Senin, 20 Mei 2013

Hadits tentang Tata Pergaulan 2

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

TATA PERGAULAN

A.       PENDAHULUAN
Bergaul dengan orang banyak di tengah-tengah masyarakat mempunyai nilai keutamaan lebih dibanding dengan hidup menyendiri menjauh dari mereka dengan syarat mengikuti mereka dalam kegiatan-kegiatan keagamaan maupun sosial seperti menghadiri shalat jum’ah, shalat berjamaah, majlis-majlis ta’lim, mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah (ta’ziyah), membantu meringankan beban sebagian anggota masyarakat yang memerlukan, memberikan bimbingan kepada yang tidak tahu/tidak mengerti atas suatu persoalan keagamaan maupun sosial serta mampu mengendalikan diri dari mengikuti hal-hal yang tidak baik dan tabah serta sabar atas segala gangguan yang mungkin timbul.
Begitulah yang dapat kita lihat dari riwayat hidup Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabat beliau yang mulia bahkan semua Nabi dan Rasul Allah senantiasa bergaul dan bergumul secara integral dengan orang di dalam masyarakat dan ternyata cara ini pula yang ditempuh oleh para ulama’ pewarisnya.
Pergaulan erat kaitannya dengan sikap dan prilaku yang baik terhadap sesama manusia yang setiap hari melakukan kegiatan komunikasi sosial. Pengetahuan tentang tata pergaulan adalah salah satu hal yang penting diketahui untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, kepada sesama manusia umumnya.
Realitas sosial menunjukkan bahwa hubungan antara sesama umat manusia saat ini sudah mulai buruk dan cenderung kurang manusiawi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang tata perlu untuk diketahui guna merakit kembali hubungan horizontal antar sesama manusia dengan tujuan untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah yang lebih indah. Karena dengan keadaan itulah kedamaian, keharmonisan, dan ketenangan hidup bersama dapat dinikmati.




B.       MENYEBAR SALAM
Satu kebiasaan yang ringan namun bisa jadi jarang diterapkan di tengah keluarga kita adalah menyebarkan salam. Padahal banyak buah kebaikan yang bisa dipetik dari ucapan yang mengandung muatan doa ini.
Salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat muslim adalah menyebarkan salam. Karena dengannya akan tumbuh rasa saling cinta di antara mereka, biarpun tidak saling mengenal.
Betapa banyak kita temui anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita untuk menyebarkan salam. Sebagaimana disampaikan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam.” Beliau pun ditanya, “Apa saja, ya Rasulullah?” Jawab beliau, “Jika engkau bertemu dengannya, ucapkan salam kepadanya. Jika dia memanggilmu, penuhi panggilannya. Jika dia meminta nasihat kepadamu, berikan nasihat kepadanya. Jika dia bersin lalu memuji Allah, doakanlah dia1. Jika dia sakit, jenguklah dia; dan jika dia meninggal, iringkanlah jenazahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162)
Dinukilkan pula oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidak akan sempurna iman kalian hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kalian pada sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan, dalam hadits ini terdapat anjuran kuat untuk menyebarkan salam dan menyampaikannya kepada seluruh kaum muslimin, baik yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal. (Syarh Shahih Muslim, 2/35)
Beliau juga menjelaskan bahwa ucapan salam merupakan pintu pertama kerukunan dan kunci pembuka yang membawa rasa cinta. Dengan menyebarkan salam, semakin kokoh kedekatan antara kaum muslimin, serta menampakkan syi’ar mereka yang berbeda dengan para pemeluk agama lain. Di samping itu, di dalamnya juga terdapat latihan bagi jiwa seseorang untuk senantiasa berendah diri dan mengagungkan kehormatan kaum muslimin yang lainnya. (Syarh Shahih Muslim, 2/35)

C.       ADAB MEMBERI SALAM
Termasuk sunnah bahwa seorang yang mengendarai mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang sedang duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak, orang yang lebih kecil kepada orang yang lebih besar. Seandainya dua orang yang sedang mengendarai mobil atau hewan atau dua orang berjalan saling berjumpa, maka yang lebih utama adalah orang yang lebih kecil mengawali salam, seandainya orang yang lebih besar memulai salam maka dia mendapat pahala atas perbuatannya. Berdasarkan sabda Rasulullah dalam riwayat Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى اْلمَاشِي وَاْلمَاشِي عَلىَ اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلَكثِيْرِ" وفي راية للبخار" "يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلىَ اْلكَبِيْرِ وَاْلمَارُ عَلَى اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلكَثِيْرِ"
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda: "Orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak" Dalam riwayat lain disebutkan: Orang yang kecil mengucapkan salam kepada orang yang lebih besar, orang lewat / berjalan kepada orang yang duduk dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak".
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Penunggang kendaraan dianjurkan untuk lebih dahulu mengucapkan salam, agar ia terhindar dari kesombongan karena kendaraan yang ia tunggangi. Dengan demikian ia dapat menjaga kerendahan hatinya.” (Fathul Bary 11/17).

D.       HARAMNYA BERDUAAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM
Islam melindungi wanita dengan perlindungan terbaik, tak ada perlindungan terhadap wanita yang lebih baik daripada perlindungan Islam. Seorang wanita mulia dengan kesucian dan kehormatannya, bila hal ini lenyap dari seorang wanita, maka ia tak lebih dari komoditi murahan yang diobral oleh para pemburu kenikmatan sesaat.
Karena wanita dilindungi, maka janganlah seorang wanita merusak perlindungan ini dengan berkhalwat atau berdua-duaan dengan laki-laki tanpa ada mahram, hal ini merupakan lahan subur bagi perbuatan dosa yang merobek perlindungan terhadap wanita, bagaimana tidak sementara pihak ketiganya adalah setan plus kesempatan dan peluang terbuka sedemikian lebarnya, mana tahan? Wajar bahkan harus jika Islam mengharamkan khalwat ini.
Hadits Nabi saw dari Ibnu Abbas ra:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه ِوَسَلَمَ : "لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ". متفق عليه.
Dari Ibnu Abbas radiyallahu anhuma, ia berkata : Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, "Janganlah kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya". (HR.Bukhari dan Muslim)
Dan khalwat paling berbahaya adalah khalwat antara kerabat suami dengan istri, karena masyarakat cenderung longgar dalam hal ini, “Ah, masih saudara, masih kerabatnya.” Demikian sebagian orang berkilah, namun tidak dengan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau menyatakan bahwa hal itu adalah kematian. Dalam hadits Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عنهُ، أَنَّ رَسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ : أَفَرَأَيْتَ الحَمْوَ ؟ قَالَ : الحَمْوُ المَوْتُ .
Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah masuk kepada para wanita.” Lalu seorang laki-laki berkata, “Bagaimana dengan ipar?” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “ipar adalah kematian.” (Muttafaq alaihi).
Al-hamwu adalah keluarga dekat suami, seperti saudara laki-lakinya, pamannya dari pihak bapak, dan pamannya dari pihak ibu. Mereka semua adalah al-Hamwu. Adapun ayah suami dan anknya maka mereka semua adalah mahram. Ini adalah bentuk larangan yang paling keras. Maksudnya, sebagaimana manusia menghindari kematian maka hendaknya ia menghindari agar kerabatnya tidak datang mengunjungi istrinya dan keluarganya tanpa adanya mahram. Ini menunjukkan larangan keras. Masuknya kerabat suami untuk menemui istrinya lebih berbahaya dibandingkan dengan kedatangan laki-laki asing. Karena mereka datang sebagai keluarga dekat sehingga tidak ada yang dapat melarangnya. Jika mereka berdiri mengetuk pintu maka tidak ada yang dapat  mencegahnya. Karena itulah, haram bagi manusia untuk memberikan kesempatan kepada saudara laki-lakinya untuk berduaan dengan istrinya. Sebagian orang menganggap enteng masalah ini. Istrinya berada bersamanya, sedang saudara laki-lakinya yang telah balig tinggal bersamanya. Ketika ia berangkat kerja, ia meninggalkan istri dan saudara laki-lakinya berduan di rumah. Ini adalah tindakan haram dan tidak dibenarkan. Karena setan berjalan di sekujur tubuh manusia seperti halnya peredaran darah ke seluruh anggota tubuh. Lalu bagaimana penyelesaiannya jika rumah yang dimiliki hanya satu ?. Harus ada pintu antara tempat laki-laki dan tempat perempuan. Pintu tersebut ditutup rapat dan kuncinya dibawah bersamanya. Kemudian ia mengatakan kepada saudaranya, "Ini adalah tempatmu" dan mengatakan kepada istrinya, "Ini tempatmu". Tidak boleh pintu dibiarkan terbuka, kerena bisa saja ia masuk ke tempat istrinya, lalu ia digoda oleh syetan hingga ia menikmatinya. Atau bisa saja ia menggodanya hingga istrinya terlena sehingga ia menganggap seperti istrinya sendiri, keluar masuk tanpa peduli keadaan.
Karena wanita dilindungi, maka janganlah merusak perlindungan ini dengan membuang jilbab dan hijab, di samping kudu bersikap sopan dengan tidak bertindak dan berperilaku layaknya wanita obralan demi mengundang laki-laki berhasrat kepadanya. Jangan sampai seorang muslimah termasuk kedalam salah satu dari dua golongan manusia yang belum dilihat oleh Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, karena mereka memang belum ada pada masa beliau, akan tetapi di masa kita ini mereka menjamur dan merata. Naudzubillah.



DAFTAR PUSTAKA

Ash Shidqi, Teuku Muhammad Hasby, Mutiara Hadits 6, Semarang ;PT Pustaka Rizqi Putra, 2003.
Bukhari. Shahih Bukhari
Hasyim, Husaini A. Majid, Riyadhus Shalihin, Surabaya; PT Bina Ilmu,1993
Moh. Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, Semarang; Wicaksana, 1993
Muslim. Shahih Muslim
Nawawy, Imam, Riadhus Sholihin imam Nawawy,Jakarta: pustaka Armani, 1999
Ritonga, H. A. Rahman. 2005.  Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia. Bukittinggi: Amelia Surabaya

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites