Jumat, 02 Mei 2014

Lembaga-lembaga Pendidikan Islam

Download Format Word

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam 3
B. Konsep Pendidikan Informal 5
C. Konsep Pendidikan Formal 11
D. Konsep Pendidikan Non Formal 13
E. Fungsi dan Peranan Lembaga Pendidikan 26
F. Persamaan antara Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal 29
G. Perbedaan Sistem Pendidikan Non Formal dan Informal 31
H. Perbedaan antara Pendidikan Formal dan Pendidikan Non-Formal 32
BAB III PENUTUP 34
Simpulan 34

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika tidak ada lembaganya.
Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam. Lembaga pendidikan islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat islam.
Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas masalah yang berkaitan dengan lembaga pendidikan islam tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian lembaga pendidikan Islam?
2. Bagaimana konsep pendidikan informal?
3. Bagaimana konsep pendidikan formal?
4. Bagaimana konsep pendidikan non formal?
5. Bagaimana fungsi dan peranan lembaga pendidikan?
6. Apa persamaan antara pendidikan formal, informal, dan nonformal?
7. Apa perbedaan sistem pendidikan non formal dan informal?
8. Apa perbedaan sistem pendidikan formal dan non formal?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian lembaga pendidikan Islam
2. Mengetahui konsep pendidikan informal
3. Mengetahui konsep pendidikan formal
4. Mengetahui konsep pendidikan non formal
5. Mengetahui fungsi dan peranan lembaga pendidikan
6. Mengetahui persamaan antara pendidikan formal, informal, dan nonformal
7. Mengetahui perbedaan sistem pendidikan non formal dan informal
8. Mengetahui perbedaan sistem pendidikan formal dan non formal



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu:
1. Pengertian secara fisik, materil, konkrit
2. Pengertian secara non-fisik, non-materil dan abtsrak
Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut institut (dalam pngertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.
Ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian fisik materil, konkret, dan kedua pengertian secara nonfisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga diinjau dari beberapa orang yan mengerakkannya, dan ditinjau dari aspek nonfisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.
Adapun lembaga pendidikan Islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian konkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian secara abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan dengan orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil, kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.
Secara terminologi menurut Hasan Langgulung lembaga pendidikan adalah suatu sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik yang tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah mesjid, sekolah, kuttab dan sebagainya.
Pendidikan Islam termasuk bidang sosial sehingga dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga sosial tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Asosiasi, misalnya universitas, persatuan atau perkumpulan
2. Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah-sekolah
3. Pola tingah laku yang menjadi kebiasaan atau pola hubungan sosial yang mempunyai hubungan tertentu.
Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma tentang keperluan-keperluan pokok di dalam kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan lembaga pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Berdasarkan uraian di atas, lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Adapun lembaga pendidikan Islam dapat diartikan dengan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan.

B. Konsep Pendidikan Informal
1. Pengertian Pendidikan Informal
Pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seorang lahir sampai mati, seperti dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau dalam pergaulan sehari-hari.
Walaupun demikian, pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang karena dalam kebanyakan masyarakat pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan berperan penting melalui keluarga, masyarakat, dan pengusaha.
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan, dan pemerdekaan. Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan islam disyaratkan dalam al-Quran:Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. al-Tahrim : 6)
Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan di tempat-tempat lain. Sampai umur 3 tahun, seseorang akan selalu berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian seseorang. Dalam hal ini psikiater kalau menemukan penyimpangan dari kehidupan seseorang akan mencari sebab-sebabnya pada masa kanak-kanak seseorang itu.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai ke liang kubur di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari.
Menurut UU Sisdiknas pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional. Sedangkan menurut Coombs seperti yang diakui oleh Sudjana, pendidikan informal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan informal yang mana sangat dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku seorang anak. Di sini anak mengenal bahasa yang pertama, serta kebiasaan-kebiasaan yang dihilangkan hingga dewasa, sehingga pendidikan ini akan mempengaruhi jiwa seorang anak.
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhaan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT di muka bumi (QS. Al-Jumu’ah : 10) dan selanjutnya dinafkahkan pada anak istrinya (QS. al-Baqarah: 228, 233). Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam sabda Nabi SAW. dinyatakan: “Dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR. Bukhari-Muslim).
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.
Secara umum, kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi berikut:
a. Mendo’akan anak-anaknya dengan do’a yang baik. (QS. al-Furqan: 74)
b. Memelihara anak dari api neraka. (QS. at-Tahrim: 6)
c. Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132)
d. Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS. an-Nisa’: 128)
e. Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. ali Imran: 140)
f. Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS. al-Taghabun: 14)
g. Mencari nafkah yang halal. (QS. al-Baqarah: 233)
h. Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu (QS. an-Nisa’: 36, al-An’am: 151, al-Isra’: 23) dengan cara mendo’akannya yang baik.
i. Memberi air susu sampai 2 tahun. (QS. al-Baqarah: 233)
Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah:
a. korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
b. inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreativitas anak;
c. informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu pengetahuan anak didik semakin luas dan mendalam;
d. organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan pembelajaran anak yang baik dan benar;
e. motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam belajar;
f. inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan anak;
g. fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak;
h. pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.

2. Bentuk Pendidikan Informal
Bentuk pendidikan informal adalah keluarga. Bentuk keluarga berdasarkan keanggotaannya, menurut Kamanto Sunarto (Wahyudin, 2007 : 3.11) dibedakan menjadi keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga batih adalah keluarga terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga batih.
3. Tujuan Pendidikan Informal
Sekalipun tidak ada tujuan pendidikan dalam keluarga yang dirumuskan secara tersurat, tetapi secara tersirat dipahami bahwa tujuan pendidikan dalam keluarga pada umumnya adalah agar anak menjadi pribadi yang mantap, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Fungsi pendidikan dalam keluarga menurut Wahyudin (2007 : 3.7) adalah:
a. sebagai peletak dasar pendidikan anak
b. sebagai persiapan ke arah kehidupan anak dalam masyarakatnya.
4. Karakteristik Pendidikan Informal
Karakteristik pendidikan informal antara lain :
a. tujuan pendidikan lebih menekankan pada pengembangan karakter
b. peserta didiknya bersifat heterogen
c. isi pendidikan tidak terprogram secara formal
d. tidak berjenjang
e. waktu pendidikan tidak terjadwal ketat, relatif lama
f. cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
g. evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental
h. credential tidak ada dan tidak penting (Wahyudin, 2007 : 3.6)
5. Pentingnya Pendidikan Informal
Pendidikan informal merupakan pendidikan pemula, sebelum melangkah kepada pendidikan formal. Berhasil atau tidaknya pendidikan formal atau pendidikan sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan ini adalah pundamen atau dasar bagi pendidikan selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik dis ekolah maupun dalam masyarakat.
Hal yang dikemukakan tadi tidak bisa disangkal lagi betapa pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan anak-anak menjadi manusia yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat. Tentang pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga itu telah dinyatakan oleh banyak ahli didik dari zaman yag telah lampau.
Comenius, seorang ahli didaktik yang terbesar, dalam bukunya Didaktica Magna, disamping mengemukakan azas-azas didaktiknya yang samapai sekarang masih dipertahankan kebenarannya, juga menekankan betapa pentingnya pendidikan keluarga itu bagi anak-anak yang sedang berkembang. Di dalam uraiannya tentang tingkatan-tingkatan sekolah yang dilalui oleh anak sampai mencapai tingkat kedewasaan, ia menegaskan behwa tingkatan permulaan bagi pendidikan anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang disebut scola-materna (sekolah ibu). Untuk tingkatan ini ditulisnya sebuah buku penuntun, yaitu informatorium. Di dalamnya diutarakan bagaimana orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan bijaksana, untuk memuliakan Tuhan dan untuk keselamatan jiwa anak-anaknya.
J.J, Rouseatu, sebagai salah satu pelopor ilmu jiwa anak mengutaarakan pula betapa pentingnya pendidikan keluarga itu. Ia menganjurkan agar pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari kecilnya, dijelaskannya pendidikan-pendidikan manakah yang perlu diberikan kepada anak-anak mengigat msa-masa perkembangan anak itu.
6. Peranan Pendidikan Informal (Keluarga) Terhadap Pendidikan Anak
Peran keluarga dalam pendidikan anak di dalam keluagra merupakan konsekuensi logis dari fungsi keluarga dalam kaitan dengan keberadaan dan status anak. Orang tua dan anak sebagai komponen sistem utama keluarga merupakan suatu kesatuan dalam mencapai tujuan keluarga.
Seiring perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, yang membawa dampak terhadap semakin lemahnya kontrol keluarga luas, dan menguatnya kedudukan keluarga inti dalam konstelasi kehidupan keluarga masa kini, maka diskursus megenai keluarga inti mejadi penting dilakukan.
a. Peranan ibu
Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu disampingnya.
Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu, seorang ibu hendaklah menjadi orang yang paling pijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya.
Sesuai dengan pungsi san tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat disimpulakan bahwa peranan ibu dalam nemdidik anak-anaknya adalah sebagai:
- Sumber dan pemberi rasa kasih saying,
- Pengasuh dan pemelihara,
- Tempat mencurahkan isi hati,
- Mengatur kehidupan dalam rumah tangga,
- Pembimbing dalam hubungan pribadi,
- Pendidik dalam segi-segi emosional
b. Peranan ayah
Disamping ibu, seorang ayahpun memegang peranan yang penting pula. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi gengsinya atau prestasinya. Kegiatan seorang ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh besar pengaruhnya kepada anak-anaknya, lebih-lebih anak yang telah agak besar.
Meskipun demikian, ada banyak factor kesalahan dalam pendidikan akibat ayahnya yang terlelu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak ada waktu untuk bergaul mendekati anaknya dan mendidik untuk mengembangkan jiwa kepribadian anaknya. Lebih celaka lagi seorang ayah yang secara sengaja tidak mau berurusan dengan pendidikan anak-anaknya dan pendidikan diserahkan ke sekolah yang diurus oleh ibu anak-anak. Ayah hanya memberikan biaya pendidikan anaknya dan tidak memberikan bimbingan atau arahan pendidikan. Hal inilah yang sering terjadi di kalangan kehidupan kita.
Ditinjau dari fungsi dan tuganya sebagai ayah dalam pendidikan anak-anak yang lebih dominan adalah sebagai:
- Sumber kekuasaan di dalam keluarga
- Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar,
- Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga,
- Pelindung terhadap ancaman dari luar,
- Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan,
- Pendidik dalam segi-segi rasional
c. Peranan kakek dan nenek
Selain oleh ibu dan ayah, banyak pula anak-anak yang menerima pendidikan dari kakek dan nenek. Umumnya, kakek dan nenek itu merupakan sumber kasih sayang yang mencurahkan kasih sayangnya yang berlebih-lebihan terhadap cucunya itu, mereka semata-mata memberi belaka. Maka dari itu, mereka lebih memanjakan cucu-cucunya dengan sangat berlebih-lebihan. Terkadang hal ini mengakibatkan adanya pertentangan atau perselisihan antara orang tua anak dan nenek mengenai cara mendidik anak-anaknya.
Sikap kakek ataupun nenek yang memanjakan cucunya itu bisa menjadikan salah satu factor adanya kesulitan dalam belajar. Oleh sebab itu, pendidikan kakek dan nenek dengan cara pandang mereka jangan diberikan secara bebas, dan harus diperhatikan secara seksama serta ibu harus memberikan bimbingan pada anak untuk menguatkan kepribadiannya.

C. Konsep Pendidikan Formal
1. Pengertian Lembaga Pendidikan Formal
Secara bahasa sesuai dengan KBBI, Lembaga memiliki beberapa arti, yaitu; 1). asal mula (yang akan menjadi sesuatu); bakal (binatang, manusia, atau tumbuhan); 2). bentuk (rupa, wujud) yang asli; 3). Acuan; ikatan; 4). Badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.Sedangkan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Dan Formal adalah sesuai dengan peraturan yang sah; menurut adat kebiasaan yang berlaku, resmi.
Sedangkan lembaga pendidikan formal secara istilah adalah badan pendidikan yang diselenggarakan di tempat tertentu (kelas) yang pendidikannya mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pendidikan tinggi. Dari pengertian tersebut kita tahu bahwa lembaga pendidikan formal adalah sekolah. Karena proses belajarnya diadakan ditempat tertentu yaitu gedung sekolah, secara teratur atau sistimatis, serta berlangsung mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat yang paling memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Sesuai dengan tujuan pemerintah untuk mencerdaskan bangsa. Pendidikan yang dilakukan disekolah akan memudahkan pemerintah untuk mengetahui hasil dari tujuan pendidikan tersebut.
2. Karakteristik Lembaga Pendidikan Formal
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki beberapa ciri-ciri atau karakteristik yang dapat kita ketahui, di antaranya adalah:
a. Pendidikan berlangsung dalam kelas yang sengaja dibuat oleh lembaga pendidikan.
b. Adanya Guru, yaitu orang yang ditetapkan resmi untuk mengajar oleh lembaga.
c. Memiliki administrasi dan manajemen yang jelas.
d. Adanya batasan usia sesuai dengan jenjang pendidikan
e. Memiliki kurikulum formal
f. Adanya perencanan, metode, media serta evaluasi pembelajaran
g. Adanya batasan lama studi
h. Kepada peserta didik yang lulus mendapatkan ijazah
i. Dapat meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi
3. Fungsi dan Tujuan Lembaga Pendidikan Formal
Sebagaimana yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 Ayat 1 dijelaskan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non forman dan informal yang dapat saling memperkaya dan melengkapi.dari UU di atas kita tahu antara tiga jalur pendidikan tersebut saling berkaitan dan berfungsi untuk saling melengkapi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang memiliki kurikulum dan perencanaan yang sistematis memiliki beberapa fungsi, antara lain:
a. Membantu lingkungan keluarga dalam mendidik dan mengajar tingkah laku anak sebagai peserta didik, memperbaiki dan memperluas pengetahuan yang mereka miliki, dan juga megembangkan bakat mereka.
b. Mengembangkan kepribadian peserta didik melalui kurikulum yang ada, antara lain;
1) Peserta didik dapat bergaul dengan lingkungan sekolah (guru, karyawan, teman) dan juga dengan masyarakat sekitar.
2) Membiasakan peserta didik untuk taat kepada peraturan dan kedisiplinan.
3) Mempersiapkan peserta didik untuk terjun di masyarakat sesuai dengan norma-narma yang berlaku.
Sedangkan tujuan pengadaan lembaga pendidikan formal adalah:
a. Sebagai tempat sumber ilmu pengetahuan
b. Tempat untuk mencerdaskan bangsa
c. Tempat untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan sebagai bekal hidup di masyarakat.

D. Konsep Pendidikan Non Formal
1. Pengertian Pendidikan Islam Non Formal
Pengertian pendidikan Islam non formal ialah pendidikan Islam yang setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani anak-anak tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Penyelenggaraan pendidikan non formal ini tidak terikat oleh jam pelajaran sekolah, dan tidak ada penjejangan sehingga dapat dilaksanakan kapan saja dan dinama saja; dan tergantung kepada kesempatan yang dimiliki oleh para anggota masyarakat dan para penyelenggara pendidikan agama Islam pada masyarakat itu sendiri. Pandangan senada berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional bahwa pendidikan non formal yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati mengatakan bahwa pendidikan Islam non formal atau pendidikan luar sekolah adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan berencana, di luar kegiatan persekolahan. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa apa yang diungkapkan oleh Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati sama dengan pengertian yang sebelumnya bahwa sama-sama pendidikan di luar sekolah, teratur, mandiri, dan terencana.
Pendidikan Islam non-formal merupakan pendidikan Islam yang diterima dan diterapkan di lingkungan masyarakat, pendidikan Islam non-formal adalah pendidikan di masyarakat yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunah-sunah Rasulullah SAW., dimana tujuan dari pendidikan Islam non-formal ini untuk mrnciptakan masyarakat yang sempurna akhlak dan budi pekertinya, masyarakat yang taat kepada perintah Allah SWT., dan RasulNya. Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam Non-Formal itu, seperti: Pondok pesantren, Majelis taklim, TPA dan lembaga-lemabaga lainnya yang bernuansa Islami.
Pendidikan non formal menurut Philip H. Choombs ialah pendidikan luar sekolah yang dilembagakan dan istilah ini yang digunakan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 1.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan menurut Sardjan Kadir adalah suatu aktifitas pendidikan yang diatur diluar sistem pendidikan formal, baik yang berjalan tersendiri ataupun sebagai suatu bagian yang penting dalam aktifitas yang lebih luas yang ditunjukkan untuk melayani sasaran didik yang dikenal dan untuk tujuan-tujuan pendidikan. Ini merupakan proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesertaan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Sedangkan dari pengertian yang lain dikatakan bahwa pendidikan Islam non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pada pengertian ini ada penambahan atau pengembangan dari pengertian sebelumnya yaitu penyetaraan dengan pendidikan formal, sehingga sama dengan pendidikan nasional yang dalam hal tersebut mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dengan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam non formal adalah bukanlah jenis pendidikan Islam formal dan bukan jenis pendidikan Islam informal, namun sistem pembelajarannya di luar sekolah. Meskipun sistem pembelajarannya di luar sekolah, bukan berarti tidak mengarah pada Tujuan Pendidikan Nasional dan Standar Pendidikan Nasional (SNP), akan tetapi tetap mengarah terhadap tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah Departemen Pendidikan Nasional.
Ragam pengertian tentang pendidikan Islam non formal telah memberikan gambaran bahwa pendidikan tersebut setara dengan pendidikan formal. Namun, keberadaannya lebih rendah statusnya dibandingkan dengan lulusan pendidikan formal, malah sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut pertama berada dalam pengaruh lulusan pendidikan non formal. Pendidikan non formal juga mempunyai tujuan dan fungsi.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam Non Formal
Tujuan dan fungsi pendidikan Islam non formal yang bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada semua warga masayarakat, baik laki-laki maupun perempuan agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan vokasional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga pendidikan non formal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan non formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Sehingga di masa mendatang program pendidikan Islam non formal dapat menjadi pendidikan alternatif yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional. Hal inilah yang diharapakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat bangsa Indonesia.
Selain tujuan tersebut di atas, pendidikan Islam non formal di Indonesia juga bertujuan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak/belum pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah, dan warga masyarakat yang mengalami hambatan lainnya baik laki-laki maupun perempuan, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup (life skills), serta pengembangan sikap dan kepribadina profesional, sehingga pendidikan non formal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat, sehingga dapat menjadi pendidikan alternatif yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional.
Selain itu juga, terkait dengan tujuan pendidikan Islam non formal di Indonesia Husen dan Postlethwaite (1985) menjelaskan bahwa pendidikan non formal di negara-negara sedang berkembang mempunyai tujuan umum (goals) yang berkaitan dengan peningkatan mobilitas vertikal (upward mobility), latihan untuk modernisasi angkatan kerja (modernisasi work force), pembangunan pedesaan (fural development), dan pembinaan berpolitik (political incorporation).
Tujuan umum untuk meningkatkan mobilitas vertikal bagi peserta didik dan masyarakat telah menjadi fokus para perencana pendidikan non formal untuk pembangunan. Sejak pendidikan formal tidak berhasil meningkatkan status penduduk miskin, maka pendidikan non formal dipandang sebagai upaya alternatif untuk memberikan kesempatan peningkatan status kehidupan bagi mereka. melalui pendidikan non formal, penduduk miskin dapat mempelajari keterampilan kerja dan usaha sehingga mereka menjadi lebih produktif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan status sosial-ekonomi dirinya di dalam masyarakat.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kurus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan (non formal) adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga, pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai serta komponen-komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta atau peserta didik supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
Bagi masyarakat Indonesia yang dipengaruhi sistem pendidikan tradisional, cara seperti ini lebih mudah dalam daya tangkap masyarakat dan mendorong rakyat untuk belajar karena keadaan ini sesuai dengan keadaan lingkungan.
Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan bersifat fungsional dan praktis serta pendekatannya lebih fleksibel. Calon peserta didik (raw-input) pendidikan luar sekolah dilembagakan yaitu:
a. Penduduk usia sekolah yang tidak pernah mendapat keuntungan/kesempatan memasuki sekolah.
b. Orang dewasa yang tidak pernah bersekolah.
c. Peserta didik yang putus sekolah (drop out), baik dari pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi.
d. Peserta didik yang telah lulus satu sistem pendidikan sekolah tetapi tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.
e. Orang yang telah bekerja, tetapi ingin menambah keterampilan lain.
Di samping pendidikan yang fleksibel, hendaknya dapat pula digunakan pendekatan yang luas dan terintegrasi agar siapa saja dapat belajar lebih lanjut berdasarkan keterampilan pertama yang telah mereka peroleh. Serta mengisi segala kekuangan yang menghambat usaha mereka ke arah hidup yang lebih baik. Dengan kata lain, pendidikan luar sekolah yang dilembagakan dapat memperkuat pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan.
Pendidikan non formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah. Maka dari itu dapat diidentikkan dengan pendidikan luar sekolah.
Sasaran pokok pendidikan non formal adalah anggota masyarakat. Program-programnya dibuat sedemikian rupa agar bersifat luwes tetapi lugas dan tetap menarik minat para konsumen pendidikan.
Berdasarkan penelitian di lapangan, pendidikan non formal sangat dibutuhkan oleh anggota masyarakat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena sudah lewat umur atau terpaksa putus sekolah karena suatu hal.
Tujuan terpenting dari pendidikan non formal adalah program-program yang ditawarkan kepada masyarakat harus sejalan dengan program-program pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
Pendidikan non formal juga berarti suatu kegiatan pendidikan di luar keluarga dan di luar sekolah yang kegiatan-kegiatannya ditujukan kepada :
a. Anak-anak yang belum pernah sekolah.
b. Anak-anak yang meninggalkan pendidikan SD/ SLTP dan tidak meneruskan sekolah lagi (di bawah umur 18 tahun).
c. Orang-orang dewasa (adult education)
d. Anak-anak di bawah umur 18 tahun yang memerlukan re-edukasi.
e. Orang-orang dewasa yang memerlukan re-edukasi.
f. Masyarakat sebagai satu lingkungan budaya (comunity education).
Macam-macam pendidikan itu dapat dikelompokkan sebagai program kegiatan pendidikan luar sekolah yang terorganisir yaitu :
a. Pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar, dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem pengajaran sekolah biasa.
b. Pendidikan kemasyarakatan adalah konfirmasi antara kedewasaan yang diwakili pendidik dan kebelum dewasaan yang diwakili oleh anak didik yang berdiri sendiri. Atau dikatakan sebagai pendidikan yang meliputi bagian pendidikan yang mempersiapkan anak-anak untuk tugasnya sebagai penghasil dan sebagai pemakai.
c. Pendidikan rakyat adalah tindakan-tindakan pendidikan atau pengaruh yang kadang-kadang mengenai seluruh rakyat, tetapi biasanya khusus mengenai rakyat lapisan bawah.
d. Mass Education adalah pendidikan yang diberikan ke orang dewasa di luar sekolah, yang bertujuan memberikan kecakapan baca tulis dan pengetahuan umum untuk dapat mengikuti perkembangan dan kebutuhan hidup sekelilingnya. Dalam hal ini termasuk pula latihan-latihan untuk mendidik calon pemimpin yang akan mempelopori pelaksanaan usahanya di dalam masyarakat.
e. Adult education (pendidikan orang dewasa) adalah usaha atau kegiatan yang pada umumnya dilakukan dengan kemauan sendiri (bukan dipaksa dari atas) oleh orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas tertinggi masa kewajiban belajar dan dilangsungkan di luar lingkungan sekolah biasa.
f. Extention education adalah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah biasa, diselenggarakan oleh perguruan-perguruan tinggi untuk mengimbangi hasrat masyarakat yang ingin menjadi peserta aktif dlm pergolakan jaman.
g. Fundamental education adalah menolong masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi agar dengan demikian mereka dapat menduduki tempat yang layak dalam dunia modern.
Sedangkan perjalanan kegiatan pendidikan non formal yang dilakukan di luar sekolah dan di luar keluarga itu berbentuk antara lain : kepanduan (pramuka), perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi, perkumpulan olah raga dan kesenian, perkumpulan-perkumpulan sementara, perkumpulan-perkumpulan perekonomian, perkumpulan-perkumpulan keagamaan dan lain sebagainya.
Di kalangan masyarakat, program-program pendidikan non formal sering dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh dinas pendidikan masyarakat, tim penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga (tim penggerak PKK), pada tingkat kelurahan dibina oleh para lurah/ kepala desa. Di luar itu organisasi-organisasi wanita seperti dharma wanita dalam program bakti sosial kepada masyarakat acapkali melaksanakan program-program dalam bentuk paket program pendidikan non formal.
3. Fungsi Pendidikan Non-Formal sebagai Suplemen, Substitusi, dan Komplemen
a. Fungsi Pendidikan Non-Formal sebagai Suplemen (Tambahan)
Pendidikan non-formal adalah pendidikan yang diterima di luar pendidikan formal, yang kegiatannya dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung sekolah. Pendidikan non-formal memiliki fungsi sebagai suplemen, komplemen dan substitusi. Adapun maksud dari fungsi pendidikan non-formal sebagai suplemen (tambahan) adalah bahwa pendidikan non-formal dapat menjadi bahan tambahan belajar atau menggali ilmu pengetahuan bagi siswa untuk materi atau hal-hal yang belum dipelajari di dalam materi pendidikan formal. Contoh: adanya kursus-kursus belajar yang dilakuakn oleh pihak sekolah ataupun lembaga bimbingan belajar, sebagai upaya untuk menambah pengetahuan siswa mengenai materi-materi pelajaran yang belum diterima atau di mengerti saat di dalam lingkungan sekolah (foramal), semua itu merupakan materi-materi tambahan untuk mendukung pengetahuan di lingkungan pendidikan formal.
Bagi mereka yang telah menamatkan tingkat pendidikan tertentu akan tetapi tidak memiliki peluang untuk melanjutkan pendidikan pada tahapan berikutnya, siberikan pelatihan seperti pertanian, membangun rumah atau pengolahan kulit. Kegiatan merupakan gabungan antara pendidikan umum, pelatihan keterampilan dan upaya produktif yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Kegiatan kerja dari peserta didik diharapkan dapat menutup biaya pendidikan dan apda saat yang sama mereka akan mendapatkan pelatihan yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Pendidikan suplemen terdiri dari serangkaian pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di luar sekolah untuk penduduk di negara berkembang. Peserta belajar sering menyertakan mereka yang drop-out dari pendidikan lanjutan atau mereka yang telah lulus akan tetapi tidak terserap lingkungan kerja.
Dari sisi perencanaan, pendidikan nonformal sebagai komplemen, diarahkan pada mereka yang telah menikmati pendidikan pada lingkungan pendidikan formal. Kelompok ini memungkinkan untuk menjadi kelompok yang tidak memiliki pekerjaan segera setelah lulus dari lingkungan sekolah. Sejalan dengan kepentingan politik maka tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan untuk kelompok ini demikian kuat. Dalam perencanaan hendaknya dipadukan antara mereka yang tidak mungkin memasuki lingkungan kerja dengan memberikan peluang pada mereka untuk memperoleh pendidikan sekolah.
b. Fungsi Pendidikan Non-Formal sebagai substitusi (Pengganti)
Maksud dari fungsi pendidikan non-formal sebagai substitusi bahwa pendidikan non-formal merupakan pendidikan pengganti bagi pendidikan formal. Model ini merupakan layanan pada anak maupun orang dewasa yang karena satu hal tidak dapat menyelesaikan pendidikan formal. Pesertanya yaitu mereka yang memiliki keterisolasian secara sosial karena tinggal di pedesaan, kemiskinan dan tertinggal dari wilayah negara tertentu. Materi pembelajarannya ditekankan pada kemampuan dasar membaca dan berhitung serta keterampilan dasar lainnya yang secara fungsional dapat diterapkan untuk kepentingan kesehatan, nutrisi dan pertanian. Pendukung kegiatan ini kecuali untuk pendidikan keaksaraan umumnya adalah menteri pendidikan, selebihnya umumnya bukan dari pihak pemerintah. Program lebih singkat dilihat dari waktu pelaksanaan, antara tiga bulan sampai satu tahun, dan cenderung berlebih dilihat dari peserta maupun bahan yang diajarkan. Untuk beberapa negara tertentu, pengajar umumnya guru pendidikan dasar atau sukarelawan dengan tingkat kompetensi yang terbatas melalui sedikit pelatihan. Pembiayaan umumnya hanya seadanya serta kurang memiliki kejelasan masa depan dari tipe pendidikan ini.
c. Fungsi Pendidikan Non-Formal sebagai Komplemen (Pelengkap)
Pendidikan non-formal sebagai komplemen dilakukan dalam upaya untuk melengkapi pendidikan formal. Umumnya dilakukan pada pendidikan dasar dan lanjutan mengingat ketidakmungkinan pendidikan non-formal untuk melakukan pendidikan pelengkap ini. Bentuk kegiatannya berupa tambahan pada pendidikan formal dalam bentuk pelatihan bagi mereka yang telah lulus pada pendidikan dasar. Termasuk pada kelompok ini yaitu sejumlah kegiatan pemagangan, program pelatihan vokasional, kursus pertanian yang memiliki kaitan dengan praktek termasuk didalamnya pengembangan keterampilan bagi peserta belajar yang akan segera dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Keterlibatan secara fisik berbeda satu dengan lainnya. Beberapa kegiatan seperti halnya kelompok olah raga, kelompok hobi, kelompok masyarakat debat, drama yang umumnya berbasis sekolah dan di bawah pengawasan sekolah. Namun semua kegiatan itu umumnya tidak termasuk kedalam kurikulum sekolah. Dalam penggunaan fasilitas mungkin dipersiapkan pihak sekolah maupun tidak sama sekali yaitu yang berada dibawah pengawasan lembaga atau organisasi. Termasuk dalam kelompok ini sejumlah kegiatan pemuda melalui kepramukaan, kelompok petani muda dan kegiatan pelayanan sukarela lainnya yang mendapatkan dukungan dari lembaga swasta. Pada bentuknya yang baru kegiatan mendapatkan dukungan dari lembaga pendidikan formal seperti halnya kelas jauh. Sekolah komprehensif dimana peserta belajar dituntut untuk langsung bekerja pada lingkungan masyarakat. Bentuk terakhirnya merupakan keterpaduan antara peluang peserta belajar untuk mendapatkan pengetahuan dengan tuntutan untuk menjadi manusia yang produktif. Terdapat gerakan bahwa pendidikan hendaknya berlangsung di luar kelas, terutama pada lingkungan masyarakat dimana sekolah terkesan mencetak kelompok elite dan terdapat usaha kearah pencetakan lulusan menjadi kelompok pekerja fisik dalam pembangunan.
4. Ciri Khas Pendidikan Nor Formal
Adapun ciri khas pendidikan Islam non formal di Indonesia di antaranya adalah ;
a. Menekankan pentingnya ijazah, sehingga hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program berwujud hasil, produk, pendapatan, dan keterampilan.
b. Lama penyelenggaraan program tergantung pada kebutuhan belajar peserta didik.
c. Kurikulum sesuai dengan perbedaan kebutuhan belajar peserta didik dan potensi daerahnya pendidikan.
d. Kegiatan belajar dapat dilakukan diberbagai lingkungan.
e. Pembinaan program dilakukan secara demokratis.
Menurut Soleman, ciri-ciri pendidikan non formal yaitu :
a. Pendidikan non formal lebih fleksibel dalam artian tidak ada tuntutan syarat credential yang ketat bagi anak didiknya, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada. Beberapa bulan, beberapa tahun dan sebagainya.
b. Pendidikan non formal mungkin lebih efektif dan efesien untuk bidang-bidang pelajaran tertentu. Bersifat efektif karena program pendidikan non formal bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat (guru, metode) dan sebagainya.
c. Pendidikan non formal bersifat quick yelding artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melihat tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.
d. Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendiidkan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.
Dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Harus jelas tujuannya
b. Ditinjau dari segi masyarakat program pendiidkan non formal harus menarik baik hasil yang akan dicapai maupun cara-cara melaksanakannya.
c. Adanya integrasi pendidikan non formal dengan program-program pembangunan dalam masyarakat.

5. Pendidikan Non-Formal sebagai Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pernyataan bahwa pendidikan non-formal sebagai pendidikan berbasis masyarakat maksudnya bahwa pendidikan non-formal dalam pelaksanaannya selalu berhubungan dengan masyarakat dan butuh partisipasi dari masyarakat, dengan tujaun memajukan dan mengembangkan keadaan masyarakat. Setiap ilmu yang diperoleh oleh seseorang, baik dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan sekolahnya tempat penerapannya adalah lingkungan atau masyarakat, sebab manusia adalah mahluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam setiap kegiatannya sehari-hari.
Pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka
a. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang berubah-ubah.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi Peluang dan kebebasan untuk merddesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
b. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unhik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.

E. Fungsi dan Peranan Lembaga Pendidikan
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya.
1. Lembaga Pendidikan Keluarga
Sebagai transmisi pertama dan utama dalam pendidikan, keluarga memiliki tugas utama dalam peletakan dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Dikatakan pertama karena keluarga adalah tempat dimana anak pertama kali mendapat pendidikan. Sedangkan dikatakan utama karena hampir semua pendidikan awal yang diterima anak adalah dalam keluarga. Karena itu, keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik.
Adapun Fungsi dan Peranan Pendidikan Keluarga antara lain:
a. Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak
Pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan pribadinya. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab pengalaman masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan selanjutnya.
b. Menjamin Kehidupan Emosional Anak
c. Hal yang menjadi pokok dalam pembentukan emosional anak, adalah:
1) Pemberian perhatian yang tinggi terhadap anak, misalnya dengan menuruti kemauannya, mengontrol kelakuannya, dan memberikan rasa perhatian yang lebih.
2) Pencurahan rasa cinta dan kasih sayang, yaitu dengan berucap lemah lembut, berbuat yang menyenangkan dan selalu berusaha menyelipkan nilai pendidikan pada semua tingkah laku kita.
3) Memberikan contoh kebiasaan hidup yang bermanfaat bagi anak, yang diharapkan akan menumbuhkan sikap kemandirian anak dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari.
d. Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Seperti pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Anak akan selalu berusaha menirukan dan mencontoh perbuatan orang tuanya. Karenanya, orang tua harus mampu menjadi suri tauladan yang baik. Misalnya dengan dengan mengajarkan tutur kata dan perilaku yang baik bagi anak-anaknya.
e. Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Keluarga merupakan satu tempat awal bagi anak dalam mengenal nilai-nilai sosial. Di dalam keluarga, akan terjadi contoh kecil pendidikan sosial bagi anak. Misalnya memberikan pertolongan bagi anggota keluarga yang lain, menjaga kebersihan dan keindahan dalam lingkungan sekitar.


f. Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa paling baik dalam usaha menanamkan nilai dasar keagamaan. Kehidupan keluarga yang penuh dengan suasana keagamaan akan memberikan pengaruh besar kepada anak. Kebiasaan orang tua mengucapkan salam ketika akan masuk rumah merupakan contoh langkah bijaksana dalam upaya penanaman dasar religius anak.
2. Lembaga Pendidikan Sekolah
Akibat terbatasnya kemampuan orang tua dalam mendidik anaknya, maka dipercayakanlah tugas mengajar itu kepada orang dewasa lain yang lebih ahli dalam lembaga pendidikan formal. Sekolah menjadi produsen penghasil individu yang berkemampuan secara intelektual dan skill.
a. Fungsi Lembaga Sekolah
1) Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak didik
2) Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran
3) Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
4) Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
5) Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak didik selaku generasi muda.
6) Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat.
b. Peranan Lembaga Sekolah
1) Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan dengan karyawan.
2) Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah.

c. Tanggung Jawab Sekolah
1) Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
2) Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan.
3) Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatannya.
3. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat sebagai lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya ikut serta menyelenggarakan pendidikan, karena membantu pengadaan sarana dan prasarana dan menyediakan lapangan kerja. Partisipasi masyarakat membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dalam masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
b. Peserta umumnya mereka yang tidak bersekolah atau drop out
c. Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek
d. Peserta tidak perlu homogen
e. Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
f. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
g. Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan

F. Persamaan antara Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal
Berikut Persamaan antara Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal
1. Sama-sama menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi
2. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.
3. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilaksanakan melalui muatan dan atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya dan pendidikan jasmani.
4. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal yang relevan.
5. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui muatan dan atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/atau teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
6. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/atau teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
7. Kelompok mata pelajaran estetika dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
8. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan muatan lokal yang relevan.
9. Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
10. Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik.
11. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
12. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
13. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
14. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
15. Standar Kompetensi Lulusan mengacu pada Permendikans No. 23 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006.
16. Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan oleh peraturan menteri berdasarkan usulan BNSP
Setiap satuan pendidikan formal, nonformal dan informal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.

G. Perbedaan Sistem Pendidikan Non Formal dan Informal
Perbedaan sistem antara pendidikan non formal dan informal dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Keterangan Pendidikan nonformal Pendidikan informal
Tempat berlangsung Dapat di luar dan di dalam sekolah Di mana saja seseorang berada
Syarat untuk mengikuti Kadang-kadang ada namun tidak memegang peranan yang penting Tidak ada
Jenjang pendidikan Biasanya tidak ada Tidak ada
Program Ada program tertentu Tidak ada
Bahan pelajaran Praktis dan khusus Tidak ada yg ditentukan
Lama pendidikan Relatif singkat Sepanjang hidup
Usia yang menjalani Tidak perlu sama Sepanjang hidup
Penilaian Ada juga, biasanya diberi ijazah atau keterangan Tidak ada ujian atau penilaian sistematis
Penyelenggaraan Pemerintah atau swasta Tidak ada badan tertentu
Metode mengajar Dapat mengikuti metode tertentu, walaupun tidak selalu Tidak ada
Metode mengajar Tidak selalu mempunyai ijazah untuk pengajar Tidak ada
Administrasi Ada walaupun tidak begitu uniform Tidak ada
Ditinjau sejarah Lebih tua dari pendidikan formal Sejak ada manusia di dunia ini

H. Perbedaan antara Pendidikan Formal dan Pendidikan Non-Formal
1. Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
2. Hasil pendidikan formal tidak perlu melalui proses penilaian penyetaraan dari lembaga manapun karena telah mengacu kepada standar. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara nasional.
3. Satuan pendidikan formal menggunakan kurikulum ditetapkan oleh pemerintah Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.
4. Ujian Nasional pendidikan formal diadakan sekali dalam satu tahun pelajaran. Bila peserta gagal UN dapat mengikuti UN susulan. Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (Non-Formal) di adakan dua kali dalam satu tahun pelajaran.
5. Memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional dan Nomor Induk Siswa Nasional Tidak ada Nomor Pokok Sekolah dan Nomor Induk Siswa Nasional, hingga saat ini hanya terdapat Nomor Induk siswa saja. Bagi lembaga kursus (non-formal) baru tahun 2009 diadakan Nomor Induk Lembaga Kursus (NILEK).
6. Tenaga pengajar pada pendidikan formal harus mempunyai wewenang berdasarkan ijazah dan diangkat untuk tugas itu. Tenaga pengajar pada pendidikan non-formal tidak selalu memiliki ijazah sebagai pengajar.
7. Ditinjau dari sejarahnya pendidikan formal merupakan pendidikan paling akhir, sedangkan pendidikan non-formal merupakan pendidikan yang lebih tua dibandingkan pendidikan formal.
8. Bahan pelajaran pada pendidikan formal bersifat akademis dan umum, sedangkan pada pendidikan non-formal bersifat praktis dan khusus.
9. Dalam satuan pendidikan formal dikenal Sekolah Standar Nasional dan Internasional Pendidikan Kesetaraan terbagi atas tiga pola yakni, Pendidikan Kesetaraan Murni Akademik, Kesetaraan Integrasi Keterampilan dan Kesetaraan Murni Keterampilan.
10. Pendidikan formal Memiliki Kalender Akademik yang jelas. Kalender akademik disesuaikan dengan masing-masing satuan pendidikan. Sedangkan pada pendidikan non-formal tidak.






BAB III
PENUTUP

Simpulan
Lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Adapun lembaga pendidikan Islam dapat diartikan dengan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan.
Pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seorang lahir sampai mati, seperti dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau dalam pergaulan sehari-hari.
Lembaga pendidikan formal merupakan tempat yang paling memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Sesuai dengan tujuan pemerintah untuk mencerdaskan bangsa. Pendidikan yang dilakukan disekolah akan memudahkan pemerintah untuk mengetahui hasil dari tujuan pendidikan tersebut.
Pendidikan Islam non formal ialah pendidikan Islam yang setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani anak-anak tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Penyelenggaraan pendidikan non formal ini tidak terikat oleh jam pelajaran sekolah, dan tidak ada penjejangan sehingga dapat dilaksanakan kapan saja dan dinama saja; dan tergantung kepada kesempatan yang dimiliki oleh para anggota masyarakat dan para penyelenggara pendidikan agama Islam pada masyarakat itu sendiri. Pandangan senada berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional bahwa pendidikan non formal yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Persamaan antara Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal yaitu diantaranya sama-sama menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi.
Diantra perbedaan antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal adalah : (1) Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Hasil pendidikan formal tidak perlu melalui proses penilaian penyetaraan dari lembaga manapun karena telah mengacu kepada standar. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. Zainal Arifin. 1976. Memperkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang
Ahmadi, Abu, Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan Cet. II.  Jakarta: PT. Rineka Cipta
Anshari, H.M Hafi. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
Arifin M. Ed. 1991. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Offeset.
Bakar, Usman Abu. 2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta. PN. Safira insania Press.
D. Sudjana S. 2004. Pendidikan Non formal (Non formal Education): Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production.
Departemen Pendidikan Nasional. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025
Haidar Putra Daulay. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta. Prenada Media.
Hamzah, Amir. 1991. Sejarah Pendidikan Nasional Indonesia. Malang: Departemen dan Kebudayaan.
Hamzah, Amir. 1991. Sejarah Pendidikan Nasional Indonesia. Malang: Departemen dan Kebudayaan.
Indra Kusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis. Surabaya : Usaha Nasional.
Joesoef & Slamet Santoso. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Joesoef, Soelaiman. 1992. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Bumi Aksara. Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Balai Pustaka.
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan. PT Raja Grafindo:Jakarta
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nuryanis dan Romli. 2003. Pendidikan Luar Sekolah: Kontribusi Ditpenamas dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam.
Oemar, Hamalik. 2005. Perencanaan PegajaranBberdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara
Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia.
S. D. Sudjana. Pendidikan Non formal (Non formal Education): Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production. 2004
Sagala, Syaful. 2006. konsep dan makna pembelajaran. cet. 6. Bandung: Alfabeta
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10.Bandung: Rosda.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Cet. Kedua. Yogyakarta. Penerbit Delphi. 2003.
Yasin, A. Fatah. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang. UIN Malang Press.
Zakiah, Darajat. 2000. ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara

Download Format Word


0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites