Selasa, 21 Mei 2013

Perekonomian pada Masa Khulafa'ur Rasyidin


BAB I. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Ilmu ekonomi islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada tahun 1970-an, tapi pemikira tentang ekonomi islam telah muncul sejak islam itu di turunkan melalui nabi Muhammad SAW. Karena rujukan utama pemikiran utama ekonomi islam adalah al-quran dan Hadist maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan ditiurunannya Al-Quran dan masa kehidupan Rosulullah SAW, yaitu Pada akhir abad ke 6 M hingga masuk awal abad ke 7 M. Setelah masa tersebut banyak sarjana Muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu sangat memiliki dasar argumentasi yang regilius dan sekaligus intelektual yang kuat serta didukung oleh fakta empiris pada waktu itu. Banyak diantaranya juga sangat futuristik dimana pemikir-pemikir Barat baru mengkajinya ratuan abad kemudian. Pemikiran ekonomi dikalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana Barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam segala bidang.
Dari mana pembangunan islam dimulai? Pertanyaan ini memberi reaksi bermacam-macam. Maka terjadilah diskusi berkisar Ekonomi, Politik, Ideologi dan sebagainya. Ide ini awalnya adalah hasil diskusi, perbincangan dan perenungan mahasiswa Islam barat. “Limadza taakharul islam wa taqaddama gairihim” ini adalah pertanyaan yang sangat aspiratif dalam membangun islam dari keterpurukan. Salah satu yang berhasil diwujudkan adalah ekonomi, yaitu ekonomi Islam. Ini pun msih berkutat pada perbankan
Umat Islam ternyata sejak dari dulu memang sudah tidak asing dengan krisis ekonomi. Setidaknya, sejak zaman Rasulullah, ada dua krisis ekonomi besar yang pernah dicatat oleh buku sejarah Islam.
Pertama, ketika umat Islam diboikot oleh kaum Yahudi dalam masa awal penyebaran Islam. Yang kedua, pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Apa penyebabnya dan bagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengentaskannya?
Krisis itu terjadi tepatnya pada tahun 18 hijriah. Peristiwa besar ini kemudian disebut "Krisis Tahun Ramadah". Saat itu di daerah-daerah terjadi kekeringan yang mengakibatkan banyak orang dan binatang yang mati. Orang-orang pun banyak yang menggali lubang tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalmnya saking langkanya makanan.
Khalifah Umar yang berkulit putih, saat itu terlihat hitam. Ia pun berdoa: "Ya Allah, jangan Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada tanganku dan di dalam kepemimpinanku."
Beliau juga berkata kepada rakyatnya: "Sesungguhnya bencana disebabkan banyaknya perzinaan, dan kemarau panjang disebabkan para hakim yang buruk dan para pemimpin yang zalim... Carilah ridha Tuhan kalian dan bertobatlah serta berbuatlah kebaikan".
Dalam kondisi semacam ini, Umar bin Khattab memperlihatkan kepedulian seorang pemimpin umat, yang tentu menjadi teladan berharga bagi generasi berikutnya. Selama masa krisis, beliau tidak pernah mau makan di rumah salah satu putranya, bahkan makan bersama salah satu istri tercinta sekalipun. Umar juga bersumpah untuk tidak makan keju dan roti yang merupakan makanan favoritnya.
Kepedulian terhadap penderitaan rakyat bukan hanya milik pribadi Umar. Semua anggota keluarganya pun harus menunjukkan hal yang sama. Maka, ketika anaknya yang masih kecil memegang sepotong semangka, Umar menegurnya, ”Bagus, wahai putra Amirul Mukminin! Kamu makan buah-buahan, sedangkan umat Muhammad mati kelaparan.”
Tidak lama kemudian berbagai krisis tersebut segera diatasi. Saking sejahteranya, tiap bayi yang lahir pada tahun ke-1, mendapat insentif 100 dirham (1 dirham perak kini sekitar Rp. 30 ribu, tahun ke-2 mednapatkan 200 dirham, dan seterusnya. Gaji guru pun per bulan mencapai 15 dinar (1 dinar emas kini sekitar Rp 1,5 juta).
Pada tahun 20 hijriah, khalifah Umar juga mencetak mata uang dirham perak dengan ornamen Islami. Ia mencantuman kalimah thayibah, setelah sblmnya umat Islam menggunakan dirham dari Persia yang di dalamnya terdapat gambar raja-raja Persia.
Adapun pencetakan dirham dan dinar  dalam Islami diberlakukan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan pada tahun 75 hijrah[1].
Tidakkah sebaiknya pemimpin dan rakyat negeri ini meneladani Umar untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang tidak kunjung usai ini.
Dalam literatur sejarah peradaban Islam, salah satu periode yang dapat diambil sebagai sumber bahan kajian model ekonomi Islam adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab sebagai representasi masa kejayaan Islam dalam segala bidang, termasuk dalam ekonomi. Nabi Muhammad SAW  bersabda: “Ikutilah dua orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar kemudian. Sesungguhnya Allah SWT menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya[2].”
Pembahasan tentang perekonomian pada masa Khulafa’ur Rasyidin sangat luas dan memerlukan waktu yang lama untuk mengkajinya, sehingga pada makalah yang sangat sederhana ini kami akan membahasnya secara singkat hal tersebut yang Insyaalah akan diklarfikasikan pada Bab II , adapun yang menjadi pembahasan kami pada makalah ini adalah  perekonomian pada masa Kholifah Umar bin Khottob dan dengan tema yang spesifik yaitu “MONETER”.
BAB II. PEMBAHASAN

Sebelum kita masuk pada pembahasan tentang “MONETER” pada masa Umar bin Khottob lebih baiknya kita bahas tentang biografi beliau terlebih dahulu.
A.     Sekilas tentang Umar bin Khottob
Baliau adalah Umar bin Khottob bin Nufail bin ‘Abdil ‘Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razzah bin Adi bin Kaab bin Luayyi bin Gholib Al-Qurasyi Al-Adawi. Beliau mendapat gelar AL-Faruq karena terang-terangan dalam mengumumkan keislamannya, ketika yang lain menyembinyikan keislaman mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa beliau dapat membedakan antara yang hakdan yang batil[3].
Umar bin Khottob masuk Islam pada bulan Dzul-Hijjah pada tahun keenam dari nubuwah, tepatnya setelah keislaman Hamzah bin Abdul Muthallib. Sebelum itu, nabi SAW  telah berdoa kepada Allah untuk keislamannya. At-Tirmizi mentakhrij dari Ibnu Umar, dan dia menshahihkannya, nabi SAW bersabda dalam doanya, “Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan dengan salah satu dari dua orang yang engkau cintai, dengan Umar Al-Khottob atau Abu Jahal bin Hisyam.” Ternyata orang yang paling Allah cintai adalah Umar bin Al-Khottob.
Umar dikenal sebagia orang yang menjaga kehormatan dirinya dan memiliki watak yang temperamental. Setiap kali dia berpapasan dengan orang-orang muslim, pasti dia menimpakkan berbagai macam siksaan. Suatu malam beliau keluar rumah hingga dia tiba di baitul haram. Dia minyibak kain penutup ka’bah dan dilihatnya nabi SAW sedang berdiri bediri melaksanakan solat. Saat itu Nabi SAW sedang membaca surat AL-Haqqah. Umar menyimak bacaan Al-Quran itu dan dia merasa takjub terhadap susunan bahasanya. Dia berkata dalam hati, “demi Allah tentunya ini adalah ucapan seorang seorang penyair seperti yang sering diucapkan orang-orang quraisy.” lalu Beliau membaca ayat:
Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,
Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. sedikit sekali kamu beriman kepadanya.( AL-Haqqah: 40-41)
Umar berkata didalam hati, “kalau begitu ucapan tukang tenung.”
Dan beliau membaca,
Dan bukan pula perkataan tukang tenung. sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. .( AL-Haqqah: 42-43)
Beliau melanjutkan bacaanya hingga akhir surat. Seperti yang diceritakan Umar sendiri, mulaisaat itu Islam mulai menyusup dalam hatinya.
            Diantara gambaran wataknya yang temperamental dan pemusuhannya yang sengit terhadap rasulullah SAW.,suatu hari dia keluar rumah sambil menghunus pedangnya,dengan maksud ingin menghabisi beliau.Ditengah jalan dia berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah An-Nahham Al-Adwi,atau seorang laki-laki dari Bani Zuhrah,atau seorang laki-laki dari Bani Makhzum.
            ”Hendak kemana engkau wahai Umar?”
            “Aku akan menghabisi Muhamad,”jawabnya.
            “Apa yang bisa menjamin keamanan dirimu dari pembalasan Bani Hasyim dan Bani Zuhrah jika engkau membunuh muhamad?”
            “menurut pengmatanku,rupanya engkau telah keluar dan meninggalkan agama yang telah engkau peluk selama ini,”kata umar.
            “Bagaimana jika kutunjukkan sesuatu yang membuatmu lebih tercengang wahai Umar? Sesungguhnya saudarimu dan iparmu telah keluar dari agama serta meninggalkan agama yang selama ini engkau peluk.”
            Dengan terburu-buru Umar berlalu hingga tiba dirumah adik perempuannya dan iparnya,yang saat ini ada pula Khabbab bin Al-Art,sedang menghadapi Shahifah berisi surat Thaha.Dia membacakan surat ini dihadapan mereka berdua.Tatkala Khabbab mendengar suara kedatangan Umar,dia menyingkir kebagian belakang ruangan,sedangkan Fathimah menyembunyikan Shahifah Al-quran.Namun,tatkala mendekati rumah adiknya tadi,Umar sempat mendengar bacaan Khabbab dihadapan adik dan iparnya
            “Apa suara bisik-bisik yang sempat kudengar dari kalian tadi?”tanya Umar tatkala sudah masuk rumah.
            “Hanya sekadar obrolan di antara kami,”jawab keduanya.
            “Kupikir kalian berdua sudah keluar dari agama,”kata umar.
            “Wahai Umar,”kata adik iparnya,”Apa pendapatmu jika kebenaran ada dalam agama selain agamamu?”
            Seketika Umar melompat ke arah adik iparnya dan menginjaknya keras-keras.adiknya mendekat untuk menolong suaminya dan mengangkat badannya.Namun,Umar menonjok Fathimah hingga wajahnya berdarah menurut riwayat Ibnu Ishaq,Umar memukul Fathimah hingga terluka.
            “Wahai Umar.”kata Fathimah dengan berang,”jika memang kebenaran itu ada dalam selain agamamu,maka bersaksilah bahwa tiada Ilah selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhamad adalah rasul Allah.”
            Umar mulai merasa putus asa.Dia lihat darah yang meleleh dari wajah adiknya.Maka dia merasa menyesal dan malu atas perbuatannya.
            “Berikan Al-Kitab yang tadi kalian baca!”kata Umar.
            Adiknya menjawab ”Engkau adalah orang yang najis.Al-Kitab ini tidak boleh disentuh kecuali orang-orang yang suci.Bangunlah dan mandilah jika mau!”
            Maka Umar segera mandi,setelah itu memegangi Al-Kitab.Dia mulai membaca isinya,”Bismillahir-rahmanir-rahim.”lalu dia berkata,”nama-nama bagus dan suci.”Kemudian dia membaca,”Thaha,”hingga berhenti pada firman Allah,
“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.(Thaha:14)
Alangkah indah dan muliahnya kalam ini! Tunjukkan kepadaku diamana Muhammad berada saat ini!”
Tatkala Khabbab mendengar perkataan Umar seperti itu, dia segera muncul, lalu berkata,”terimalah kabar gembira wahai Umar. Karena aku benar-benar berharap doa rusul SAW pada malam kamis itu jatuh pada dirimu. Rosulullah saat ini berada di suatu rumah dikaki bukit shafah.
Umar memungut pedangnya dan menghunusnya kemudian dia pergi hingga tiba di tempat yang dimaksud. Dia mengedor pintu seorang mengintip dari cela-cela pintu dan bisa melihat sosok Umar yang berdiri sambil menghunus pedang. Orang itu memberitahukan rosulullah SAW, lalu mengumpulkan orang-orang di satu tempat.
“ada apa kalian ini?"tanya hamzah.
“ada Umar.” Mereka menjawab.
“Umar?” bukakan pintu jika kedatanganya untuk maksud yang baik maka kami akan memberinya, namun jika dia datang dengan maksud yang buruk, kami kan membubuhnya dengan pedangnya sendiri.” Di tempat inilah Umar masuk islam dan mengucapkan syahadat.
            Diantara gambaran wataknya yang temperamental dan pemusuhannya yang sengit terhadap rasulullah SAW.,suatu hari dia keluar rumah sambil menghunus pedangnya,dengan maksud ingin menghabisi beliau.Ditengah jalan dia berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah An-Nahham Al-Adwi,atau seorang laki-laki dari Bani Zuhrah,atau seorang laki-laki dari Bani Makhzum.
            ”Hendak kemana engkau wahai Umar?”
            “Aku akan menghabisi Muhamad,”jawabnya.
            “Apa yang bisa menjamin keamanan dirimu dari pembalasan Bani Hasyim dan Bani Zuhrah jika engkau membunuh muhamad?”
            “menurut pengmatanku,rupanya engkau telah keluar dan meninggalkan agama yang telah engkau peluk selama ini,”kata umar.
            “Bagaimana jika kutunjukkan sesuatu yang membuatmu lebih tercengang wahai Umar? Sesungguhnya saudarimu dan iparmu telah keluar dari agama serta meninggalkan agama yang selama ini engkau peluk.”
            Dengan terburu-buru Umar berlalu hingga tiba dirumah adik perempuannya dan iparnya,yang saat ini ada pula Khabbab bin Al-Art,sedang menghadapi Shahifah berisi surat Thaha.Dia membacakan surat ini dihadapan mereka berdua.Tatkala Khabbab mendengar suara kedatangan Umar,dia menyingkir kebagian belakang ruangan,sedangkan Fathimah menyembunyikan Shahifah Al-quran.Namun,tatkala mendekati rumah adiknya tadi,Umar sempat mendengar bacaan Khabbab dihadapan adik dan iparnya
            “Apa suara bisik-bisik yang sempat kudengar dari kalian tadi?”tanya Umar tatkala sudah masuk rumah.
            “Hanya sekadar obrolan di antara kami,”jawab keduanya.
            “Kupikir kalian berdua sudah keluar dari agama,”kata umar.
            “Wahai Umar,”kata adik iparnya,”Apa pendapatmu jika kebenaran ada dalam agama selain agamamu?”
            Seketika Umar melompat ke arah adik iparnya dan menginjaknya keras-keras.adiknya mendekat untuk menolong suaminya dan mengangkat badannya.Namun,Umar menonjok Fathimah hingga wajahnya berdarah menurut riwayat Ibnu Ishaq,Umar memukul Fathimah hingga terluka.
            “Wahai Umar.”kata Fathimah dengan berang,”jika memang kebenaran itu ada dalam selain agamamu,maka bersaksilah bahwa tiada Ilah selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhamad adalah rasul Allah.”
            Umar mulai merasa putus asa.Dia lihat darah yang meleleh dari wajah adiknya.Maka dia merasa menyesal dan malu atas perbuatannya.
            “Berikan Al-Kitab yang tadi kalian baca!”kata Umar.
            Adiknya menjawab ”Engkau adalah orang yang najis.Al-Kitab ini tidak boleh disentuh kecuali orang-orang yang suci.Bangunlah dan mandilah jika mau!”
            Maka Umar segera mandi,setelah itu memegangi Al-Kitab.Dia mulai membaca isinya,”Bismillahir-rahmanir-rahim.”lalu dia berkata,”nama-nama bagus dan suci.”Kemudian dia membaca,”Thaha,”hingga berhenti pada firman Allah,
“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.(Thaha:14)
Alangkah indah dan muliahnya kalam ini! Tunjukkan kepadaku diamana Muhammad berada saat ini!”
Tatkala Khabbab mendengar perkataan Umar seperti itu, dia segera muncul, lalu berkata,”terimalah kabar gembira wahai Umar. Karena aku benar-benar berharap doa rusul SAW pada malam kamis itu jatuh pada dirimu. Rosulullah saat ini berada di suatu rumah dikaki bukit shafah.
Umar memungut pedangnya dan menghunusnya kemudian dia pergi hingga tiba di tempat yang dimaksud. Dia mengedor pintu seorang mengintip dari cela-cela pintu dan bisa melihat sosok Umar yang berdiri sambil menghunus pedang. Orang itu memberitahukan rosulullah SAW, lalu mengumpulkan orang-orang di satu tempat.
“ada apa kalian ini?"tanya hamzah.
“ada Umar.” Mereka menjawab.
“Umar?” bukakan pintu jika kedatanganya untuk maksud yang baik maka kami akan memberinya, namun jika dia datang dengan maksud yang buruk, kami kan membubuhnya dengan pedangnya sendiri.” Di tempat inilah Umar masuk islam dan mengucapkan syahadat[4].
B.     MONETER (UANG)
1.     Definisi Uang
Uang adalah alat penukar atas standar pengukur nilai kesatuan hitung yang sah dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara yang sah, berupa kertas, perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu[5].
Ahmad Hasan membedakan antara mata uang dengan uang. Mata uang adalah setiap sesuatu yang dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan memberinya kekuatan hokum yang bersifat dapat memenuhi tanggungan dan kewajiban serta diterima oleh kalangan luas. Sementara uang lebih umum dari mata uang karena mencakup yang serupa dengan uang seumpama surat bank.
Secara etimologi uang dapat diartikan kedalam beberapa makna yaitu:
Al-Naqdu: yang baik dari dirham “dirhamun naqdun”.
Al-Naqdu: meraih dirham “naqada daraahima yanquduha naqdan” yakni meraih, menggenggam atau menerima.
Kata-kata nuqud tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun Haditts Nabi. Karena bangsa arab pada umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan Dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas. Kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Nama lain untuk mata uang perak adalah Wariq dan ‘Ain untuk menunjukkan mata uang dari emas. Sedangkan Fulus (uang tembaga adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang yang relatif murah). Sementara Dinar, Dirham, dan Wariq terdapat sebutannya dalam Al-Qur’an (Qs. 3 : 75)

2.     Peranan uang dalam sektor perekonomian
Uang memiliki peranan yang sangat besar dalam dalam berbagai aliran ekonomi, dimana peranan tersebut kembali kepada beberapa sebab sebagai berikut:
a.       Pelayanan besar yang diberikan oleh uang bagi kehidupan perekonomian, karena uang merupakan alat berter, tolok ukur nilai, aran pelindungan kekayaan, dan alat pembayaran hutang dan pembayaran tunai[6].
b.      Hubungan yang kuat antara uang dan berbagai kegiatan ekonomi yang lain, dan pengaruh yang saling berkaitan diantaranya. Sebab kekuatan uang bersandar pada kekuatan ekonomi dan ekonomi yang kuat bersandar pada uang yang kuat, dan sebaliknya. Sesungguhnya konsep ekononmi konvensional menilai uang sebagai alat netral yang tidak mempengaruhi kegiatan ekonomi, dan peranan uang hanya terbatas pada pemudahan proses barter diantara individu. Tapi kemudan konsep ini sejak ahir dasawarsa ketiga abad ke 20 yang lalu mulai meniadakan pendapat tersebut untuk mengakui pengaruh uang terhadap kegiatan perekonomian.
c.       Munculnya  pengaruh uang dalam kehidupan perekonomian dengan  bentuk yang sangat besar pada era sekarang yang menyaksikan krisis moneter yang tajam sejak permualaan abad ke-18 M. Dimana harga mengalami gejolak besar dari satu wakyu ke waktu yang lain, sehingga kecepatan naiknya inflasi yang besar menjadi problem terbesar yang dihadapi ekonimi dunia saat sekarang. Ini berarti bahwa problem keuangan merupakan problem ekonomi terbesar yang dihadapi ekkonomi kontemporer, dan penyelesaiannya berkaitan dengan penyelesaian banyak problematika kemanusiaan[7].
d.      Uang merupakan salah satu faktor kekuaasaan dan kemandirian ekonomi. Karena itu uang merupakan salah satu bidikan terpenting dalam perang ekonomi antar negara. Ketika ekonomi suatu negara ingin digoncangkan atau dijatuhkan, maka segala rekayasa diarahkan dengan tingkat utama kepada uang negara tersebut dan mempermainkannya dengan cara embargo dan yang lainnya, untuk menggoyahkan nilai uang, sehingga goyahlah ekonomi secara keselluruhannya, dan seringkali menyebabkan kehilangan kemerdekaannya[8].
Jika uang memiliki urgensi seperti itu dan indikasinya di dalam berbagai Bidang kehidupan  perekonomian, maka sudah semestinya jika perhatian islam terhadap uang selaras dan sesuai dengan urgensi tersebut.
            Sesungguhnya perhatian umat islam terhadap uang nampak didalam penetapan kaidah-kaidah yang menjamin keselamatan interaksi keuangan, seperti islam melarang cara apapun yang berdampak mudorat terhadap uang, sedangkan masalah-masalah ijtihadiyah yang berubah disebabkan perubhan waktu dan tempat, maka islam meninggalkan rincan-rinciannya kepada pihak yang berkompeten ( ulil amri) untuk berijtihad didalamnya dengan apa yang dilihatnya dapat merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin, diantaranya tentang bentuk mata uang, jumlah peredaran uang, dan lain-lain.
3.     Hakekat Uang
Dalam fiqih Umar Rodhiyallahu Anhu terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan dijadikan sebagai alat pembayaran dalam muamalah diantara mereka dimana Umar Rodhiyallahu Anhu mengatakan “aku ingin menjadikan dirhan dari kulit unta.” lalu dikatakan kepadanya,”jika demikian Unta akan habis.” Maka dia menahan diri[9].
Ini berarti bahwa ulil amri dapat memilih uang dari materi apapun selama dapat merealisasikan kemaslahatan, dan tidak menyalahi hukum syariah. secara global terdapat  pendapat diantara pendapat uama fuqaha tentanf hakekat uang, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pertama : kelompok yang menyatakan bahwa uang adalah bentuk penciptaan dan terbatas hanya pada Dinar (emas) dan Dirham (perak) yang dicetak sebagai mata uang[10]. Mereka berpendapat bahwa Allah menciptakan emas dan perak untuk menjadi dua matau uang yang dijadikan alat barter dan menjadi tolok ukur nilai. Dimana Al-Ghozali bebicara tentang emas dan perak, “ diantara nikamat Allah swt adalah penciptaan dinar dan dirham, dan dengan keduanya tegklah dunia. Keduanya adalah batu yang tiada manfaat dalam jenisnya, tapi manusia sangat membutuhkannya[11].
Kedua: kelompok yang  sepakat dengan subtansi riwayat dari Umar r.a. yang telah disebutkan sebelumnya. Mereka berpendapat bahwa uang adalah masalah terminologi. Maka segala sesuatu yang dalam terminologi manusia dan diterima diantara mereka sebagai tolo ukur nilai, mmaka dia disebut uang. Dimana imam Malik berkata, “jika manusia membolehkan diantara mereka kulit hingga menjadi cek dan mata uang, niscaya aku memakmurkannya jika dijual dengan emas dan perak karena adanya kesamaan nilai[12]”. Dan ketika imam Ahmad ditanya tentang penggunaan uang dengan bahan mayoritasnya dari tembaga, maka dia berkata, “jika dia merupakan sesuatu yang disebut dalam terminologi mereka sebagai uang, seperti fulus[13], maka aku berharap jika demikian tidak megapa[14].
Sesunguhnya perbedaan pendapat tentang erbedaan uang itu bukan perbedaa lahiriah saja, namun perbedaan substansial yang berdampak pada kongnklusi-kongklusi penting yang berindikasi dalam kehidupan perekonomian. Diantara kongklusi tersebut adalah sebagai berikut:
Ø  Posisi zakat dan riba, dan keabsahan uang dari slain emas dan perak sebagai modal harta dalam mudharabah dan salam, sebab pendapapertama tidak memberikan hukum uang kepada selain emas dan perak yang dicetak (dinar dan dirham), dan menilai fulus walaupun dia berharga seperti emas dan perak sebagai barang, sehingga mereka tidak mewajibkannya zakat, tidak berlaku riba didalamnya, tidak boleh sebagi modal harta dalam mudorobah atau salam, dan lain-lain[15].
Ø  Dari sisi terapi terhadap dampak perubahan nilai uang, fuqaha membedakan antara uang penciptaan dan uang peristilahan. Memreka berpendapat secara global tentang tidak wajibnya melakukan terapi terhadap perubahan nilai uang pada selain emas dan perak dalam ondisi murah dan mahal, karena keduanya adalah harga ciptaan. Lain halnya dengan apa yang dijadikan harga dengan peristilahan, maka fuqaha berbeda pendapat tentang apa yang wajib dalam kondisi murah dan mahal.
Ø  Para penganut pendapat pertama menyatakan tidak seyogiyanya imam mencetak uang dari selain emas dan perak murni. Dimana Al-Maqrizi sebagai contoh mengatakan bahwa sikap mausia menjadikan fulus sebagai uang adalah bidah yang mereka ada-adakan dan kerusakan yang mereka ciptakan, tidak ada dasarnya sama seakali dalam ajaran Nabi, dan dalam menjalankannya tidak berdasarkan pad sistem syariah. dan fuqaha kelompok pertama ini berpendapat bahwa membuat uang dari selain emas dan perak adalah yang menjadikan rusaknya segala urusan, kehancuran segala keadaan, dan menyebabkan manusia kepada ketiadaan dan kebianasaan. Juga merusakkan nilai uang, merugikan orang-orang yang memiliki hak, mahalnya harga, dan bentuk-bentuk kehancuran lainya[16].
4.     Uang pada masa Umar bin Khottob
Tidak terjadi perubahan uang pada masa Abu Bakr Ash-Shiddiq r.a dikarenakan pendeknya masa kekholifahannya, kesibukannya dlam memerangi kemurtadan, dan kokohnya pilar-pilar kekhilafahan. Lalu ketika masa kholifah Umar bin Khottob r.a maka terjadi sebagian perbaikan uang.
Terdapat perbedaan pendapat tentang orang  pertama yang mengeluarkan  di dalam Islam namun riwayat terbanyak dan termashur menjelaskan bahwa Abdul Malik bin Marwan adalah orang yang pertama mencetak dinar dan dirham di dalam islam[17].
Sedangkan rincian lain menyatakan bahwa Umar adalah yang mencetak dirham  pada masanya. Tentang hal ini Al-Maqrizi menyatakan, “Umar bin Khottob r.a menjabat sebagai kholifah, dia menetapkan uang pada kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan sesuatu pun padanya, hingga pada tahun 18 H. Dalam tahun ke-6 ke kholifahannya, maka Umar bin Khottob mencetak dirham ala ukiran Kisra dan dengan bentuk yang sama. Hanya saja dia menambahkan dalam sebagiannya dengan kata alhamdulillah, dalam sebagianlainya dengan kata rosulullah, dan pada yang lain lagi dengan kata la ilaha illallah, sedangkan gambarnya adalah gambar raja Kisra, bukan gambar Umar[18].
Pendapat yang mengatakan bahwa Umar bin Khottob r.a  adalah yang mencetak dirham pada masa khilafahnya dikuat beberapa riwayat lain, yang diataranya adlah sebagai berikut:
Ø  Al-Bihaqi (Ibrahim bin Muhammad) menyebutkan bahwa dirham bighal (percampuran antara kuda dan keledai) dinamakan dengan nama ini karena kepala bighal oleh Umar dengan cetakan Kisra didalam Islam dan tertulis diatasnya gambar raja, dan dibawah kursi tertulis kalimat dengan bahasa Persia Nusy Khur artinya makanlah dengan nikmat, dan timbangan dirham sebelum islam adalah mitsqol, sedankan ukiranya ala Persia.
Ø  Ketika Umar r.a melihat perbedaan dirham, yang diantaranya ada dirham bighal dengan nilai delapan daniq, ada dirham thabari senilai empat daniq, dan ada dirham Yamani denagan nilai satu daniq, maka dia berkata, “lihatlah dirham yagn terbanyak digunakan manusia dalam muamlah mereka dari dirham yang tertinggi dan terendahnya.”maka ternyata dirham bighal dan dirham thabari adalah yang terbanyak dipergunakan, lalu keduanya digambungkan sehingga jumlahnya 12 daniq, kemudian diambil separuhny sehingga menjadi 6 daniq, lalu Umar r.a menjadikan dirham Islam dalm 6 daniq.”
Ø  Sesungguhnya riwayat tersebut mengukuhkan bahwa Umar r.a adalah yang mencetak dirham, dan tidak benar jika dikatakan bahwwa riwayat tersebut berarti bahwa yang dilakukan Umar adalah penentuan  timbangan dirham yang legal. Sebab sebelumnya nabi SAW telah menentukan timbangan dirham yang legal ketika beliau mengatakan, “timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah.” Dimana timbangan dirham bagi penduduk mekkah adalah 6 daniq. Imam An-Nawawi berkata,”pendapat yang benar dan dapat dijadikan pegangan, bahwa dirham pada masa rosul saw telah diketahui timbangan dan kadarnya.” Ini berarti bahwa apa yang dilakukan oleh Uamar adalah sesuatu yang lain, yaitu pencetakan dirham sesuai timbangan syari’.
Ø  Pada masa Umar r.a, kaum muslimin dapat menaklukan mayoriras wilayah Persia dan Romawi. Ini berarti telah terjadi penguasaan tehadap rumah pencetakan uang di kedua negara tersebut, dan barang kali tempat-tempat pengeluaran emas dan perak. Ini adalah yang memudahkan kaum muslimin mengambil manfaat  dari hal tersebut dalam mencetak uang. Akantetapi nampaknya kaum muslimin pada masa Umar tidak mampu mengarahkan cetakan itu secara penuh, maka dicetak pula dirham denga bentuk Persia dengan bukti bahwa riwayat-riwyat tersebut menunjukkan bahwa dirham telah dicetak pada masa Umar dengan ukiran Kisra, dan tidak terjadi perubahan didalamnya. Juga masih dengan gambar raja, padahal hal ini merupakan perkara yang tidak dibenarkan syariah. karen itu sebagian ulama mengangap tidak mungkin jika dirham-dirham yang terdapat gambar manusia dicetak pada masa Khulafa’ur Rasyidin, seraya mengatakan, “ini merupakan hal yang diharamkan oleh agama Islam. Lalu  bagaiamana mungkin hal itu dilakukan oleh para kholifah?”dan dia menguatkan jika cetakan itu palsu[19]. Akantetapi dapat dikatakan, bahwa uang tersebut telah dicetak pada masa Khulafa’ur Rasydin sesuai ukiran ala Kisra dan tidak mampu mengubah ukiran tersebut sebab melakukan perbahan ukiran bukanlah hal mudah, mengingat tuntutan hal  tersebut tentang proses seni yang rumit agar uang tersebut selamat dari pemalsuan, maka para kholifah melakukan sesuatu yang  dapat dilakukan. Pekerjaan ini meskipun tidak sampai pada tingkat penyelamatan dari ukiran yang tidak Islami, namun meringankan mudorat yang lain, yaitu kecurangan yang diderita oleh dirham.
Pada sisi lain bahwa adanya dirham yamani (Himyari) menunjukan bahwa di Yaman terdapat rumah pencetakan uang. Tapi, nampaknya itu sebelum Islam dalam tepo lama , yaitu pada masa Daulah Himyariyah yang ditumpas oleh kaum Habasyah (Etiopia) pada tahu 525H. Dan kaum Habasyah masih berada di Yaman hingga diusir oleh bangsa Persia pada tahun 599 H. Kurang lebih, karena ketika Islam datang, Yaman masih dibawah kekuasaan Persia, dan beberapa sumber yang ditelaah penulis tidak menyebutkan, apakah pengeluaran uang berlanjut di Yaman ataukah tidak?
Semua keterangan tersebut diatas menunjukan bahwa uang telah dicetak pada masa Umar r.a, dan seyogianya diberikan catatan sebagai berikut:
Ø  Penerbitan uang pada masa Umar r.a hanya terbatas pada dirham, sementara dinar tidak dicetak melainkan pada masa khalifa Abdul Malik bin Marwan.
Ø  Pencetakan dirham tidak dengan ukiran ala arab murni, namun dicetak dengan ala ‘Ajam dengan penambahan ungkapan-ungkapan arab kepadanya dan yang penting bahwa uang tersebut sesuai tolok ukur syariah (enam daniq) dan dicetak dengan murni, selamat dari kecurangan yang diderita oleh dirham pada pemerintahan Persia. Pada sisi lain bahwa dirham merupakan mata uang pokok dalam muamalah pada waktu itu. Sebab gaji dan pemberian santunan dihiting pada umumnya dengan dirham. Sebagaimana dirham juga sebagai mata uang Persia, dan hartar yang banyak mengalir ke Negara khilafah (islam)  dari daerah Persia. Ini berati bahwa dirham mencerminkan prosentase besar dari perputaran keuangan negara Islam, dan itu menuntut perhatian dan perlindungan terhadapnya.
Ø  Beberapa sumber tidak menyebutkan bahwa Umar mengumumkan dirham yang dicetaknya tersebut sebagaimana mata uang resmi dan meniadakan muamalah dengan dirham yang lain.
Nampaknya bahwa kebuthan mengeluarkan uang pada masa Umar r.a menjadi lebih besar dripada sebelumnya dikarenakan luasnya negara khilafah, banyaknya harta yang mengalir ke negara khlifah dari daerah yang ditaklukan, bertambahnya kegiatan perekonomian kaum muslimin, dan adanya pemalsuan dirham, dan lain-lain. Mmeskipun demikian, negara khilafah belum memiliki kemampuan untuk mengeluarkan mata uang yang indefenden bagi negara Islam pada waktu itu, namun hanya mampu mengeluarkan sebagian dirham yang tercermin dalam pengeluaran dirham sesuai ukuran yang syar’i.
Adapun penerbitan uang pada masa Abdul Malik bin Marwan maka dia memiliki karakteristik sebagai berikut;
Ø  Pencetakan dirham dan dinar dengan ukiran Arab murni dengan dengan cetakan islam yang sesuai tolok ukur syar’i.
Ø  Abdul Malik bin Marwan menjadikan uang yang diterbitkan pada masanya sebagai mata uang resmi bagi negara Islam dan melarang muamalah dengan yang selainya. Sebab dalam suatu riwayat disebutkan, “dan dia memerintahkan dan menyerukan agar tidak seorang pun melakukan jual beli dengan dinar Romawi setelah tiga hari dari pengumumanya, lalu dia mencetak dinar Arab dan membatalkan dinar romawi[20].
Ø  Dalam persfektif keterangan diatas dapat dipadukan antara riwayat-riwayat yang menunjukan bahwa Umar bin Khottob telah mencetak dirham pada khilafahnya dan riwayat-riwayat yang menjelaskan bahwa Abdul Malik sebagai orang yang pertama mencetak uang dinar dan dirham pada masa Islam.
5.     REFORMASI MONETER
Peranan Umar r.a dalam reformasi moneter tidak hanya terbatas pada apa yang telah disebutkan sebelumnya tentang pengeluaran uang, namun beliau juga memiliki upaya-upaya mengekploitasinya dalam hal-hal yang merugikan umat. Dimana upaya yang dilakukan Umar r.a dalam bidang ini dapat dijelaskan dalm beberapa point sebagai berikut:
a.       Islam melarang setiap hal yang berdampak pada bertanbahnya gejolak dalam daya  beli uang, dan ketidakstabilan nilainya yang hakiki, diantara contohnya adalah seperti berikut:
Pertama; pengharaman memperdagangkan uang, yaitu dengan mengharamkan riba yang merupakan salah satu sebab terbesar problematika moneter pada khususnya, dan perekonomian pada umumnya. Ibnu Qayyim berkata tentang wali Hisbah, ”dan dia melarang perusakan uang manusia dan pengubahannya, dan melarang menjadikan uang sebagai perdaganagan; karena hal itu memasukkan kepada manusia suatu kerusakan yang tidak diketahui melainkan oleh Allah SWT. Bahkan yang wajib adalah jika uang sebagai modal yang dijadikan alat perdagangan, dan bukan diperdagangkan.”
Sesunguhnya Umar r.a melakukan berbagai aktifitasnya sebagai khalifah kaum muslimin dalam memerangi riba dan tidak memperbolehkan meremehkan kondisinya. Karena begitu kuatnya perhatian terhadap hal tersebut, maka dia menyampaikan khutbah kepada kaum muslimin seraya mengatakan, “wahai manusia! Ketahuilah, bahwa dirham dengan dirham dan dianr dengan dinar adalah harus kontan, setara, dan sepadan.” Lalu Abdur Rahman bin ‘Auf berkata kepadanya, “terhadap pemalsuan uang kita; apakah kita memberi yang buruk dan mengambil yang bagus?” maka Umar berkata, “Tidak!  Tapi, juallah dia dalam bentuk barang. Lalu jika amu telah menerimanya dan menjadi milik kam, maka juallah dia dan berikanlah apa yang kamu mau, dan ambillah uang manapun yang kamu mau.” Dan dalam hal yang sama, Umar r.a mengirimkan surat kepada kaum muslimin dibeberapa wilaya yang berbeda untuk memperingatkan merka untuk tidak terjatuh kedalam riba.
Kedua: Pengharaman penimbunan, dikarenakan dampaknya terhadap harga, lalu daya beli bagi uang. Diman Umar r.a memiliki sikapnya yang kuat dalam menghadapi penimbunan dan para penimbun.
Ketiga: Sesungguhnya Umar r.a mengerti bahaya kenaikan harga dan turunnya daya  beli uang (inflasi). Karena itu beliau melakukan pengawasan terhadap hal tersebut dan berusah keras dalam menyelesaikan dampak-dampak yang terjadi akibat padanya.
b.      Agar uang berperan pada fungsinya dan terlindungi nilainya maka seyogianya jika dia mendapat kepercayaan dan penerimaan manusia kepadanya. Dan diantara yang menjadi hilangnya kepercayaan orang-orang yang berinteraksi dengannya adalah terjadinya pemalsuan, apapun bentuk pemalsuannya. Terdapat riwayat dari Alqomah bin Abdullah dari ayahnya dia berkata:
“Rosulullah SAW melarang memecah chek kaum muslimin yang berlaku diantara mereka, kecuali kondisi yang menuntutnya[21],”
Dan ketika terjadi pemalsuan dalam pengeluaran uang emas (dinar) denga berlebihan dalam menambahkan materi yang lain kepadanya, maka melemahlah kepercayaan manusia terhasap perusahaan pencetak uang, lalu mereka menyimpan dianar yang mereka miliki dan tidak mereka serahkan kepercetakan untuk dicetak kembali. Sehingga nurunlah nilai intrinsik uang dinar yang dikeluarkan oleh percetakan, dan dinara yang bagus hilang dari peredaran secara bertahap dan tempatnya bergeser oleh dinar yang bekualitas  buruk[22].
Sesunguhnya Umar r.a melarang manusia bermuamalah dengan uang palsu, bahkan juga melarang Abdullah bin Mas’ud sebagai bendahara baitul mal untuk menjual sisa dirham yang buruk yang terdapat dibaitul mal, karena didalamnya terdpat penipuan terhadap kaum muslimin. Sebab para pembelinya boleh jadi mencampurnya dengan dirham yang bagus lalu digunakan untuk membeli pada orang yang tidak mengerti pada kondisi uang tersebut. Bahkan Umar tidak hanya memberikan pengarahan secara teoritis, namun juga mengambil langkah-langkah praktis dalam menghadapi pemalsuan uang, khususnya dirham yang banyak terjadi pemalsuan kepadanya setelah melemahnya pemerintahan Persia yang mengeluarkan uang tersebut, dimana Umar berniat keras untuk membuat dirham dari kulit unta. Dan ketika kakum muslimin menguasai negri Persia, maka Umar mencetak uang di oercetakan Persia. Diantara manfaat pencetakan uang tersebut adalah pengeluaran dirham murni tanpa campuran.
c.       Diantara yang berkaitan dengan reformasi moneter adalah melindungi inflasi dengan menghimbau untuk menginvestasikan uang dan sedrhana dalam pembelanjaan, melarang berlebih-lebihan dan menghambur-hamburkan.
d.      Diantara reformasi yang dilakukan Umar bin Khottob r.a adalah berupaya menyatukan uang. Dimana telah diketahui bahwa kesatuan uang merupakan faktor kesatuan ekonomi dan kesatuan politik, dan merupakan fenomena kepemimpinan. Karena itu, Nabi SAW  berusaha merealisasikan kesatuan moneter dengan mengumumkan, “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah, sedangkan takaran adalah takaran penduduk Madinah”. Dimana beliau menjadikan kesatuan uang Qurays sebagai kesatuan yang dijadikan pedoman, dan mengaitkan hukum syariah denganya. Hal itu, dijelaskan oleh Al-Khottobi dengan mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan timbangan dalam hadits tersebut adalah timbangan emas dan perak secara khusus, bukan timbangan yang lain. Artinya, bahwa timbangan yang berkaitan dengan zakat uang adalah dengan timbangan penduduk Mekkah, yaitu dirham ala Islam (enam daniq), dikarenakan dirham disebagian daerah dan tempat lain terdapat beragam timbangannya. Dan penduduk Madinah bermuamalah dengan dirham dengan hitungan (bukan timbangan) ketika kedatangan Nabi SAW ke Madinah. Sebagai dalil hal tersebut, bahwa Aisyah r.h berkata dalam hadits shahih tentang kisah Barirah, “jika kamu mau jika aku menghitung dirham kepada mereka dengan sekali hitungan, niscaya aku melakukannya”. Lalu Rosulullah SAW memberikan bimbingan kepada mereka timbangan didalamnya, dan menjadi tolok ukur dengan timbangan penduduk Mekkah terhadap dirham lain yang timbangannya berbeda dengannya diberbagai daerah yang lain[23].
6.     KEBIJAKAN MONETER UMAR BIN KHATTAB
Sebenarnya upaya kearah yang modern telah dimulai oleh Umar, malah cikal bakalnya sudah terlihat sejak zaman Rasulullah. Untuk operasi pasar, Umar telah melaksanakan sendiri tatkala memerintahkan pegawai Baitul Mall untuk zakat, jizya, Kharaj, ‘usyur dan lain-lain. Konsekwensinya pemerintah akan menyerap dinar dan dirham ke dalam kas Negara (devisa) dan dapat digunakan untuk pembiayaan fiscal.
Kebijakan moneter Umar diantaranya seperti gagasan spektakulernya tentang pembuatan uang dari kulit unta agar lebih efisien[24] Stabilitas nilai tukar emas dan perak terhadap mata uang dianar dan dirham. Penetapan nilai dirham, Instrument noneter, control harga barang dipasar dan lain sebagainya.
Mengenai pencetakan uang dalam islam terjadi perbedaan pendapat. Namun riwayat yang tebanyak dan masyhur menjelaskan bahwa Malik bin Marwan-lah yang pertama mencetak dirham dan dinar dalam Islam.
Sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan Umar yang pertam kali mencetak diraham pada masanya. Tentang hal ini Al-maqrizi mengatakan, ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dia menetapkan uang dalam kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan satupun pada masanya hingga tahun18 H. Dalam tahun ke-6 kekhalifahannya ia mencetak dirham ala ukiran Kisra dan dengan bentuk yang serupa. Hanya saja ia menambahkan kata alhamdulillah dan dalam bagian yang lain dengan kata rasulullah dan pada bagian yang lain lagi dengan kata lailahillallah, sedangkan gambarnya adalah gambar Kisra bukan gambarnya Umar[25].
Namun dalam riwayat Al-Baihaqi diriwayatkan, ketika Umar melihat perbedaan antara dirham bighali dengan nilai delapan daniq, dan ada dirham thabary senilai empat daniq, diraham yamani dengan nilai satu daniq. Ketika ia melihat kerancuan itu, kemudian ia menggabungkan dirham islam yang nilainya enam dhraiq. Dan masih banyak riwayat yang lain menerangkan bahwa Umar telah mencetak mata uang islam[26]. Hal ini juga dapat dianalogikan bahwa Umar telah mencetak mata uang islam ketika ia melontarkan berkeinginan untuk mencetak uang dari kulit unta agar lebih efisien, karena khawatir unta akan habis dikuliti maka niat itu diurungkan. Ide ini juga menjadi dasar-dasar menegement moneter.
Umar juga mengambil tanah-tanah yang tidak digarap untuk dibagikan kepada yang lain untuk digarap agar tanah itu membawa hasil. Selain Baitul Mall Umar juga menggunakan Hisbah sebagai pengontrol pasar. Umar sendir sangat sering turun ke pasar untuk mengecek harga-harga barang agar tidak ada kecurangan. Suatu ketika Umar pernah memarahi Habib bin Balta’ah yang menjual kismis terlalu murah, maka Umar memerintahkan untuk menaikkan harga agar orang lain pun dapat melakukan jual beli. Umar tidak pernah menahan kekayaan Negara, semuanya didistribusikan kepada rakyat sehingga peredaran uang terjadi dalam masyarakat. Umar mengawasi harga barang di pasar sehingga tidak terjadi monopoli, oligapoli dan sebagainya. Kebijakan ini merupakan upaya pelepasan uang kedalam masyarakat untuk ketersediaan modal kerja.
Semangat pengotrolan cadangan dalam kas Baitul Mall suadh mulai dieperhatikan pada masa ini. Baitul Mall mungkin lebih cocok disebut Bank Sentral atau Bank BI dalam kontek Indonesia. Baitul Mall bertugas untuk mengumpulkan, menyimpan dan menyalurkan devisa Negara. Kekeyaan itu berasal dari berbagai sumber diantaranya zakat, jizyah, kharaj, ‘usyur, khumus, fai, rikaz, pinjaman dan sebagainya.
Himbauan sebagai salah satu instrument moneter. Instrument ini lazim digunakan Umar dalam mengatrol kesetabilan ekonomi Negara. Umar mengawasi segala bentuk pembayaran keluar-masuk kas Negara. Umar sering menegur para gubernur agar kutipan kharaj, jizyah, ‘usyur dilakukan dengan benar. Umar tidak membenarkan penyiksaan atau penjara kepada orang yang memang benar tidak sanggup membayar jizyah. Hukuman boleh dilaksanakan apabila terjadi pengingkaran atau sengaja memperrlambat pembayaran. Terhadap ini Umar sangat keras.
Stiap pendapatan berupa ganimah, rikaz, fai, ‘usyur sebagian dikirim ke pusat (Madinah). Pengawasan moneter ala Umar ini sangat ketet sehingga tidak ada penimbunan uang dan barang. Selain itu Valuta asing dari Persia (dirham) dan Romawi (dinar) dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab telah menjadi alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan tidak ada halangan sedikitpun mengimpor dinar atau dirham.
Lebih jauh Umar juga sudah mulai memperkenalkan transaksi tidak tunai dengan mengguanakan cek dan promissory notes. Umar juga menggunakan instrument ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari mesir dan madinah[27].
7.     INSTRUMEN MONETER
Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara. Dalam pandangan ekonomi konvensioanal maka tujuan memegang uang terdiri dari tiga keinginan:
1. Tujuan transaksi
Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang akan mereka lakukan.
2. Tujuan Berjaga-jaga
Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang mungkin timbul di masa yang akan datang
3.Tujuan Spekulasi
Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi konvensional ini, maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan cermat mengamati tingkat bunga yang berlaku saat itu, jika menguntungkan bila dibandingkan investasi, maka masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan harapan mendapat imbalan bunga[28].

Dalam ilmu ekonomi modern terdapat beberapa macam instrument moneter
§  Operasi Pasar (Open Market Operatian) yaitu upaya untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dengan cara menjual obligasi pemerintah dan sekuritas pemerintah lainnya. Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar terbuka dengan melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga kelebihan uang di Bank Umum tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa deflasi.
§  Tingkat Diskonto (Discount Rate) yaitu upaya penarikan atau pelepasan uang ke pasar dengan cara pemerintah menetapkan suku bunga. Tingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat melakukan kebijakan menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu pula sebaliknya pada masa deflasi.
§   Ketentuan cadangan minimum (Reserve Requirement) dengan kebijakan ini diharapkan bank tidak lagi melepaskan kreditnya ke pasar. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengubah cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi maka pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki oleh bank umum, dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.
Sedangkan Kebijakan Moneter kualitatif dapat berupa:
1. Pengawasan pinjaman secara selektif
Melalui kebijakan ini maka pmerintah melalui bank sentral mengendalikan dan mengawasi peminjaman dan investasi-investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum.
2. Pembujukan Moral
Bank sentral melakukan pertemuan dengan bank-bank umum, malalui forum ini maka bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sedang dijalankan pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank umum untuk mensukseskan kebijakan tersebut.

 
BAB II. SEJARAH SINGKAT PEREKONOMIAN PADA MASA KHULAFA’UR RASYIDIN

Para Khulafa’ur Rasyidin adalah penerus kepemimpinan Rosulullah SAW, karenanya kebijakan mereka tentang perekonomian pada dasarnya adalah melanjutkan dasar-dasar yang dibangun rosulullah SAW.
A.     Perekonomian pada masa Kholifah Abu Bakr (51 SH-13 H/537 M- 634M)
Pada masa kekhalifahannya,  beliau menemui problem dalam pengumpulan zakat, sebab pada masa itu mulai muncul orang-orang yang enggan membayar zakat. Beliau membangun baitul mall dan meneruskan sistem pendistribusian harta untuk rakyat sebagaimana pada masa rosulullah SAW. Beliau juga memulai mempelopori sistem pengajian para aparat, misalnya untuk kholifah sendiri digaji sangat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,7 dirham setiap hari hanya dari baitul mall.tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2.500 dirham dan menurut keterangan lain  6.000 dirham per tahun.
B.     Perekonomian pada masa Kholifah Umar bin Khottob (40 SH-23H/584 M-644 M)
Umar bin Khottob dipandang paling banyak melakukan inovasi dalam perekonomian. Beliau menyadai pentingnya sektor pertanian bagi perekonomian, karenanya beliau mengambil langakah pengembangan bidang ini. Misalnya, ia menghadiahkan tanah pertannian kepada masyarakat yang bersedia menggarapnya, namun siapa saja yang gagal mengelolahnya dalam jangka waktu 3 tahun maka ia akan kehilangan hak kepemilikanya atas tanah tersebut. Saluran irigasi terbentang hingga di daerah-daerah taklukan, dan sebuah departemen besar didirikan untuk mendirikan waduk-waduk, tangki-tangki, kanal-kanal dan pitu-pintu air serba guna kelancaran dan distribusi air. Menurut Maqrizi di Mesir saja ada 120.000 buruh yang bekerja setiap hari sepanjang tahun. Mereka digaji dari harta kekayaan umat. Juza bin Mu’awiyah dengan izin Umar bin Khottob, bnayak membangun kanal-kanal di distrik Khuzistan dan Ahwaz yang memeungkinkan pembukaan dan pengelolaan banyak sekali.
Pada masa Umar hukam perdagangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara sehat. Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak perdagangan nabati dan kurma Syiria sebesar 50%, hal ini untuk memperlancar arus pemasukan bahan makanan ke kota-kota, pada saat yang sama, juga di bangun pasar-pasar, termasuk di daerah pedalaman seperti di Ubullah, Yaman, Damasku, Bahrain dan Makkah. Pekan-pekan dagang berkedudukan penting dalam menggerakan roda perekonomian, beberapa pekan dagang yang menonjol adalah pekan dagang ‘Ukaz yang berada di Hijaz yang berdekatan dengan Sukar dan yang lainnya. ‘Ukaz adalah sebuah Oasis di antara Tho’if dan Nukhlah. Pekan dagang itu berlangsung pada 1-20 Zulkaidah.
 Umar membangun Bitul Maal yang reguler dan permanen di libu kota, kemudian dibangun cabang-cabang di ibu kota provinsi, selain sebagai bendahara negara, Baitul Maal juga berugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal dan kholifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Bersamaan dengan reorganisasi Bitul Maal, Umar mendirikan diwan Islam yang pertama, yang disebut Ad-Diwan, sebenarnya Ad-Diwan adalh sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan lainnya dalam basis yang reguler dan tepat. Kholifah juga menunjukkan sebuah komite yang terdiri dari Nassab ternama untuk membuat laporan sensus  penduduk Madianah sesuai dengan tinkat kepentingan dan kelasnya. Menurut Abu Yusuf dalam Kitabnya Al-Khoroj laporan tersebut disusun sebagai berikut:
      Nilai pemberian
      Jumlah yang ditetapkan untuk diberikan
5.000 Dirham
Untuk orang yang ikut perang Badar dan kaum Muhajirin yang pertama.
4.000 Dirham
Untuk orang yang ikut perang Badar dari kaum Anshar.
4.000 Dirham
Untuk pejuang  yang berjihad dalam barisan Islam dari  perang Badar hingga pejanjian Hudaibiyah.
3.000 Dirham
Untuk pasukan yang berjihad dalam barisan Islam dari  pejanjian Hudaibiyah sampai akhir pristiwa orang-orang murtad.
2.000 Dirham
Untuk pejuang yang berjihad dalam barisan Islam.
500 Dirham
Untuk satuan pasukan kelompok Mutsanna.
300 Dirham
Untuk satuan pasukan kelompok Tsabit.
250 Dirham
Untuk satuan pasukan kelompok Ar-Robi’.
200 Dirham
Untuk penduduk Hajar dan Ubad.
100 Dirham
Untuk anak-anak yang ikut serta dalam berbagai pertempuran.
500 Dirham
Untuk istri para pasukan di perng Badar.
400 Dirham
Untuk istri para pasukan di perang Badar smapai perjanjaian Hudaibiyah.
300 Dirham
Untuk istri para pasukan mulai dari perjanjian Hudaibiyah sampai perang Riddah.
200 Dirham
Untuk para istri pada perang Qoddisiyah dan Yamuk.

C.      Perekonomian pada masa Usman bin Affan (47 SH-35 H/557 M-656 M)
Permasalahan perekonomian pada masa kholifah Usman bin Affan semakin rumit, sejalan dengan semakin luasnya wilayah negara Islam. Pemasukan negara dari Zakat, Jizyah, dan juga harta rampasan perang semakin besar, pada enam tahun pertama, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman, Sistan, ditaklukan. Untuk menata pandapatan baru, kebijakan umar diikuti. Tidak lama, Islam mengakui empat kontrak dagang setelah negara-negara tersebut ditaklukan kemudian tindakan efektif diterapkan dalam rangka pengembangan sumberdaya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon-pohon dan buah-buahan ditanam dan kemanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Di Mesir ketika angktan laut Byzantium memasuki Mesir, kaum muslimin di awal pemerintah Usman mampu mrngerahkan dua ratus kapal dan memenangkan peperangan laut yang hebat. Demikian kaum muslimin membangun supermasi kelautan di wilayah mediteriania Laodicea dan laut disemenanjung Syiria, Tripoli dan Barca di Afrika Utara menjadi pelabuahan pertama negara umat Islam. Sementara itu, biaya pemeliharaan angkatan laut sangat tinggi yang semuanya menjadi bagian dari beban pertahanan di priode ini.
Dalam pemrintahan Usman komposisi kelas didalam masyarakat berubah demikian cepat, yang kemudian juga menimbulkan berbagai permasalahan sosial politik yang berubah konflik. Tidak mudah pula mengakomodasi orang kota yang cepat kaya karena adanya peluang-peluang  baru yang terbuka menyusul ditaklukanya provinsi-provinsi baru.
D.     Perekonomian Pada Masa  Ali bin Abi thalib (23 SH-40 H/600 M-661 M)
Kholifah ke-4 yang terkenal sangat sederhana. Mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang luas tapi banyak potensi konflik dari kholifah sebelumnya, Ali harus mengelola perekonomian secara hati-hati. Ia secara sukarela menarik dari daftar penerima dana bantuan Baitul Maal, bahkan menurut sebagian yang lainnya dia memberikan 5.000 dirham stiap tahunnya. Ali sangat ketat dalam menjalankan keuangan negara. Salah satu upayanya yang monumentala adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, dimana sebelumnya pemerintahan islam menggunakan uang dinar dari Romawi dan dirham dari Persia[29]


Footnote:
[1] Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010. Hlm:334.
[2] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad hadits no. 22765, Data selengkapnya lihat di footnote Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 5.
[3] Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih EkonomiUmar bin Khottob, Khalifah: Jakarta, 2010, cetakan ke-3, hal. 17-18.
[4]Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah,Al-Kausar: Jakarta, cetakan ke-30.2010, hal. 104-108.
[5] Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amalia: Surabaya, 20005, Hal. 378
[6]Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 325.
 Lihat rincian hal tersebut pada: Muhammad Zakki Syafii’, Muqoddimah An-Nuqud wa Al-Banuk, Hal. 19-29.
[7] Muhammad Umar Syabira, Nahwa Nizham Naqdi Adil, Hlm.33
[8] Krisis di negara-negara Asia Tenggara adalah krisis moneter yang tercermin dalam turunnya nilai mata uangnya, dimana sebagian negara tersebut mengeluhkan adanya intervensi terhadap mata uangnya dan pukulan kepadanya sehingga goncang nilainya. Lihat, surat kabar Al-Hayat, Edisi 13032 Hal. 11, edisi 127794 Hal. 12 , Data selengkapnya lihat di footnote Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 326.
[9] Al-balad Baldzuri, Fthu Al-Buldan, Hal. 6.59
[10] Syeih Ahmad bin Muhammad bin Al-Haim, Nuzhah An-Nufus Fi bayan Hukmi At-Ta’amul Bil Fulus, Hal. 33.
[11] Ihya Ulumuddin (4:96), dan lihat rincia-rincianya ( 4:97-97 )
[12] Al-Mudawwamah Al-Kubra  (3:90-91)
[13] Fulus adala matah uang yang terbuat dari selain emas dan perak, lihat footnote Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 328.
[14] lihat footnote Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 328.
[15] Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal:329.
[16] lihat rincianya,  Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 327-328.
[17] lihat rincianya pada footnote  Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 334.
[18] Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 334.
[19] Demikian itu dikatakan oleh Syeikh Muhammada Yamin Bin Syeikh Hasan Al-Hawani Al-Madani dalam rangka menyanggah Ali Goerge Zaidan, dalam risalahnya dinamakan Nasyirul Hadzayammin Tarikh Jurji Zaidan. Lihat At-Tarikh Al-Idariyah (1:418-419).
[20] Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 339.
[21] HR. Ahmad, Al-Mustad, Hadits no. 15031, Abu Daud , As-Sunan, Hadits no. 3449.
[22] Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa ( 29: 469-470)
[23]Jaribah bin Ahmad Al-Hritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khottob, Kholifah: Jakarta:2010, Hal: 345.
22 Gagasan ini tidak dilaksanakan karena dikhawatirkan unta akan habis dikuliti. Lihat Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Khalifa (Jakarta : 2006), hal. 336
[25] Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab, hal. 334
[26] Alasan lain bahwa dapat saja Umar mencetak bighali sebab pada waktu itu Persia telah ditaklukkan karenanya rumah percetakan uang, pabrik kapal dan lain sebagainya yang sebelumnya dibawah kekuasaan Bizantium. Ini adalah penjelasan lanjutan dalam catatan kaki Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi dari Amir Shalih dalam kitabnya An-Nuzhum al- Iqtishadiyah fi Mishra wa As-Syam, hal. 274, dalam Jaribah hal. 335
[27] Adi Warman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani (Jakarta: 2001) hal. 28
[28] http://ekonomishariah.blogspot.com, diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[29] Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)  Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Atas kerjasama Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Raja Grafindo Persada,  Jakarta, 2008, Hal. 104.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites