cara berpikir kritis (critical thought), dan c. Menjunjung tinggi kebebasan serta keterbukaan intelektual (intelectual freedom).[3]
b.      Pendidikan
Untuk dapat membahas tentang apa itu pendidikan? Maka kita akan memulainya dari pembahasan istilah pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak. Dan agogos artinya, membimbing atau memimpin. Dengan demikian, pedagogi secara harafiah adalah berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin (mengajar) anak. Selanjutnya, kata pedagogi juga kita kenal dalam bentuk paedagogi dan paedagogik. Paedagogi artinya pendidikan, sedangkan paedagogik adalah ilmu pendidikan. Keduanya berpengertian sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan merenungkan tentang gejala-gejala dalam perbuatan mendidik. Istilah paedagogiek adalah berasal dari kata Yunani yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak, dan paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak ke dan dari sekolah sampai ke rumahnya. Dengan demikian, nyatalah bahwa proses pendidikan pada anak-anak di Yunani kuno sebagian besar diserahkan kepada paedagogos itu.
Paedagogos yang berasal dari kata paedos dan agoge yang memiliki makna (saya membimbing atau memimpin anak) tersebut, mulanya berkonotosi sebagai pelayan bujang (pekerja rendahan), namun dewasa ini bergeser menjadi makna yang dipakai untuk suatu pekerjaan “mulia” yang dikenal dengan sebutan paegoog (pendidik atau ahli didik). Yang tugasnya adalah mendidik, membimbing, dan membantu  anak (orang belum dewasa) dalam pertumbuhannya agar dapat “berdiri sendiri” menuju ke arah kedewasaan. Jadi, dari uraian singkat di atas maka dapatlah kita simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar (sengaja) orang dewasa untuk perkembangan jasmani dan rohani peserta didiknya menuju ke arah kedewasaan. Namun demikian, perlu dicatat bahwa makna pendidikan dewasa inipun tidak hanya sebagai usaha sadar (sengaja) orang dewasa (guru) untuk mengembangkan (anak) tetapi pendidikan lebih sebagai wahana ‘interaksi’ antara guru dengan murid (warga belajar) menuju proses pemanusiaan manusia. Dengan perkataan lain bahwa anak tidak hanya dilihat sebagai ‘objek’ pendidikan, tetapi juga sebagai ‘subjek’ pendidikan yang dapat ‘mengembangkan dirinya sesuai dengan kompetensi dan potensi-potensi serta kebutuhan dasarnya dalam rangka aktualisasi diri sebagai individu yang mandiri. Dengan demikian, makna dasar pendidikan sebagai jembatan usaha pendewasaan anak dapat terealisasi dalam hasil nyata dan ‘menggembirakan’ manakala anak benar-benar diletakkan sebagai objek yang sekaligus dapat bertindak sebagai subjek pendidikan itu sendiri.[4]
Pendidikan kiranya dapat dilihat sebagai bagian dari suatu rangkaian belajar. John A. Laska membuat sebuah penggolongan yang cukup menarik antara belajar dan pendidikan. Ia merumuskan pendidikan sebagai upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang disertai) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan.[5]
Setelah kita mengetahui arti filsafat dan pendidikan dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa filsafat pendidikan ialah  merupakan filsafat umum yang diterapkan pada keilmuwan pendidikan sebagai sebuah wilayah spesifik dari usaha serius manusia.[6]
Menurut al-Ainan bahwa filsafat pendidikan ialah kegiatan berfikir yang sistematis yang diambil dari dart sistem filsafat sebagai cara mengatur pendidikan dan menyusunnya, menerangkan nilai-nilai dan tujuan-tujuannya yang telah ditetapkan untuk dilalui, dalam rangka membina perbuatan pendidikan.[7] Filsafat dan pendidikan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena filsafat (1) menetapkan dan kaya dengan ide-ide, sedangkan pendidikan berusaha melaksanakan prinsip dan ide-ide itu menjadi kenyataan , menjadi tindakan dan kepribadian,dan (2) tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat, kebijaksanaan dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang dilalui pendidikan , bertanya dan menyelidiki yang dapat membimbing ke arah kebijaksanaan.[8]

C.       Asas-Asas Filsafat Pendidikan
Setelah kita mengetahui pengertian asas dan filsafat pendidikan, maka kita bisa simpulkan bahwa asas-asas filsafat pendidikan ialah suatu dasar atau pokok yang menjadi acuan kajian filsafat pendidikan.
Adapun asas-asas filsafat pendidikan ialah asas empirisme, asas nativisme dan asas konvergensi. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut:
a.    Asas Empirisme
Secara harfiah , arti empirisme dari kata Yunani emperia yang berarti pengalaman.Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari – hari perintisnya adalah John Locke ( 1632-1704), dia mengagumi metode Descrates, tetapi ia tidak menyetujui isi ajarannya. Menurut Locke, rasio mula-mula harus dianggap” as a white paper” dan seluruh isinya dari pengalaman. Ada dua pengalaman : lahiriyah ( sensation ) dan batiniyah ( reflexion). Kedua sumber pengalaman ini menghasilkan ide-ide tunggal ( simple ideas ). Jiwa manusiawi bersifat pasif sama sekali dalam menerima ide-ide tersebut.[9]
Jika hal empirisme di bawa ke ranah pendidikan maka empirisme mempunyai pengertian yang lebih spesifik. Bahwasanya hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya. Pengalaman itu diperolehnya di luar dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia baginya. John Locke berpendapat bahwa anak yag di dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (Tabula Rasa) yang belum ada tulisan di atasnya.[10]
            Hal ini berarti, baik dan buruknya anak tergantung pada baik dan buruknya pendidikan yang diterimanya. Menurut J.J. Rausseau (1712-1778) bahwa manusia pada dasarnya baik sejak ia dilahirkan. Jadi kalau ada manusia yang jahat bukan karena benihnya, tetapi dikembangkan setelah ia lahir, yakni setelah ia hidup di masyarakat dan setelah terpengaruh oleh lingkungan serta kebudayaan. Menurut Mensius ( 372-289 SM), yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya baik, sehingga cinta pada dasarnya lebih pengertian yang dangkal. Menurut H. Sun Tzu (289-230 SM) bahwa manusia pada dasarnya adalah jahat, akan tetapi untunglah manusia juga cerdas dan dengan kecerdasannya ia dapat mengolah kebaikan yang ada pada dirinya. Ia menjadi manusia yang baik karena ia bergaul dengan masyarakat. Jadi manusia itu menjadi baik bukan karena benihnya, tetapi karena hidup dan bergaul dengan masyarakat.[11]
b.    Asas Nativisme
Asas nativisme bertolak denan teori empirisme yang dianut oleh Schopenhauer (seorang filosuf bangsa Jerman, 1788-1860) yang berpendapat bahwa bayi lahir dengan pembawaan yang baik dan pembawaan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan dan perkembangan manusia, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir. Asas Nativisme berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan berhubungan dengan perkembangan anak didik. Aliran pendidikan yang menganut paham nativisme ini disebut aliran pesimisme.[12]
Dengan kata lain, Nativisme merupakan aliran pesismisme (murung) dalam pendidikan. Berhasil tidaknya perkembangan anak tegantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki oleh anak didik.[13]
Lingkungan tidak berarti apa-apa dalam perkembangan manusia, apa yang dikerjakan, apa yang diucapkan, dan apa yang dipikirkan merupakan kecakapan yang dibawa sejak lahir, tetapi nativisme tidak menjelaskan bagaimana seorang lahir dengan membawa potensi, apakah potensi itu mempunyai hubungan sangat erat dengan kondisi orang tua atau tidak, selama ini tidak pernah ada penjelasan. Apabila orang tuanya mempunyai IQ tinggi atau mempunyai IQ rendah akan dapat berpengaruh kepada anaknya. Dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa anak sangat dipengaruhi oleh keadaan orang tua, baik keadaan fisik, psikis, maupun sosial-ekonominya.[14]
c.       Asas Konvergensi
Aliran konvergensi dipelopori oleh William Stern (seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, 1871-1939), ia berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama – sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan  kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat dari pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika pembawaan siswa lebih besar dan kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebih jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang membawapotensi dan bakat yang baik.[15]
Oleh karena itu William Stern disebut teori Konvergensi artinya memuat ke suatu titik. Jadi menurut teori konvergensi ini adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan mungkin diberikan.
2.      Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan ligkungan itu sendiri.
3.      Pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan kepada lingkungan anak didik untu mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.[16]      
Sebagai contoh, benarkah jika kita mengatakan ‘si Mizan adalah merupakan hasil dari pembawaan dan lingkungannya si Mizan?. Ketika jawabannya ‘benar’, maka seolah-olah si Mizan itu ‘hanya’ merupakan hasil dari proses alam yaitu pembawaan dan lingkungan belaka. Jika pembawaannya begini dan lingkungannya begitu, maka manusia akan demikian pula. Jika demikian halnya, maka apa bedanya dengan proses mencari hasil dari ‘angka-angka’ dalam pengetahuan matematika?. Kalau memang proses perkembangan manusia sama halnya dengan rumus-rumus pengetahuan matematika, maka dapat dipastikan bahwa tugas guru (ahli pendidik) akan lebih mudah yaitu tinggal mencari jalan untuk mengetahui pembawaan seseorang (kalau saja pembawaan itu dapat diketahui dengan pasti), dan kemudian mengusahakan suatu lingkungan atau pendidikan yang cocok (relevan) dengan pembawaan tersebut.
Sekali lagi, proses perkembangan binatang dengan manusia tidaklah dapat disamakan. Sebab perkembangan binatang adalah merupakan hasil dari pembawaan dan lingkungannya, binatang hanya ‘terserah’ pada pembawaan keturunan dan pengaruh lingkungannya. Dimana perkembangan pada binatang seluruhnya ditentukan oleh kodrat dan hukum-hukum alam. Sementara manusia tidak hanya dari pembawaan dan lingkungannya, melainkan manusia lebih memiliki pengalaman ‘empirik’ yang dapat mempengaruhi perkembangannya.
Dengan berpijak pada uraian di atas, maka nyatalah bagi kita bahwa jika ditanya tentang ‘perkembangan manusia itu bergantung pada pembawaan ataukah kepada lingkungan?’, atau manakah yang lebih dasar atau lebih kuat mempengaruhi perkembangan manusia itu?. Maka kita dapat mengatakan bahwa itu bukanlah bentuk pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, sebab hal itu adalah merupakan suatu pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Begitu juga W. Stern tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut dan hingga dewasa ini dominasi pengaruh kedua faktor itu belumlah dapat ditetapkan.[17]
Sesuai dengan corak dan karakteristik sosiologi, diantara tiga asas filsafat pendidikan dan teori perkembangan sosial di atas yang sabgat mendukung adalah teori empirisme. Di Amerika telah diselidiki seorang anak bernama Anna yang hidup terpencil di daerah Attic, Pensyilvanea di rumah seorang petani sejak umur 6 bulan sehingga umur 5 tahun. Setelah dipindah ke rumah biasa, Anna mulai belajar bahasa, mulai tertarik dengan anak lain dan turut bermain dengan anak-anak normal lainnya. Perubahan tingkah laku Anna karena berhubungan dengan lingkungannya dan pengalaman Anna sebelum dipindah ke rumah yang normal juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat.[18]

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini, dan masa yang akan datang terus berkembang. Asas atau gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia.
Walau ada studi yang mengatakan ada suatu aliran yang paling baik, dari asas-asas filsafat pendidikan di atas,  kita tidak bisa mengatakan bahwa salah satu adalah yang paling baik. Sebab penggunaannya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, situasi dan kondisinya pada saat itu, karena setiap asas memiliki dasar – dasar pemikiran sendiri. Asas-asas filsafat pendidikan  yang ada yaitu, (1) aliran empirisme, (2) Nativisme, (3) dan (3) aliran konvergensi. Pada dasarnya aliran – aliran pendidikan kritis mempunyai suatu kesamaan ialah pemberdayaan individu. Inilah inti dari masyarakat pedagogik.
B. SARAN
Kajian tentang berbagai aliran atau gerakan pendidikan itu akan memberikan pengetahuan dan wawasan historis kepada tenaga kependidikan. Hal itu sangat penting agar para pendidik dapat memahami dan pada gilirannya kelak dapat memberikan kontribusi terhadap dinamika pendidikan itu.
Dan tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan dan wawasan historis tersebut, setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi, serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan tindakan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd. Rachman, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan (sistem dan metode), Yogyakarta: Andi Offset. 1994.
George R. Knight, Filsafat Pendidikan, penerjemah: Mahmud Arif, Jakarta: Gama Media. 2007.
Jalaluddin & Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Yogyakarta: Ar Ruzz Media.2010.
Jalaluddin & Abdullah, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gaya Media Pratama. 1997.
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah  Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, 2010.
Noorsyam, Mohammad, Filsafat Kependidikan dan Dasar Kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional. 1988.
Noorsyam, Mohammad, Filsafat Kependidikan dan Filsafat Kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Offset Printing. 1988.
Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar.2010.
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009.
Padil, Moh & Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, Malang: UIN-Maliki Press. 2010.
Suryabrata, Sumadi,  Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers. 1991.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan  (Dengan Pendekatan Baru)., Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2010.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan., Surabaya: Usaha Offset Printing. 1981.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidika, Jakarta: Rineka Cipta. 2005.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandng: PT. Remaja Rosdakarya. 2009.
Dari Internet:
http://abdanmatin.blogspot.com/2012/01/hereditas-dan-lingkungan-dalam-proses.html.
http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html.
http://ompubogo.wordpress.com/2011/02/25/pengantar-pendidikan-dan-teori-teori-belajar.html.

FOOTNOTE
[1]http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html/ diakses pada hari : Selasa, 20 Maret 2012, pukul 23.00 WIB.
[2]Jalaluddin & Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),  ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hal. 9.
[3] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta: Belukar, 2010), hal. 21.
 [4]http://ompubogo.wordpress.com/2011/02/25/pengantar-pendidikan-dan-teori-teori-belajar.html/ diakses pada hari : Sabtu ,  24 Maret 201, pukul 11.23 WIB.
[5] George R. Knight, Filsafat Pendidikan, terjemahan : Mahmud Arif ( Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 15.
[6] Ibid., hal. 21.
[7] Maragustam, Mencetak Pembelajar menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), hal. 29-30.
[8] Ibid., hal. 31.
[9]  Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta: Belukar, 2010), hal. 65.
[10] Jalaluddin & Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),  ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hal. 128.
[11] Moh. Padil & Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal.76.
[12] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: teoritis dan praktis, (Bandung : Rosakarya, 2009), hal.16.
[13] Moh. Padil & Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal.76.
[14] Ibid.,hal.74.
[15] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hal.54.
[16] Moh. Padil & Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal.76.
[17]http://ompubogo.wordpress.com/2011/02/25/pengantar-pendidikan-dan-teori-teori- belajar.html/ diakses pada hari : Sabtu, 24 Maret 201, 11.23 WIB.
[18] Moh. Padil & Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal.76.

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

landasan dan asas-asas pendidikan serta penerapannya

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
Pendahuluan
                                                                                                           
1.1              Latar Belakang Masalah

          Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini brdampak lagsung pada bidang Norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang berpendidikan dan kurang trampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus informasi dan budaya global, serta menurunnya norma-norma masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga raawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahuan dan tegnologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan. Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill), yaitu yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyrakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Lige Long Learning). Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa depan.

          Makalah ini akan memusatkan paparan dalam berbagai landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan-landasan pendidikan tersebut adalah filosofis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang dikalia adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, kemandirian dalam belajar.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan landasan pendidikan?
b. Apa saja macam-macam landasan pendidikan?
c. Apakah yang dimaksud dengan asas-asas pendidikan?
d. Apa sajakah asas-asas pokok pendidikan?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian landasan pendidikan.
b. Untuk mengetahui macam-macam landasan pendidikan.
c. Untuk mengetahui pengertian asas-asas pendidikan.
d. Untuk mengetahui asas-asas pokok pendidikan.


BAB II
ISI

Landasan dan Asas-Asas Pendidikan serta Penerapannya
Pendidikan sebagai usaha dasar yang sistematis-sistemik selalu bertolak darisejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa depan.
Bab III ini akan memusatkan paparan dalam berbagai landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan-landasan pendidikan tersebut adalah filosofis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang dikalia adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, kemandirian dalam belajar.
A.    LANDASAN PENDIDIKAN
1.     Landasan Filososfis
a.   Pengertian Landasan Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandanagan dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme
1.     ­Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.
2.     Perenialisme
Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
3.     Pragmatisme dan Progresifme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
4.     Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.

5. Eksistensialis
Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.


b.   Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.

2.     Landasan Sosiologis
a.   ­Pengertian Landasan Sosiologis
Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi  pendidikan meliputi empat bidang:
1.     Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2.     hubunan kemanusiaan.
3.     Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4.     Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
b.   Masyarakat indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan komplek.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan KeBhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran)
3.     Landasan Kultural
a.   Pengertian Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baiksecara formal maupun informal.
Anggota masyarakat berusaha melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nlai-nilai, dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.

b.   Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebineka tunggal ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini harsulah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara indonesia sebagai sisi ketunggal-ikaan.
4.     Landasan Psikologis
a.   Pengertian Landasan Filosofis
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman etrhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
b.   Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien.
5.     Landasan Ilmiah dan Teknologis
a.   Pengertian Landasan IPTEK
Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsinya teknologi dari berbagai bidang teknologi ke  dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar IPTEK dan calon pakar IPTEK itu. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
b.   Perkembangan IPTEK sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil pemikiran manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang dimualai pada permulaan kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek. Bahan ajar sejogjanya hasil perkembangan iptek mutahir, baik yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi maupun cara memproleh informasi itu dan manfaatnya bagi masyarakat.

6. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
a.      Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia yang diatur dengan Undang – Undang.

b.      Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 45. Undang – undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila dan Undang – Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia saja. Ini berarti teori – teori pendidikan dan praktek – praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.”

7. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990). Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.
Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
·         Perubahan cara berfikir
·         Kemasyarakatan
·         Aktivitas
·         Kreativitas
·         Optimisme

8. Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan.Sama halnya dengan sosial, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Sosiologi dan Pendidikan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut :
§  Imitasi
§  Sugesti
§  Identifikasi
§  Simpati
Kebudayaan dan Pendidikan Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989) Hassan (1983) misalnya mengatakan kebudayaan berisi :
(1) norma-norma
(2) folkways yang mencakup kebiasaan, adat, dan tradisi
(3) mores

Sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut : 1. Gagasan
 2. Ideologi
3. Norma
4. Teknologi
5. Benda

Agar menjadi lengkap, perlu ditambah beberapa komponen lagi yaitu :
1. Kesenian
2. Ilmu
3. Kepandaian

Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia
2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur     dan sebagainya
3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial danpola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.

B.    ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusu s di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara  asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan Asas Kemandirian dalam belajar.
1.     Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso.
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
·         Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh)
·         Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat)
·         Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan)
2.     Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
·         Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
·         Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

3.     Asas Kemandirian dalam Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu suiap untuk ulur tangan bila diperlukan.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalamperan utama sebagai fasilitator dan motifator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif).


PENERAPAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN

Sebagaimana telah dibicarakan dalam bahasan terdahulu ada dua asas-asas utama yang menjadi acuan pelaksanaan pendidikan, yakni:
1.      Asas Belajar Sepanjang Hayat
2.      Asas Tut Wuri Handayani
3.      Asas Kemandirian dalam Belajar

Untuk memberi gambaran bagaimana penerapan asas-asas tersebut di atas berturut-turut akan dibicarakan:
·         Keadaan yang ditemui sekarang
·         Permasalahan yang ada
·         Pengembangan penerapan asas-asas pendidikan.

Ø  Keadaan yang Ditemui Sekarang
 Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang:
1.      Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi
2.      Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik didalam negeri maupun diluar negeri
3.      Usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas melalui pendidikan
4.      Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikan jasmani
5.      Pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai program pendidikan masyarakat yang bertujuan untuk:
a.       meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar
b.      menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya
6.      Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur
7.      Usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk melakukan berbagai macam kegiatan olahraga untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga
8.      Usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi, ketrampilan serta ketahanan mental.

Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah secara lintas sektoral telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana, kesempatan serta sumber daya manusia yang menunjang.
Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni :
1.      Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri
2.      Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya
3.      Peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya
4.      Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri
5.      Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989).


BAB III
KESIMPULAN

3.1  Kesimpulanا
Ø  Landasan Pendidikan
a. Landasan Filososfis
b. Landasan Sosiolagis
c. Landasan Kultural
d. Landasan Psikologis
e. Landasan Ilmiah dan Teknologis

Ø  Pengertian Asas – Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.

Ø  Asas Pokok Pendidikan
1. Asas Tut Wuri Handayani
2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
3. Asas Kemandirian dalam Belajar



DAFTAR PUSTAKA

Hartoto.2008. landasan dan asas-asas pendidikan serta penerapannya. [serial on line]. http://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/12/bab-iii-landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta-penerapannya.[07 Oktober 2010]
http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html

ASAS-ASAS PENDIDIKAN

DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD
BAB II
PEMBAHASAN


A.     ASAS-ASAS PENDIDIKAN  
Sebelum kita membicarakan tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan
Khusu s di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.


1)     Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya . Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan.

Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan nasional Indonesia. Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik.

Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik yang “diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa” (Tirtarahardja, 1994: 120).

Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari “teacher oriented” kepada “student oriented.” Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan pemberi dorongan, pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik.

Dengan sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada semangat yang kuat dari para peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas pendidikan Indonesia “Kemandirian dalam Belajar.”

a.     Menurut asas Tut Wuri Handayani
·         Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan,
·         Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong.  Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan,
·         Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
·         Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
·         Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Metode ini secara teknik pengajaran meliputi : kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the heart, and the hand).

b.    Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yaitu :
·         peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di sema jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri,
·         peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya,
·         peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya,
·         peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
·         peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal.


2)     Asas Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat)
Ing ngarso mempunyai arti di depan / di muka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suritauladan. Dalam ajaran Ki Hajar yang pertama ini menggambarkan situasi dimana seorang pendidik-guru, adalah seorang pemimpin yang harus mampu memberikan suri tauladan bagi anak didiknya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seorang pendidik adalah kata suri tauladan. Sebagai seorang pemimpin atau pendidik harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak didiknya, dengan berbagai contoh teladan, baik di dalam maupun di luar sekolah.

Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Oleh karena itu UNESCO Institute for Education (UIE Hamburg) menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :

a.     Meliputi seluruh hidup setiap individu
À             Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
À             Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
À             Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi baik formal, nonformal, dan informal.

Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).

Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler – sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.

Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).

Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”

b.     Kurikulum yang dapat di merancang dan di implementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horizontal.
·         Dimensi vertikal dalam kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesenambungan antar tingkat persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
·         Dimensi horizontal dari kurikulum sekoah yaitu keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman belajar di luar sekolah.


3)     Asas Ing Madyo Mangunkarso (Asas Kemandirian Dalam Belajar)
Ing Madyo Mangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Membangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pendidik ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat belajar anak didiknya. Ia harus bisa dan mampu memberikan inovasi-inovasi sekaligus motipasi kepada anak didiknya. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangakan kemandirian belajar itu dengan menghindari campur tangan dari guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan bila diperlukan.

a.     Perwujudan asas kemandirian dalam belajar
pereujudan ini akan menempatkan guru dalam peran utama sabagai fasilitator dan motivator di samping peran-peran lain. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.

Pengaplikasian asas ing madyo mangunkarso di sekolah adalah kegiatan intra dan ekstrakulikuler, menerapkan sistem CBSA(cara belajar siswa aktif) di sekolah, dan memanfaatkan PSB (pusat sumber belajar) yang telah tersedia di sekolah.
Ing madyo mangunkarso juga dapat diibaratkan seperti pepatah : guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

b.     Agenda besar pendidikan di Indonesia
          Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia, yakni manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar sepanjang hayat sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh UNESCO Institute for Education, lembaga di bawah naungan PBB yang terkonsentrasi dengan urusan pendidikan. Belajar sepanjang hayat merupakan pendidikan yang harus ;
·                meliputi seluruh hidup setiap individu,
·                mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis,
·                tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap indiviu, dan
·                mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi (Cropley, 1970: 2-3, Sulo Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dan Tirtarahardja, 1994: 121).

Jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang sangat mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendekatan “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual.” Sedang dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep “Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” sedikit banyak telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal, maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan non-formal, seperti program pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang telah berusia lanjut, dan juga program pendidikan informal, seperti hubungan sosial dalam masyarakat dan keluarga tentunya.

4). Perbedaan masing-masing asas dalam kegiatan pendidikan

a.    Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses pembelajaran. Pendidik hanya mendorong dan mempengaruhi peserta didik dari belakang, jika peserta didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan idenya, barulah pendidik turut membantunya.

b.    Asas Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat)
Asas ini lebih menekankan bahwa setiap manusia itu berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sistematis untuk mendapatkan pengajaran, studi dan belajar kapan pun  sepanjang hidupnya (long life education). Lingkungan juga turut mempengaruhi dalam belajar sepanjang hayat dari mulai lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

c.    Asas Ing Madyo Mangunkarso (Asas kemandirian dalam belajar)
            Asas ini lebih menekankan bahwa siswa dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang guru. Dalam asas ini peran guru hanyalah sebagai fasitilator. Namun namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan

BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Oleh karena itu pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah asas pendidikan.
Pendidikan di Indonesia tidak lepas dari kiprah Ki Hajar Dewantara sang pelopor pendidikan yang mempopulerkan tiga asas penting dalam kegiatan pendidikan yang masih dijadikan teladan sampai sekarang yaitu asas tut wuri handayani, asas ing ngarso sungtolodo, dan asas ing madyo mangunkarso.
Ketiga asas ini saling berhubungan hendaknya menjadi acuan untuk menerapkan sistem pendidikan yang tepat bagi bangsa ini dan terus menjunjung tinggi kebudayaan nasional daripada kebudayaan asing. Semangat untuk terus melestarikan “Tut Wuri Handayani” dalam dunia pendidikan dirasa begitu penting, mengingat makna dari semboyan Ki Hadjar tersebut yaitu membuat orang menjadi pribadi yang mandiri.


DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Elanie B. PH. D., (2009): Contextual Teaching and Learning; Mizan Media Utama, Bandung.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. (2005): Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
http://www.melodramaticmind.com/2009/10/asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html
·         http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-relations/2116885-perbedaan-asas-ius-soli-dengan/
·         http://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/12/bab-iii-landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta-penerapannya/
·         http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html
·         http://pumpingindonesia.com/component/content/article/38-artikel/154-refleksi-motivasi-pendidikan-ki-hajar-dewantara-guru-teladan-yang-profesional-sebagai-motivator-yang-mengajar-dengan-kekuatan-cahaya-hati.html
DOWNLOAD MAKALAH FORMAT WORD

Senin, 18 Maret 2013

Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

KATA PENGANTAR
          Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, makalah “Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam” dapat saya selesaikan sebagaimana semampu saya. Shalawat dan salam tak lupa kita kirimkan kepada baginda rasulullah saw sebagai suri teladan yang patut kita contoh.
            Dimana makalah ini saya susun sebagai tugas dari dosen pembimbing. Makalah ini membahas tentang Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-sehari.
            Ucapan terimah kasih saya haturkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, yang telah memberikan sumbansinya sehingga makalah bisa diselesaikan.
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan dampak positif bagi mahasiswa bukan saja dari segi kulit dan kertasnya tapi terutama pesan-pesannya.




                                                                                       Banjarmasin, 17 Desember 2012


                                                                                                                   Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................       i
KATA PENGANTAR..................................................................................................       ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................       iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................       1
A.    Latar Belakang..............................................................................................       1
B.     Rumusan Masalah.........................................................................................       2
C.    Tujuan dan Kegunaan..................................................................................       2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................       3
A.    Arti dari Filsafat, Pendidikan dan Islam.....................................................       4
B.     Pengertian Filsafat Pendidikan Islam..........................................................       6
C.    Ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam...................................................       8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................       11
Kesimpulan.....................................................................................................................       11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................       12

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
  M
enurut islam pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu ajaran islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup, semenjak dari buaian hingga ajal datang.
            Kedudukan tersebut secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini Dewey   berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life) salah satu fungsi sosial (a social function) sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan (as means of growth), yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup, lewat transmisi baik dalam bentuk informal, maupun nonformal. Bahkan lebih jauh Lodge mengatakan bahwa : Pendidikan dan proses hidup dan kehidupan manusia itu berjalan serentak, tidak terpisah satu sama yang lain.
            Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup dan berproses sejalan dengan dinamikanya hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagai akibat logisnya maka pendidikan senantiasa mengandung pemikiran dan kajian, baik secara konseptual maupun operasionalnya, sehingga diperoleh relefansi dan kemampuan menjawab tantangan serta memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia.
            Pemikiran dan kajian tentang pendidikan dilakukan oleh para ahli dalam berbagai sudut tinjauan dan disiplin ilmu seperti agama, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik, sejarah, dan antropologi. Sudut tinjauan ini menyebabkan lahirnya cabang ilmu pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya, yaitu pendidikan agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah pendidikan, ekonomi pendidikan, politik pendidikan dan sebagainya.[1]
            Maka dari itu sangat diperluhkan untuk mempelajari tentang pengertian filsafat pendidikan Islam serta Ruang lingkup filsafat pendidikan islam guna untuk menambah wawasan mengenai perihal tersebut.
B. Rumusan Masalah
            Berangkat dari latar belakang maka kami menarik beberapa rumusan masalah yang patut untuk diperbincangkan, diantaranya:
1.      Apa arti dari filsafat, pendidikan dan islam?
2.      Apa pengertian dari filsafat pendidikan islam?
3.      Bagaimana ruang lingkup filsafat pendidikan islam?
C. Tujuan dan Kegunaan
·         Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam dan Ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam
·         Kegunaan
Ketika kita telah mempelajari materi tersebut maka kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari





BAB II
PEMBAHASAN
Konotasi bila mendengar kata filsafat, maka segera akan menunjuk sesuatu yang bersifat prinsip atau dasar. Bahkan selain itu, banyak dikaitkan dengan suatu pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu, seperti filsafat Pancasila dan filsafat Islam. Filsafat  sebenarnya berasal dari kata atau bahasa Yunani philosophia. Dari kata philosophia ini kemudian banyak diperoleh pengertian-pengertian filsafat, baik dari segi pengertiannya secara harfiah atau etimologi maupun dari segi kandungannya.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Orang Arab memindahkan kata Yunani philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu Falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja faalsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf. Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan puladari kata Barat Philosophy[2].
Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi filsafat sebagai berikut :
·         Pengetahuan tentang hikmah
·         Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
·         Mencari kebenaran
·         Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas
Dengan demikian ia berpenndapat bahwa intisari filsafat ialah “berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Adanyapengertian atau definisi yang bermacam-macam itu terungkapkan juga oleh Drs. Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau definisi tentang filsafat sendiri-sendiri.[3]
A. Arti dari Filsafat, Pendidikan dan Islam
Filsafat Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi dengan kerangka pikir sebagai berikut:





Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi (1988) berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara harpiah bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher (1962) berpendapat filsafat dari kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan”.[4]


Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli bersangkutan, diantaranya:
a.          Mohammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat sebagai aktifitas berfikir murni atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara mendalam segala sesuatu
b.         Menurut Hasbullah Bakry (dalam Prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu[5].

Kajian  dan telaah filsafat memang sangat luas, karena itu filsafat merupakan sumber pengetahuan. Namun paling tidak, ada 2 hal pokok yang dapat kita mengerti dari istilah filsafat, yaitu : Pertama, aktivitas berfikir manusia secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap sesuatau baik mengenai ketuhanan, alam semesta maupun manusia itu sendiri guna menemukan jawaban hakikat sesuatu itu. Kedua, ilmu pengetahuan yang mengkaji, menelaah atau menyelidiki hakikat sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan, manusia dan alam semesta secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka memperoleh jawaban tentang hakikat sesuatu itu yang akhirnya temuan itu menjadi pengetahuan[6].
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi manusia dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu guna memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga dukualifikasikan sebagai peserta didik. Hadari Nawawi (1988) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan redaksi yang berbeda, Hasan Langgulung (1986) mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah dan memimndahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam suatu masyarakat
Islam menurut Harun Nasution (1979) adalah segala agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam adalah agama yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam semesta[7].
B. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Berdasarkan pemikiran dan bahasan di atas, maka Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas befikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan/atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai al-Qur’an/al-Hadis guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran islam[8].
Menurut Zuhairini, dkk (1955) Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam islam terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.
Sedangkan Abuddin Nata (1997) mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu, Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar acuannya.
Tanpa mempersoalkan apakah Filsafat Pendidikan Islam itu sebagai aktifitas berfikir mendalam, menyeluruh dan spekulatif atau ilmu pengetahuan yang melakukan kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif mengenai masalah-masalah pendidikan dari sumber wahyu Allah, baik al-Qur’an maupun al-Hadis, paling tidak terdapat 2 hal pokok yang patut diperhatikan dari pengertian Filsafat Pendidikan Islam:
1.      Kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap kandungan al-Qur’an/al-Hadis dalam rangka merumuskan konsep dasar pendidikan islam. Artinya, Filsafat Pendidikan Islam memberikan jawaban bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan sesuai sengan tuntunan nilai-nilai Islam. Misalnya saja ketika muncul pertanyaan bagaimana aplikasi pendidikan Islam menghadapi peluang dan tantangan millenium II, maka Filsafat Pendidikan Islam melakukan kajian mendalam dan menyeluruh, sehingga melahirkan konsep pendidikan islam yang akan diaktualisasikan di era millenium III.
2.      Kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka mengatasi berbagai probelam yang dihadapi pendidikan islam. Misalnya ketika suatu konsep pendidikan islam diterapkan dan ternyata dihadapkan kepada berbagai problema, maka ketika itu dilakukan kajian untuk mengatasi berbagi problema tadi. Aktivitas melakukan kajian menghasilkan konsep dan prilaku mengatasi problem pendidikan islam  tersebut merupakan makna dari Filsafat Pendidikan Islam.
Sebenarnya antara kajian mendalam, menyeluruh dan spekulatif merumuskan konsep dasar pendidikan islam dengan pikiran mengatasi problematika pendidikan Islam sulit untuk dapat dipisahkan secara tegas, sebab ketika suatu problem pendidikan islamdipecahkan melalui hasil sebuah kajian mendasar menyeluruh,  maka hasil tersebut sesungguhnya menjadi konsep dasar pelaksanaan pendidikan islam selanjutnya. Sebaliknya ketika suatu rumusan pemikiran pendidikan islam dibuat, misalnya konsep pendidikan di era globalisasi yang penuh persaingan kualitatif maka sebetulnya konsep yang dihasilkan tadi merupakan antisipatif menghadapi problem pendidikan islam di era millenium III yang di tandai globalisasi informasi dan persaingan kualitatif[9].
Perpaduan antara agama dan akal fikiran membuat kita untuk menjelaskan persoalan khusus (misalnya tentang universalisme), pemikiran pengakuan, dan menjawab keberatan-keberatan utama yang ditujukan pada solusi Aristotealismenya, yaitu dengan menyempurnakan metode skolastiknya[10].
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran dan kajian tentang Filsafat Pendidikan Islam menyangkut 3 hal pokok, yaitu: penelaahan tentang filsafat, pendidikan dan penelaahan tentang islam. Karena itu, setiap orang yang berminat dan menerjunkan diri dalam dunia Filsafat Pendidikan Islam seharusnya memahami dan memiliki modal dasar tentang filsafat, pendidikan dan Islam.
Kajian dan pemikiran mengenai pendidikan pada dasarnya menyangkut aspek yang sangat luas dan menyeluruh bahkan seluruh aspek kebutuhan dan/atau kehidupan umat manusia, khususnya umat islam. Ketika dilakukan kajian dan dirumuskan pemikiran mengenai tujuan Pendidikan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup umat manusia. Karena tujuan pendidikan Islam pada hakekatnya dalam rangka mencapai tujuan hidup umat manusia, sehingga esensi dasar tujuan pendidikan islam sebetulnya sama dengan tujuan hidup umat manusia. Menurut Ahmad D. Marimba (1989) sesungguhnya tujuan pendidikan islam identik dengan tujuan hidup setiap muslim
Sebagai contoh, firman Allahh dalam surah Ali Imran (3) ayat 102:

            “hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan ketaqwaan yang sempurna dan janganlah kamu mati, melainkan dalam keadaan muslim”.
Ayat ini menggambarkan tujuan hidup umat manusia Islam yang harus mencapai derajat ketaqwaan, di mana ketaqwaan itu harus senantiasa melekat dalam kehidupan umat manusia hingga akhir hayatnya. Filsafat Pendidikan Islam merumuskan tujuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan hidup umat manusia. Bila tujuan hidup umat islam untuk mencapai derajat ketaqwaan yang sempurna sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan pendidikan islam yang dirumuskan Filsafat Pendidikan Islam tentu pembinaan peserta/anak didik rangka menjadi manusia muttaqin. Dengan demikian, mewujudkan ketaqwaan dalam diri setiap individu umat islam guna mencapai posisi manusia muttaqin selain menjadi tujuan hidup setiap muslim sekaligus pula menjadi tujuan akhir pendidikan Islam[11].
Dari beberapa uraian tadi dapat diketengahkan bahwa pada dasarnya ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam bertumpu pada pendidikan islam itu sendiri, baik menyangkut rumusan/konsep dasar pelaksanaan maupun rumusan pikiran antisipatif mengatasi problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan Islam.[12].
Dimana arah dan ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam mempunyai dua orientasi; objektif teoritis dan objektif praktis. Orientasi pertama menghendaki penelitian agama agar bersifat murni dan teoritis melalui bidang-bidang berikut:
Ø    Tradisi agama yang mencakup sumber-sumber ajaran agama yang diyakini sebagai sumber kebenaran abadi.
Ø    Bidang yang mencakup dasar-dasar eksistensi agama yang dapat dilakukan dengan pendekatan teologis
Ø    Bidang yang menyangkut prilaku kegamaan dan aturan-aturan agama yang mengatur bagaimana pemeluk agama harus berrilaku sesuai dengan ajaran agamanya.
Ø    Bidang eksperimen atau pengalaman keagamaan, baik pengalaman pribadi maupun masyarakat penganut agama[13].
Dengan adanya pendidikan ini maka dapat diketahui bakat dan kemampuan anak-anak didik, sehingga bakat dan kemampuan tersebut dapat di bina dan dikembangkan. Dan menjadi tugas seorang pendidik utnuk membntu anak didik untuk mengetahui bakat dan kemampuannya. Di samping itu, pendidik juga berkewajiban untuk menemukan kesulitan-kesulitan yang membatasi perkembangan potensinya serta membantu menghilangkan hambatan itu untuk mencapai kemajuan anak didik[14].
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan fikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan islam, kiranya perlu di ikuti pola dan sistem pemikiran dan kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah sebagai berikut.
1.      Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti bahwa cara berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian yang lainnya saling berhubungan secara bulat dan terpadu.
2.      Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan-persoalan sampai ke akar-akarnya.
3.      Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang difikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tignkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang.
4.      Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif , artinya pemikiran yang tidak di dasari pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), tetapi mengandung nilai-nilai objektif, oleh karena permasalahannya adalah suatu realitas (kenyaaan) yang ada pada objek yang difikirnkannya[15]





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu. Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Islam adalah agama yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam semesta[16].
Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas befikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan/atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Pemikiran dan kajian tentang Filsafat Pendidikan Islam menyangkut 3 hal pokok, yaitu: penelaahan tentang filsafat, pendidikan dan penelaahan tentang islam.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin Muzayyin, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Beavers Tedd, 2001, Paradigma Filsafat Pendiikan Islam, Jakarta: Riora Cipta.
Praja Juhaya, 2002, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, Jakarta: Teraju
Syar’I Ahmad, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Tafsir Ahmad, 2010, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya.
Zuhairini, 2008,  Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

FOOTNOTE
[1] Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (cetakan ke4; Jakarta. Bumi Aksara, 2008), h.1
[2] Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (cetakan ke4; Jakarta. Bumi Aksara, 2008), h.3
[3] Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (cetakan ke4; Jakarta. Bumi Aksara, 2008), h.4
[4] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.1
[5] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.2
[6] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.3
[7] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.4
[8] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.5
[9] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.7
[10] Tedd D. Beavers, Paradigma Filsafat Pendidikan Islam (cetakan I; Jakarta. Riora Cipta, 2001) h.137
[11] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.8
[12] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.9
[13] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu Dalam Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Teraju, 2002) h.13
[14] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.15
[15] Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam (cetakan ke 3; Jakarta. Bumi Aksara, 2005) h.7
[16] H. Ahmad Syar’I M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005) h.4

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites