Minggu, 15 Februari 2015

Konsep Kurikulum Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling sempurna, karena manusia dianugerahi fitrah, akal, qalb, dan nafs sehingga dengan semua anugerah itu manusia memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dalam mencapai kesempurnaan sebagai khalifah di bumi. Untuk mencapai kesempurnaan ini, manusia harus melalui suatu proses atau kegiatan ilmiah yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan Islam yang berfalsafahkan al-Qur’an dan hadis sebagai sumber utamanya, menjadikan keduanya sebagai sumber utama pula dalam penyususunan kurikulum.
Dalam pendidikan Islam kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Salah satu tugas dari filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai harus direncanakan melalui kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan pada lembaga pendidikan Islam. Dengan demikian, akan menjadi jelas dan terencana bagaimana dan apa yang harus diterapkan dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan pendidik dan anak didik.
Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Di samping itu, kurikulum hendaknya dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah tergambar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilainilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, fokus pembahasan dalam tulisan makalah ialah bagaimana filsafat pendidikan Islam tentang konsep kurikulum pendidikan Islam.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tentang latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam makalah ini adalah bagaimana filsafat pendidikan Islam dalam menjelaskan konsep kurikulum pendidikan Islam. Tema masalah pokok tersebut dijabarkan dalam beberapa sub tema masalah, sebagai berikut:
1.    Bagaimana konsep kurikulum pendidikan Islam?
2.    Apa tujuan kurikulum pendidikan Islam?
3.    Bagaimana perspektif al-Qur’an tentang kurikulum pendidikan Islam?

C.      Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui konsep kurikulum pendidikan Islam.
2.    Mengetahui tujuan kurikulum pendidikan Islam.
3.    Mengetahui perspektif al-Qur’an tentang kurikulum pendidikan Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya “pelari” dan curene yang berarti “tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun). SMA/MA (tiga tahun) dan seterusnya.
Secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. Tujuan pendidikan yang ingin di capai itulah yang menentukan kurikulum dan isi pendidikan yang diberikan. Selain itu tujuan pendidikan dapat mempengaruhi stategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk memberikan pengalaman belajar pada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirumuskan. Dengan kurikulum dan isi pendidikan inilah kegiatan pendidikan itu dapat dilaksanakan secara benar seperti apa yang telah dirumuskan.
J.G Sailor (1981), merangkum beberapa batasan mengenai pengertian kurikulum berdasarkan pengertian beberapa ahli dinataranya: Menurut Lewis dan Meil, kurikulum adalah seperangkat bahan pelajaran, rumusan hasil belajar, penyediaan kesempatan belajar, kewajiaban dan pengalaman peserta didik. Taba berpendapat bahwa kurikulum tidak peduli bagaimana rancanagan detailnya dan terdiri atas unsur-unsur tertentu, Ia memberi petunjuk tentang beberapa pilihan dan susunan isinya. Akibatnya ia memerlukan suatu program pengevaluasian hasil-hasilnya. Menurut Stratemayer Sc, kurikulum dianggap sebagai hal yang meliputi bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan anak dan pemuda keseluruhan pengalaman di dalam dan di luar sekolah atau kelas yang disponsori oleh sekolah, dan seluruh pengalaman hidup murid. Adapun batasan yang diterima pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman yang baru akan dibimbing. Kebijakan ini menentukan scope dari kurikulum sekolah.
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan manhaj yang bermakna jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Kurikulum pendidikan Islam dari segi bahasa bermakna jalan yang terang yang dilalui seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau ayah atau yang lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua unsur-unsur rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau institusi pendidikan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan pendidikan, perkara-perkara kajian, kemestian-kemestian pelajaran dan semua kegiatan dan alat-alat yang menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam mengajarkan pelajaran dan melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga peraturan di antara mereka dan pada pergaulan mereka pada umumnya, dan proses-proses dan alat-alat penilaian.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan sebagai serangkain ilmu pengetahuan yang harus di ajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik dan anak didik mempelajarinya, akan tetapi segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan baik yang bersifat islami maupun bersifat umum.

B.       Komponen Kurikulum Pendidikan Islam ( Ummi)
Dari definisi tentang pengertian kurikulum di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan Islam mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu:

1.    Tujuan
Tujuan pendidikan, sebagai komponen pertama dari kurikulum adalah sesuatu yang akan dicapai oleh peserta didik melalui proses pendidikan. Menurut Rahman ada dua istilah tujuan pendidikan yaitu:
a.    Tujuan khusus
Tujuan khusus yaitu untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kritis dan kreatif.
b.    Tujuan umum
Tujuan umum yaitu memungkinkan manusia memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keraturan dunia.
Tujuan pendidikan Islam merupakan arah yang selalu diusahakan oleh pendidik agar tercapai. Tujuan ini sangat penting artinya karena pada hakikatnya tujuan itu berfungsi sebagai pengakhir dan pengarah usaha, merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan memmberi nilai pada usaha-usaha tersebut. Pada prinsipnya tujuan pendidikan suatu komunitas atau bangsa biasanya bersumber dari filsafat hidup dan kepercayaan yang dianut oleh suatu bangsa. Karena kenyataannya bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil filsafat dan kepercayaan suatu bangsa. Demikian juga menentukan tujuan pendidikan islam tentu sangat dipengaruhi oleh akidah umat islam itu sendiri dan sumber ajarannya yakni alquran dan sunnah. Untuk itu setiap usaha menentukan kebijakan apapun dalam pendidikan islam harus selalu berangkat dari sumber utamanya.
2.    Materi / Bahan Ajar
Materi/bahan ajar bisa berupa kitab kuning (seperti di pesantren-pesantren salaf), buku-buku, jurnal-jurnal, laporan-laporan hasil penelitian, dan apa saja yang dapat digunakan sebagai konteks untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Materi pada masa sekarang diatur dalam bentuk-nama-nama mata pelajaran atau mata kuliah sesuai dengan nomenklatur keilmuannya.
Dari mata pelajaran atau mata kuliah tersebut terdapat sekian banyak literatur yang berfungsi sebagai bahan atau sumber pembelajaran. Kemudian pembahasan kerangka materi seperti tersebut akan digunakan untuk melihat seperti apa bahan atau sumber pendidikan menurut Rahman. Misalnya, Rahman dengan mengacu kepada Alquran meminta manusia supaya mempelajari apa yang terdapat pada diri manusia itu sendiri, alam semesta dan sejarah umat manusia.
3.    Metode Pendidikan
Metode pendidikan diperlukan untuk mengatur proses pembelajaran mulai dari persiapan sampai dengan melakukan evaluasi. John P. Miller, seorang ahli metode pembelajaran dari Ontario Institute for Studies in Education yang banyak melakukan kritik terhadap metode pembelajaran. Menurut Miller banyak peserta didik yang tidak tertarik belajar dikelas, bahkan mereka merasa tersiksa. Oleh karena itu, disusunlah model pembelajaran yang menarik bagi peserta didik dengan diberi nama Humanizing The Classroom: Models of Teaching in Affective Education. Melvin L. Silberman mengemukakan 101 strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik.
Fazlur Rahman banyak melakukan kritik terhadap metode pendidikan umat Islam terutama abad pertengahan yang hanya sekedar mengulang-ulang pelajaran sampai hafal. Metode semacam ini disebut metode mekanis. Sebaliknya, Rahman menyarankan kepada umat Islam agar menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan melakukan observasi, analisis, dan eksperimen. Disamping itu, Rahman juga mengemukakan metode gerakan ganda. Metode ini dapat dipahami, dirumuskan kembali dan diterapkan dalam proses pembelajaran.
Metode pendidikan islam yang dikehendaki oleh Umat Islam pada hakikatnya adalah methode of education through the teaching of islam (metode pendidikan melalui ajaran islam) atas semua bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan menurut ajaran islam.
4.    Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan telah dicapai peserta didik. Evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi yang dapat mengevaluasi semua proses pendidikan mulai dari awal sampai akhir, yang dapat mengevaluasi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. William E. Blank mengemukakan suatu jenis evaluasi yang disebut dengan evaluasi performansi.
Menurut Blank hanya dengan evaluasi performansi seorang pendidik dapat mengetahui bahwa peserta didiknya telah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan atau belum. Kemudian, evaluasi jenis ini akan digunakan untuk melihat pemikiran pendidikan neomodernisme Rahman. Misalnya, sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa tujuan pendidikan menurut Rahman adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi pribadi yang kritis dan kreatif yang memungkinnya memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan dan keteraturan dunia. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan ini telah dicapai oleh peserta didik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap performansi peserta didik terutama dari sifat kritis dan kreatif, dari segi kemampuan memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan manusia, dan dari segi keberhasilannya menciptakan keadilan, kemajuan, serta keteraturan dunia.

C.      Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Diantara cirri-ciri umum kurikulum pada pendidikan islam antara lain yaitu:
1.    Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama. Segala yang diajarkan dan diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan berdasarkan pada Al-Qur’an, sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yag saleh.
2.    Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya. Kurikulum yang memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, social dan spiritual. Disamping menaruh perhatian kepada pengembangan dan bimbingan terhadap aspek spiritual bagi pelajar, dan pembinaan aqidah yang betul padanya, menguatkan hubungan dengan Tuhannya, menghaluskan akhlaknya, melalui kajian terhadap ilmu-ilmu agama, latihan spiritual dan mengamalkan syiar-syiar agama dan akhlak islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu al-qur’an termasuk tafsir, bacaan,dll,ilmu-ilmu hadist, ilmu tauhid, ilmu nahwu, saraf, arudh, dan lain-lain.
3.    Cirri-ciri keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam. Kurikulum pendidikan Islam, sebagaimana ia terkenal dengan menyeluruhnya perhatian dan kandunganya, juga menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh, lengkap melengkapi, dan berimbang antara orang dan masyarakat.
4.    Kecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, bahasa asing, sekalipun atas dasar perseorangan dan juga bagi mereka yang memiliki keediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan mempunyai kenginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu.
5.    Perkaitan antara kurikulum dalam pendidikan Islam dalam kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara mereka.

D.      Asas-asas Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Nasution, hendaknya kurikulum memiliki empat asas yaitu:
1.    Asas filsafat berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan Islam sehingga susunan kurikulum mengandung kebenaran
2.    Asas sosiologi berperan untuk memberikan dasar dalam menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3.    Asas organisatoris berfungsi untuk memberikan dasar dalam bentuk bagaimanan bahan pelajaran itu disusun dan penentuan luas urutan mata pelajaran
4.    Asas psikologi tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspek, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna dan dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pendapat Nasution tentang asas-asas penyusunan kurikulum tersebut, belum bisa sepenuhnya dijadikan sebagai dasar kurikulum pendidikan Islam. Hal ini karena pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurut Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-Asas Pendidikan Islam, asas dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam adalah:
1.    Asas-asas sosial, berfungsi memberi kerangka budaya dari mana pendidikan itu bertolak dan bergerak dalam arti memindahkan, memilih, dan mengembangkan budaya
2.    Asas-asas politik dan administrasi, berfungsi memberi bingkai adeologi (aqidah) untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
4.    Asas-asas ekonomi, berfungsi memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggungjwab terhadap anggaran belanja.
5.    Asas-asas sejarah, berfungsi untuk mempersiapkan pendidik dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu, ddengan undang-undang peraturannya, batas-batas dan kekuarangan-kekurangannya.
6.    Asas-asas psikologis, berfungsi memberi informasi tentang watak-watak pelajar, guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, dan pengukuran dan bimbingan.
7.    Asas-asas filsafat, berfungsi untuk memberi kemampuampuan memilih yang lebih baik, member arah suatu sistem, mengontrolnya, dan member arah kepada semua asas-asas lain.

E.       Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami yang tercermin dari sifat dan karakteristiknya. Kurikululum seperti itu hanya mungkin, apabila bertopang dan mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak dari pandangan tentang manusia (pandangan antropologis) serta diarahkan pada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami.
Agar kriteria kurikulum pendidikan tersebut di atas dapat terpenuhi, maka dalam penyusunannya harus memepertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani, sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan, dan menyelamatkan.
2.    Kurikulum yang dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah. Disamping itu, untuk merealisasikan pelbagai aspek tujuan tidak lengkap seperti aspek psikis, fisik, sosial, budaya, maupun intelektual. Berbagai aspek tujuan pendidikan tidak lengkap ini, berfungsi dalam rangka meluruskan dan mengarahkan pola hidup yang selanjutnya bermuara pada tujuan akhir atau tujuan asasi pendidikan.
3.    Penahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (kekhasan) nya seperti karakteristik kekanakan, kepriaan dan kewanitaan. Demikian pula fungsi serta peranan dan tugas masing-masing dalam dalam kehidupan sosial.
4.    Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat dan tetap bertopang pada jiwa dan cita ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai umat Islam serta tetap mendukung dengan kesadaran dan harapan akan pertolongan Allah, serta ketaatan kepada Rasul-Nya yang diutus untuk ditaati dengan izin Allah. Dalam hal tersebut, kurikulum tersebut tetap memeperhatikan dan memelihara berbagai kepentingan umat sesuai dengan kondisi dan lingkungannya yang dilimpahkan Allah, seperti iklim tropis ataupun kondisi alam yang memungkinkan pola kehidupan agraris, industrial ataupun masyarakat dagang, baik perdagangan laut maupun darat, dan seterusnya.
5.    Secara keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya terarah pada pola hidup islami. Dengan kata lain kurikulum tersebut berpulang untuk menempuh kesatuan. Kepada mereka diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengalaman dalam menggali dan menyingkap rahasia segala yang ada serta keberadaannya, hukum aturan dan keteraturannya serta kejadiannya.
6.    Hendaknya kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat di Negara yang akan melaksanakannya.
7.    Hendaknya metode pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes/ fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi tempat, dengan mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat serta kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang bersangkutan.
8.    Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkat laku positif serta meningkatkan dampak efektif (sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda. Untuk itu diperlukan pemanfaatan metode pendidikan yang memadai sehingga melahirkan dampak mendalam, berupa berbagai kegiatan islam yang efisien. Dengan kata lain, metode pendidikan yang digunakan itu hendaknya memungkinkan pelaksanaannya, mudah ditangkap dan diserap siswa, serta membuahkan hasil yang manfaat.
9.    Kurikulum itu hendaknya, memeperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan keagamaan dan pertumbuhan bahwa bagi fase tersebut.

F.       Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist
1.    Tujuan Pendidikan Dalam Kisah Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat bermacam-macam kisah yang berdasarkan tokohnya bisa dikategorikan sebagai berikut : Pertama, kisah para rasul dan nabi menyangkut dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang terjadi serta sikap para penentang kisah-kisah yang berkaitan. Kedua, kisah-kisah yang berkaitan dengan umat yang terdahulu yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah Thalut, Jalut, dua putranya dan Ashabul Kahfi, dan sebagainya. Ketiga, kisah yang berkaitan dengan perstiwa yang terjadi di zaman Nabi seperti perang Badar, Uhud, Hunain dan sebagainya.
Penuturan kisah-kisah tersebut dalam Al-Qur’an bukan sekedar untuk dihafal, namun penyampaian tersebut terkait dengan bagaimana metode menyampaikan sinar petunjuknya. Dalam Al-Qur’an terdapat dua metode yang ditempuh untuk menyampaikan petunjuk di dalamnya. Pertama, direct method / thariqah yakni metode langsung dalam bentuk perintah dan larangan. Kedua, mubasyirah indirect method / thariqah ghair mubasyirah, yakni metode tidak langsung, diantaranya dengan melalui kisah, matsal (perumpamaan) dan ta’ridl (sindiran).
Prof. Dr. H. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. Sumedi, M.Ag dalam bukunya Antologi Pendidikan Islam membagi tujuan penyampaian kisah Al-Qur’an dalam tiga kategori, yaitu:
a.    Tujuan informatif, yakni member informasi tentang keberadaan kisah yang diceritakan menyangkut tokoh, tempat atau peristiwa yang terjadi. Misalnya bagaimana kisah tokoh Ashhabul Kahfi, Kisah kota Iram, peristiwa hancurnya kaum Sodom dan sebagainya.
b.    Tujuan justifikatif-korektif, yakni membenarkan kisah-kisah yang pernah diceritakan dalam kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil namun, sekaligus mengoreksi kesalahannya. Misalnya koreksi Al-Qur’an terhadap posisi Nabi Isa a.s. yang dianggap sebagai anak Tuhan oleh kaum Nasrani, dan juga Uzair yang dianggap anak Tuhan oleh kaum Yahudi.
c.    Tujuan edukatif, yakni bahwa kisah-kisah Al-Qur’an membawa pesan-pesan moral dan nilai-nilai pendidikan yang sangat berguna bagi pembaca dan pendengar kisah tersebut untuk dijadikan ‘ibrah (pelajaran).
2.    Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Hadist
Tujuan pendidikan menurut hadis Nabi SAW merupakan penegasan dan bentuk penguatan tujuan tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an, yakni membentuk dan membina manusia secara pribadi dan kelompok agar mampu menunaikan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya yang merupakan tujuan penciptaan manusia.
Tujuan pendidikan dalam hadis Nabi SAW masih terlalu umum dan memerlukan penjabaran ke dalam tujuan-tujuan khusus yang berbasis pada fitrah manusia dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu:
a.    Aspek jasmani
Tujuan pendidikan tidak akan tercapai jika kondisi kesehatan jasmani peserta didik tidak sehat. Bahkan semua aspek ibadah ritual ini dalam Islampun memerlukan aspek kesehatan jasmani ini. Pendidikan aspek jasmani ini bertujuan agar peserta didik bisa menjadi terampil, sehat, dan enerjik sehingga dapat merealisasikan tujuan-tujuan kehidupan yang sesuai dengan konsep Islam.
b.    Pendidikan dan pembinaan aspek akal
Al-Razi menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai daya fikir yang sama besar, dan perbedaan kemampuan berfikir antara manusia satu dengan lainnya timbul karena perbedaan pendidikan dan suasana perkembangannya. Produk pendidikan dan pembinaan akal ini akan menghasilkan ilmu pengetahuan, dan ahli dalam pemakaian perbendaharaan ilmu pengetahuan
c.    Pendidikan dan pembinaan aspek jiwa
Jiwa yang ada dalam diri manusia merupakan kekuatan batin dan juga faktor internal yang menggerakan manusia dalam perbuatan luhur. Produk pembinaan aspek ini menghasilkan kesucian, kejujuran, keindahan, dan etika.
Al-Jamali berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah:
a.    Agar seseorang mengenal statusnya si antara makhluk dan tanggung jawab masing-masing individu di dalam hidup mereka di dunia.
b.    Agar seseorang mengenal interaksinya dalam masyarakat dan tanggung jwab mereka di tengah-tengah sistem kemasyarakatan.
c.    Supaya manusia kenal dengan alam semesta dan membimbingnya untuk mencapai hikmah Allah dalam menciptakan alam semesta dan memungkinkan manusia untuk menggunakannya.
d.   Supaya manusia kenal akan Tuhan Pencipta ala ini dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya.
Muhammad Atiyah al-Arbasyi merinci tujuan pendidikan itu sebagai berikut:
a.    Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b.    Sebagai persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c.    Sebagai persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidik-pendidik muslim memandang bahwa kesempurnaan manusia tidak akan tercapai kecuali dengan memadukan antara aga dan ilmu pengetahuan, atau menaruh perhatian pada segi-segi spiritual, akhlak dan segi-segi kemanfaatan.
d.   Menyiapkan peserta didik dari segi professional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi, tekni dan perusahaan tertentu, suapaya ia dapat mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia selain memelihara segi kerohanian dan agama.



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau ayah atau yang lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua unsur-unsur rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau institusi pendidikan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan pendidikan, perkara-perkara kajian, kemestian-kemestian pelajaran dan semua kegiatan dan alat-alat yang menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam mengajarkan pelajaran dan melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga peraturan di antara mereka dan pada pergaulan mereka pada umumnya, dan proses-proses dan alat-alat penilaian.
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna ( insan kamil ) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam
Dalam menentukan atau memilih kurikulum haruslah mempertimbangkan aspek tujuan agama dan akhlak. Kerangka kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya sama dengan kerangka kurikulum umum, hanya saja disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam yang beredoman pada Al-Qur’an dan Hadits. Kerangka kurikulum tersebut adalah tujuan, isi kurikulum, metode, dan evaluasi kurikulum.





DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. M. T.th. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. ke-4. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. 2011. Konsep & Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hamdani, Ihsan. 2001. Filsafat Peendidikan Islam: untuk fakultas Tarbiyah komponen MKK. Yogyakarta: Pustaka Setia.
Jalaluddin, Abdullah Idi. 2002. Filsafat Pendidikan(Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas pendidikan islam, Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Nizar Ali dan Sumedi, 2010. Antologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga dan Idea Press.
Nuryanti. Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Terjemahan Hasan Langgulung.
Siregar, Maragustam. 2010. Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta: Nuha Litera.
Sutrisno, 2006. Pendidikan Islam yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kota Kembang.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam (IPI), Bandung:  Pustaka Setia.

Zuhairini dkk, 1994. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites