Minggu, 28 Oktober 2012

URGENSI PENDIDIKAN DAN LATIHAN BAGI PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS KEGURUAN

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Kegiatan pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai: “perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan memadai”.
Penyelenggaraan program pelatihan dapat bermanfaat baik untuk sekolah maupun guru. Menurut Sondang Siagian (1997:183-185) manfaat pendidikan dan pelatihan sekolah setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7) penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu para guru membuat keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9) makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya, pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan pula tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus terjadi.
Dengan demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu wujud sekolah sebagai learning organization adalah adanya kemauan belajar dari para guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui kegiatan pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada kalangan siswa semata.

B.       Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Dampak Pendidikan dan Pelatihan profesi guru bagi kemajuan pendidikan. Tujuan PLPG atau Pendidikan dan Latihan Profesi Guru sendiri adalah mendapatkan tanda bukti gelar "Guru Profesional" guna menambah penghasilan guru melalui tunjangan profesi sebagai peningkatan taraf ekonomi dan kesejahteraan hidup guru-guru.
Setelah PLPG atau Pendidikan dan Latihan Profesi Guru tidak ada lagi keegoisan guru yang mengutamakan sudut pandangnya untuk memaksakan siswa mengikuti cara berpikir guru, ini tidak sesuai dengan teori belajar, padahal apabila guru itu mampu dan terampil memandang dari kacamata siswa sudah tentu belajar dan pembelajaran menjadi lebih mudah, juga akan membuat waktu yang digunakan menjadi lebih efektif dan efisien.



BAB II
PEMBAHASAN

A.       Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana peningkatan kemampuan profesional guru bisa diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. kematangan, kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan kualifikasi, merupakan ciri-ciri pofesionalisme. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan profesional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum profesional menjadi profesional.
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen).

B.       Strategi Pengembangan Profesi Guru
Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Berangkat dari karakteristik guru untuk masyarakat abad 21 yang akan disimpulkan, antara lain:
  1. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah.
  2. Memiliki kepribadian yang prima.
  3. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain sebagai berikut:
  1. Berpartisipasi di dalam pelatihan berbasis kompetensi.
  2. Berpartisipasi di dalam kursus dan program pelatihan tradisional (termasuk di dalamnya pendidikan lanjut).
  3. Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya.
  4. Berpartisipasi di dalam kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah.
  5. Menghadiri perkuliahan umum atau presentasi ilmiah.
  6. Melakukan penelitian (khususnya penelitian tindakan kelas).
  7. Magang.
  8. Menggunakan sumber-sumber media pemberitaan.
  9. Berpartisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional.
  10. Mengunjungi profesional lainnya di luar sekolah.
  11. Bekerja dengan profesional lainnya di dalam sekolah.

  C.       Kompetensi Guru
Kompetensi guru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan mutu hasil pembelajaran disekolah, namun kompetensi guru tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan lamanya mengajar. Sebagai standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru dalam melaksanakan profesinya, pemerintah mengeluarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung. Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Banyak orang berpendapat yang mengatakan bahwa mutu hasil pembelajaran ditentukan oleh kompetensi gurunya. Jika kualitas gurunya buruk, maka 60% buruk pula mutu hasil pembelajarannya. Sebaliknya jika kualitas gurunya baik, maka 60% mutu hasil pembelajarannya juga baik dan 40% lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Artinya jika pendidikan ingin maju, maka harus dimulai dulu dari gurunya.

D.      Pelatihan untuk Perubahan
Kegiatan pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai: “perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan memadai”
Dengan meminjam pemikiran Sondang Siagian (1997:183-185) ,di bawah ini akan dikemukakan tentang manfaat penyelenggaraan program pelatihan, baik untuk sekolah maupun guru itu sendiri.
Bagi sekolah setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7) penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu para guru membuat keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9) makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya, pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan pula tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus terjadi.
Dengan demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu wujud sekolah sebagai learning organization adalah adanya kemauan belajar dari para guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui kegiatan pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada kalangan siswa semata.

E.       Dampak Pendidikan dan Pelatihan bagi Guru
Isu mengenai program pembinaan profesi guru melalui pelatihan telah diungkapkan oleh Suastra (2006), dengan mengacu pada empat jenis program unggulan yaitu (1) program peningkatan kualitas pembelajaran melalui pelatihan dan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen inovatif atau pelatihan dan pelaksanaan lesson study, (2) program peningkatan produktivitas ilmiah guru melalui pelatihan dan pelaksanaan penelitian tindakan kelas, (3) program peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru melalui studi lanjut ke D4 atau S1, dan (4) program pengembangan karir guru melalui studi S2. Terkait dengan pembinaan profesi guru yang dilakukan oleh kepala sekolah, hasil survey menunjukkan bahwa 97.2% kepala sekolah telah melakukan pembinaan profesi guru, hanya 2.8% kepala sekolah belum pernah melakukannya. Terungkap pula bahwa 83.3% kepala sekolah telah melakukan pembinaan pembelajaran dan asesmen inovatif, hanya 16.7% belum pernah melakukannya. Juga ditemukan bahwa 58.3% kepala sekolah telah melakukan pembinaan lesson study, walapun cukup banyak yang melakukannya yaitu sebesar 41.7%. Ditemukan pula bahwa 86.1 % kepala sekolah telah melakukan pembinaan penelitian tindakan kelas dan 13.9% yang belum pernah melakukannya. Data-data tersebut menunjukkan bahwa program-program pembinaan profesi guru telah dilakukan di sebagian besar sekolah. Fakta ini juga didukung oleh pernyataan guru, bahwa sebagian besar dari mereka mengakui telah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Dengan telah dilaksanakannya program-program pembinaan profesi guru dalam bentuk pelatihan pembelajaran dan asesmen inovatif, pelatihan lesson study, dan pelatihan penelitian tindakan kelas, seyogyanya para guru telah memiliki pengetahuan konseptual yang memadai, mampu melakukan pembelajaran dan asesmen inovatif secara intensif, melakukan lesson study secara optimal, dan melakukan penelitian tindakan kelas secara berkelanjutan. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif berkategori kurang (M = 51.3 dan SD = 11.4), pengetahuan konseptual guru tentang lesson study berkategori kurang (M = 48.8 dan SD = 15.3), dan pengetahuan konseptual guru tentang penelitian tindakan kelas adalah kurang (M = 44.4 dan SD = 11.1).
Rendahnya pengetahuan konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif mengindikasikan bahwa peran guru sebagai agen pembaharuan sulit untuk dapat diwujudkan secara optimal. Padahal, pengetahuan konseptual tentang pembelajaran dan asesmen inovatif merupakan hal yang sangat penting bagi guru dalam memajukan proses dan produk belajar siswa. Santyasa (2006) menyatakan bahwa pembelajaran dan asesmen inovatif merupakan wujud gagasan baru bagi guru sebagai agen pembaharuan dalam pembelajaran untuk mampu memfasilitasi pebelajar dalam memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.
Dalam pelaksanaan Lesson Study, ada 8 (delapan) peluang yang dapat diperoleh oleh guru yang dapat membantu pengembangan profesionalismenya (Lewis, 2002), yaitu (1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, (3) memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, (4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan siswa, (5) merancang pembelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya, dan (8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui pandangan siswa dan kolega. Kedelapan peluang tersebut tampaknya belum mampu diraih oleh para guru secara optimal. Pernyataan ini didukung oleh temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa para guru memiliki pengetahuan konseptual dan terapan mengenai lesson study yang relatif rendah. Rendahnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang lesson study tersebut mengindikasikan profesionalisme dan kompetensi guru masih relatif rendah.
Indikator lain yang juga mencerminkan rendahnya profesionalisme dan kompetensi guru adalah temuan survey yang mengungkapkan bahwa rendahnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan bagi guru tentang penelitian tindakan kelas. Artinya, penelitian tindakan kelas yang sangat potensial untuk pembinaan profesi dan kompetensi guru belum mampu diberdayakan. Pada hal, para ahli menyatakan bahwa: ”Penelitian tindakan kelas dapat digunakan sebagai dasar pembinaan profesi dan peningkatan kompetensi guru” (Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005).
Praktik pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan profesi guru, karena penelitian tindakan kelas dapat membantu pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa (Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005).
Rendahnya pengetahuan konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas bagi para guru tidak optimal. Walapun guru menyatakan telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan mampu mengimplementasikannya dalam pembelajaran, namun proses dan hasilnya diduga kurang mampu mencerminkan prinsip-prinsip inovasi pembelajaran dan asesmen, prinsip lesson study, atau prinsip penelitian tindakan kelas. Pernyataan ini didukung oleh temuan survey bahwa sebagian besar rencana dan pelaksanaan pembelajaran (RPP) buatan guru belum mengindikasikan telah dilaksanakannya pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas. Temuan lain yang juga mendasari, bahwa hanya 28% guru telah memiliki proposal penelitian tindakan kelas dan 72% belum pernah menyusun proposal penelitian tindakan kelas, hanya 22% guru telah memiliki laporan penelitian tindakan kelas, dan 78% guru tidak memiliki laporan penelitian kelas, karena belum pernah melakukannya. Fakta ini menunjukkan bahwa produktivitas guru dalam melakukan inovasi yang menunjang pengembangan profesionalismenya adalah relatif rendah.
Rendahnya produktivitas guru dalam menunjang pengembangan profesionalisme mereka, disebabkan karena adanya kendala-kendala dalam melaksanakan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas. Kendala-kendala tersebut adalah banyak guru belum memiliki pedoman pelaksanaan standar (standar operating procedur/SOP) baik untuk pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun untuk penelitian tindakan kelas. Pernyataan ini terbukti dari temuan penelitian, bahwa dari 108 guru, 62.1 % nya menyatakan belum memiliki pedoman dalam melaksanakan pembelajaran inovatif, sedangkan selebihnya menyatakan telah memiliki. Untuk pelaksanaan lesson study, 68.5% guru menyatakan belum memiliki pedoman, dan untuk pelaksanaan penelitian tindakan kelas, 44.5% guru menyatakan belum memiliki pedoman.
Belum optimalnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas akan bermuara pada belum optimalnya kualitas proses pembelajaran yang dialami oleh siswa di sekolah. Proses pembelajaran yang belum optimal akan memberikan perolehan belajar bagi siswa yang juga belum optimal. Sebagai perolehan belajar dapat berupa pemahaman atau kemampuan pemecahan masalah. Temuan ini mengungkapkan bahwa kualitas pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa berkategori kurang. Perolehan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara menyediakan pelayanan pembinaan dan pengembangan produktivitas guru. Produktivitas guru dapat ditingkatkan melalui aktivitas-aktivitas in service trainning, baik melalui pelatihan tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun pelatihan penelitian tindakan kelas. Aktivitas-aktivitas pelayanan tersebut ternyata memberikan dampak positif, tidak hanya dalam pembinaan profesi guru, tetapi juga peningkatan perolehan belajar siswa. Oleh sebab itu, pembinaan profesi guru menjadi sangat penting untuk dilakukan secara berkelanjutan. Fasilitas yang sangat mendukung efesiensi dan efektivitas pembinaan profesi guru dapat berupa model pelatihan, baik model pelatihan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun model pelatihan penelitian tindakan kelas. Fasilitas-fasilitas pelatihan tersebut sangat diharapkan untuk segera dikembangkan oleh sebagian besar kepala sekolah.



BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Kegiatan pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.
Terdapat indikasi bahwa masih banyak guru belum terlibat secara optimal dalam pendidikan dan pelatihan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas. Hal ini berdampak pada rendahnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan bagi guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas. Sebagian besar Rencana dan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru belum mencerminkan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas. Sebagian besar guru belum memiliki proposal atau laporan penelitian tindakan kelas. Pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas adalah berkategori kurang.
Rendahnya kualitas pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas berdampak pada rendahnya kualitas proses pembelajaran yang dialami siswa, sehingga bermuara pada rendahnya perolehan belajar yang dicapai oleh siswa. Hal ini terjadi karena belum semua guru pernah terlibat dalam aktivitas-aktivitas pelatihan. Pembinaan profesi guru telah dilakukan oleh kepala sekolah, namun pelaksanaannya belum menggunakan model pelatihan yang standar, terutama yang menyangkut standar pengetahuan maupun standar prakteknya. Pembinaan profesi guru merupakan suatu keniscayaan untuk peningkatan kompetensi mereka. Peningkatan kompetensi guru akan berdampak positif pada mutu lulusan.
  
B.       Saran
Agar kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh suatu sekolah benar-benar dapat memberikan manfaat bagi kemajuan guru maupun bagi organisasi itu sendiri, maka perlu ditempuh beberapa langkah dalam suatu kegiatan pelatihan. Sondang Siagian (1997:185-203) memaparkan tujuh langkah dalam kegiatan pelatihan, yaitu :
1)        Penentuan kebutuhan
2)        Penentuan sasaran
3)        Identifikasi isi program;
4)        Identifikasi prinsip-prinsip belajar;
5)        Pelaksanaan program;
6)        Identifikasi manfaat;
7)        Penilaian pelaksanaan program

DAFTAR PUSTAKA

Alan Cowling & Philip James. 1996 .The Essence of Personnel Management and Industrial Relations (terj. Xavier Quentin Pranata). Yogyakarta: ANDI.
Jones, P., & Song, L. 2005. Action research fellows at Towson University.
Kirkey, T. L. 2005. Differentiated instruction and enrichment opportunities: An action research report.
Lewis, C. 2002. Does lesson study have a future in the United States? Nagoya Journal of the Education and Human Development.
McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature of professional learning communities.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Santyasa, I W., Suwindra, I N. P., Sujanem, R., & Suardana, K. 2006. Pengembangan teks fisika bermuatan model perubahan konseptual dan komunitas belajar serta pengaruhnya terhadap perolehan belajar siswa di SMA. Laporan Penelitian RUKK Tahun II. Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.
Sondang P. Siagian .1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Suastra, I.W (2006). Perspektif Kultural Pendidikan Sains: Belajar Sebagai Proses Inkulturasi. Jurnal Pendidikan dan Prngajaran Undiksha (Terakreditasi) . No. 3 Tahun XXXIX Juli 2006.
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalitas Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21 (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17
UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen




0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites