Jumat, 02 Mei 2014

Tanggung Jawab Pendidikan Islam

Download Ratusan Makalah

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. dan kepada seluruh keluarganya serta para sahabat-sahabatnya. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami mohon ampun kepada Allah untuk kami sendiri, kedua orang tua kami dan bagi kaum muslimin dari setiap dosa berupa perkataan dan perbuatan serta bertaubat kepada-Nya dari setiap maksiat, yaitu taubatnya seorang hamba yang tak mampu menolak kesesatan dan kesalahan atas dirinya.
Dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Pendidikan dengan judul Tanggung Jawab Pendidikan Islam. Dalam pengerjaan dan penyusunan tulisan ini, penulis mengambil sumber dari berbagai buku dan internet.
Tentunya makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari gaya bahasanya, penulisanya ataupun pembahasanya. Oleh karna itu kami meminta maaf sebesar- besarnya kepada pembaca jika terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Pada akhirnya, kelak kami harapkan makalah yang kami selesaikan ini dapat memberi manfaat utamanya bagi penyusun/penulis maupun pembaca dan bagi umat Nabi Muhammad SAW. pada umumnya.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Tanggung Jawab Pendidikan dalam Islam 3
B. Tanggung Jawab Diri Sendiri Terhadap Pendidikan 6
C. Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Pendidikan Islam 6
D. Tanggung Jawab Sekolah Terhadap Pendidikan Islam 15
E. Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam 22
F. Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam 26
G. Mensinergikan Pendidikan di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat 30

BAB III PENUTUP 32
Simpulan 32

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan islam mempunyai sejarah yang panjang dan pendidikan islam juga berkembang seiring dengan kemunculan islam itu sendiri. Pada masa awal itu tentu saja pendidikan formal yang sitematius belum terselenggara. Dan pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan pendidikan informal karena pendidika islam pertama kali berlangsung dirumah sahabat ( daaral arqam ).
Dalam UU sistem pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal ini juga senada dengan pendidikan islam yang bertujuan untuk membentuk Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta dapat mempertanggung jawabkan semua perbuatannya.
Dari dua tujuan pendidikan diatas kitatahu bahwa pendidikan itu bukanlah suatu hal yang mudah. Dikatakan bukan sebagai persoalan yang mudah karena pendidikan itu memiliki tanggungjawab yang besar baik itu kepada Allah SWT maupun kepada alam. Tanggungjawab yang besar itu terwujud dalam hal membentuk kepribadian individu. Dengan terciptanya individu yang berkepribadian seperti yang tercanun dalam keduatujuan pendidikan diatas maka akan memberikan manfaat yang besar umumnya bagi bangsa dan Negara. Agar pendidikan itu sesuai dengan tujuannya semula maka diperlukan sebuah kerjasama antara orang tua, masyarakat, sekolah dan pemerintah. Mereka hendaknya bersama-sama memperhatikan pendidikan para generasi mudanya. Lebih lanjut dalam makalah ini penulis akan memaparkan bentuk-bentuk tangungjawab dan siapa saja yang bertanggungjawab terhadap pendidikan

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tanggung Jawab Pendidikan dalam Islam?
2. Bagaimana Tanggung Jawab Diri Sendiri Terhadap Pendidikan?
3. Bagaimana Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Pendidikan Islam?
4. Bagaimana Tanggung Jawab Sekolah Terhadap Pendidikan Islam?
5. Bagaimana Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam?
6. Bagaimana Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam?
7. Bagaimana Mensinergikan Pendidikan di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Tanggung Jawab Pendidikan dalam Islam
2. Mengetahui Tanggung Jawab Diri Sendiri Terhadap Pendidikan
3. Mengetahui Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Pendidikan Islam
4. Mengetahui Tanggung Jawab Sekolah Terhadap Pendidikan Islam
5. Mengetahui Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam
6. Mengetahui Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam
7. Mengetahui Mensinergikan Pendidikan di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat


BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Pendidikan dalam Islam
Pertanggungjawaban bukanlah satu paham Barat, melainkan satu paham yang Islami. Ada sebagian orang yang gemar mengaitkan apapun yang disukainya kepada Barat dan menganggapnya sebagai produk pemikiran Barat. Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu.
Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Tanggung jawab ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan ber-, bertanggung jawab dalam kamus tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”.
Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT berfirman:
        •         
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’ : 36)
Mata yang Anda miliki sehingga Anda dapat melihat dan mengindentifikasi sesuatu, kemudian telinga yang Anda miliki sehingga Anda dapat mendengarkan kebaikan untuk ditransformasikan ke dalam hati dan fisik Anda, serta kalbu yang Anda miliki sehingga Anda dapat merasakan, memutuskan, dan menjatuhkan pilihan dimana esensi manusia terletak pada kalbunya, semua ini adalah sarana yang telah dianugerahkan Allah SWT dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Kita semua harus bertanggungjawab atas apa yang telah kita lihat dengan mata kita: apakah kita melihat? Apakah kita cermat? Apakah kita ingin untuk melihat? Apakah kita ingin untuk mendengar? Apakah kita berniat mengambil keputusan dan mengimplementasikannya? Semua ini adalah tanggung jawab.
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kamu semua adalah pemelihara, dan setiap kamu bertanggungjawab atas peliharaannya."
Kita semua bertanggungjawab. Hanya saja, semakin luas pengaruh pena, kata-kata, dan keputusan seseorang pada kehidupan manusia, semakin besar tanggung jawab yang dipikulnya. Sebab itu, para pejabat tinggi negara, para pimpinan tiga lembaga tinggi negara, begitu pula pemimpin tertinggi revolusi Islam (Rahbar) hingga seluruh eselon pejabat dan jajaran direksi memiliki tanggung jawab besar atas segala tindakan, keputusan, dan statemen masing-masing. Inilah tanggung jawab dalam ajaran Islam dimana kita semua harus menaruh komitmen padanya. Perkataan orang yang bertanggungjawab berbeda dengan perkataan orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Keputusan orang yang penuh rasa tanggung jawab juga berbeda dengan keputusan orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Sebagai pejabat, kita semua harus berhati-hati atas pernyataan dan keputusan kita. Rasa tanggung jawab inilah yang membuat jabatan layak dihormati. Pejabat dihormati oleh masyarakat adalah karena setiap tindakan dan keputusannya harus terdorong oleh tanggung jawab yang diembannya. Orang yang memiliki rasa tanggung jawab memang patut untuk dihormati. Dan segala sesuatu akan menjadi pelik jika dipegang oleh orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.
Tanggung jawab pendidikan dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban melaksanakan pendidikan. Karena itu tanggung jawab pendidikan dalam islam adalah kewajiban melaksanakan pendidikan menurut pandangan Islam.
Tanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan tersebut yaitu dengan menjadikan sifat-sifat Allah sebagai bagian dari karakteristik kepribadiannya. Tanggung jawab tersebut mestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi maka seringkali masih terasa sulit, merasa keberatan bahkan banyak orang merasa tidak sanggup jika diberikan suatu tanggung jawab. Tak jarang banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya, dengan kata lain suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain. Dari Ibn Umar ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Masing-masing kamu adalah penggembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya, pemimpin adalah penggembala, suami adalah penggembala terhadap anggota keluarganya, dan istri adalah penggembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah penggembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di gembalakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut pendapat Team Penyusun Buku Ilmu Pendidikan Islam, kewajiban melaksanakan pendidikan itu direalisasikan dalam wujud memberikan bimbingan baik pasif maupun aktif. Dikatakan pemberian bimbingan pasif karena si pendidik tidak mendahului “masa peka”, akan tetapi menunggu dengan seksama dan sabar.
Sedangkan bimbingan aktif, terletak di dalam :
1. Pengembangan daya-daya yang sedang mengalami masa pekanya;
2. Pemberian pengetahuan dan kecakapan yang penting untuk masa depan si anak; dan
3. Membangkitkan motif-motif yang dapat menggerakkan si anak untuk berbuat sesuai dengan tujuan hidupnya.
Memperhatikan penjelasan sebagaimana tersebut di atas, pendidikan islam adalah tanggung jawab kita semua (diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah).

B. Tanggung Jawab Diri Sendiri Terhadap Pendidikan
Pendidikan islam menggunakan tanggung jawab sebagai dasar untuk menetukan pengertian pendidik, sebab pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama pertama bersifat personal, dalam arti setiap orang bertanggungjawab atas pendidikan dirinya sendiri: kemudian bersifat sosial, dalam arti setiap orang bertanggung-jawab atas pendidikan orang lain.
Begitu memasuki masa dewasa, setiap orang menjadi manusia yang bertanggung jawab atas semua perbuatan yang dilakukan. Ia harus tahu tentang nilai dirinya, baik tentang apa yang telah diperbuatnya maupun tentang balasan yang akan diterimanya pada hari akhir. Oleh karena tanggung jawab itu maka setiap orang dewasa wajib mendidik dirinya sendiri, membimbing dan menuntunnya kejalan kebaikan melalui pendidikan islam. Sejauh mana ia menjalankan kebaikan, sejauh itu pula nilai dirinya. Apabila ia membawa dirinya kejalan kejahatan maka ia akan dimintai pertanggung-jawaban. Jadi sangat jelas bahwa tanggung jawab diri-sendiri terhadap pendidikan islam adalah agar bisa mendidik diri sendiri agar senantiasa menjadi insan kamil dengan cara cara seperti terus belajar dan mengamalkan ilmunya juga dengan cara refleksi atau dialog batin.
Seperti tertuang dalam Quran surat at-Thur: 21
     
Artinya:.....,setiap manusia bertanggung-jawab atas apa yang diperbuatnya.
Dan dalam Quran surat al-Qiyamah: 14
    
Artinya: bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.

C. Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Pendidikan Islam
Keluarga mempunyai pengertian suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil dan dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut juga ummah. Pengertian ini dapat terbukti pada kehidupan sehari-hari umat Islam. Umpamanya dalam hukum waris yang menunjukkan bahwa hubungan persaudaraan atau keluarga dalam pengertian keturunan tidak terbatas hanya kepada ayah, ibu, dan anak saja, tetapi lebih jauh dari itu, bahwa kakek, nenek, saudara ayah, saudara ibu, saudara kandung, saudara sepupu, anak, cucu, semuanya termasuk kepada saudara atau keluarga yang mempunyai hak untuk mendapatkan warisan. Begitu pula dengan hal pendidikan hendaknya menjadi tanggung jawab seluruh anggota keluarga tidak hanya dibebankan kepada orang tua seorang anak semata.
Didalam lingkungan keluarga, orang tua berkewajiban untuk menjaga, mendidik, serta membimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syariat islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di dakam al-qur’an dan hadist.
Orang tua adalah orang pertama dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah tengah ibu dan ayahnya. Oleh karenanya dari kedua orangtua lah anak mulai mengenal pendidikanya. Seperti dasar dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, banyak tertanam sejak anak berada dalam pengasuhan orang tua.
Orang tua yaitu Ayah dan Ibu mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak. Ayah dan ibu hendaknya bekerja sama dalam mendidik anak-anaknya, tetapi dalam lingkungan keluarga biasanya menuntut ayah lebih banyak berada di luar rumah untuk mencari nafkah dan ibu lebih banyak dirumah untuk mengatur rumah tangga sehingga pengaruh pendidikan ibu lebih besar. Jika ayah dan ibu lalai dalam mendidik anak anaknya maka akan menimbulkan masalah tidak hanya individual anak tetapi juga sosial masyarakat. Orang tua memegang tanggung jawab pertama dan terkhir dalam pendidikan anak mempersiapkannya agar beriman kepada Allah dan berakhlak mulia, membimbingnya untuk mencapai kematangan berfikir dan keseimbangan psikhis, serta mengarahkannya agar membekali diri dengan berbagai ilmu dan keterampilan yang bermanfaat.
Tugas ini merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua yang harus dilaksanakan. Pentingnya pendidikan islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitra. kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR.bukhari)
Pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang tua, menurut Zakiah Daradjat dan kawan kawan, sekurang kurangnya dalam bentuk –bentuk berikut:
1. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2. Melindungi dan menjamin keselamatan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
3. Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4. Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai degan pandangan dan tujuan hidup muslim.
Abdullah ‘Ulwan, dalam bukunya Tarbiyah al – Aulad fi al-Islam merinci bidang bidang pendidikan anak sebagai berikut:
1. Pendidikan keimanan, antara lain dengan menanamkan tauhid kepda Allah dan kecintaan kepada Rosululloh saw, mengajari hukum hukum hala dan haram, membiasakan untuk beribadah sejak usia tujuh tahun, dan mendorong untuk suka membaca alquran.
2. Pendidikan akhlak. Antara lain dengan menanamkan dan membiasakan kepada anak sifat sifat terpuji serta menghindarkannya dari sifat sifat tercela.
3. Pendidikan jasmani, antara lain dengan memperhatikan gizi anak, melatihnya berolah raga, mengajarkan cara cara hidup sehat.
4. Pendidikan intelektual, antara lain dengan mengajarkannya ilmu pengetahuan, kepada anak dan memberinya kesempatan untuk menuntut ilmu stinggi dan seluas mungkin.
5. Pendidikan psikhis, antara lain dengan menghilangkan gejala gejala penakut, rendah diri, malu –malu, dan bersikap adil terhadap anak.
6. Pendidikan sosial, antara lain dengan menanamjan penghargaan dan etiket (sopan santun) terhadap orang lain: orangtua, tetangga, guru, dan teman: serta membiasakan menjenguk teman yang sakit dan mengucapkan selamat dalam kesempatan hari-hari besar Islam.
7. Pendidikan seksual, antara lain dengan membiasakan anak agar selalu minta izin ketika memasuki kamar orang tua dan menghindarkannya dari hal hal yang pornografis.
Pendidikan yang diberika orang tua kepada anak hendaknya berwawasan pendidikan manusia seutuhnya meskipun dalam penanaman dasar-dasar.
Menurut Irawati Istadi peran orang tua dalam proses belajar anak meliputi dua hal yaitu:
1. Melengkapi fasilitas pendidikan:
Selain perabot rumah tangga, fasilitas rumah tangga yang harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang pendidikan anak. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a. Tempat belajar yang menyenangkan
b. Media informasi
c. Perpustakaan Keluarga
2. Mengembangkan budaya ilmiyah dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Budaya Islami
b. Budaya Belajar
c. Budaya Jam Baca
d. Gairah Cerita
e. Gairah Rasa Ingin Tahu.
Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung perkembangan belajar anak antara lain :
a. Memahami Cara Belajar Anak.
b. Memahami Fitrah Anak
c. Pendekatan Metode
Pendidikan Islam khusunya harus menjadi prioritas utama orang tua karena anak anak yang sholeh bisa memberi manfaat untuk diri sendiri, orangtua, dan masyarakat. Doa anak sholeh untuk orang tua yang sudah meninggal juga menjadi amal yang tak terputus. Oleh karena itu seyogyanya perhatian orang tua mengenai pendidikan islam kepada anaknya dilakukan sedini mungkin dan terus- menerus, contohnya dengan cara cara:
1. Mengajarkan membaca alquran
2. Mengajari dan membiasakan solat lima waktu
3. Menyekolahkan anak di sekolah sekolah yang banyak pendidikan islam
4. Memasukkan anak ke pondok pesantren
5. Mengawasi tontonan anak di televisi
6. Memberikan permainan sesuai dengan jenis kelamin.dll
Pendidikan keluarga merupakan salah satu aspek penting, karena awal pembentukan dan perkembangan dari tingkahlaku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah melalui proses pendidikan dilingkungan keluarga. dilingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut. pentingnya peran keluarga dalam proses pendidikan anak dicantumkan didalam al-Qur’an, yang mana Allah SWT berfirman dalam surah Al-furqon ayat 74, yang artinya sebagai berikut: ”dan orang-orang yang berkata: ya tuhan kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (Al-furqan:74)
Selanjutnya, berhubungan dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah sesuai dengan firmannya didalam surah At-Tahrim ayat 6, yang artinya sebagai berikut:
        ••              
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan dan penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya keoada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“(Q.S At-Tahrim: 6)
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Secara psiko-sosiologi keluarga berfungsi sebagai:
1) Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya
2) Memberi pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis
3) Sumber kasih sayang dan penerimaan
4) Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik
5) Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat
6) Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan
7) Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri
8) Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat
9) Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi
10) Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan diluar rumah tidak memungkinkan.
Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut :
1) Fungsi biologis, artinya keluarga merupakan tempat memenuhi semua kebutuhan biologis keluarga seperti: sandang, pangan dan sebagainya.
2) Fungsi ekonomis, maksudnya dikeluargalah tempat orang tua untuk memenuhi semua kewajibannya selaku kepala keluarga.
3) Fungsi pendidikan, dimana di keluargalah tempat dimulainya pendidikan semua anggota keluarga. dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu:
Artinya: Bersabda Rasulullah SAW, setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari).
4) Fungsi sosialisasi, maksudnya keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan.
5) Fungsi perlindungan, keluarga merupakan tempat perlindungan semua keluarga dari semua gangguan dan ancaman.
6) Fungsi rekreatif, keluarga merupakan pusat dari kenyamanan dan hiburan bagi semua anggota keluarganya.
7) Fungsi agama, maksudnya keluarga merupakan tempat penanaman agama bagi keluarga. Dasar pendidikan agama yang harus diberikan oleh keluarga berdasarkan QS. Luqman:13
              
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.
8) Fungsi ekonomi, dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 233:
...             ...
Artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang tidak akan dibebani (dalam memberi nafkah), melainkan menurut standar kemampuannya. (QS. Al-Baqarah:233)
Pada surat An-Nisa ayat 9, Allah SWT memerintahkan supaya orangtua membimbing anak-anaknya dengan taqwa serta jangan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi tantangan hidup.
•               
Artinya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An-Nisa: 9)
Sejak dulu, para ulama umat Islam telah menyadari pentingnya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh guru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
Program pendidikan keluarga meliputi keseluruhan kewajiban hidup beragama yang di mulai dari ‘aqidah, syari’ah,ibadah dan akhlak yang diajarkan oleh orang tua itu sendiri kepada anggota yang lainnya, sehingga untuk menjaga kemungkinan terjadinya salah didik, maka orang tua berkewajiban mempelajari, memahami dan mengamalkan terlebih dahulu secara baik dan sesuai dengan ketentuannya.
Sebagian tanggung jawab yang diberikan oleh Islam kepada keluarga terdapat dalam Al-Qur’an:
        ••              
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6)
Ibnu Amr bin al-’Ash menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
Artinya:
Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat. (HR Abu Dawud dan al-Hakim).
Kebolehan memukul bukan berarti harus/wajib memukul. Maksud pukulan atau tindakan fisik di sini adalah tindakan tegas “bersyarat”, yaitu: pukulan yang dilakukan dalam rangka ta’dîb (mendidik, yakni agar tidak terbiasa melakukan pelanggaran yang disengaja); pukulan tidak dilakukan dalam keadaan marah (karena dikhawatirkan akan membahayakan); tidak sampai melukai atau (bahkan) membunuh; tidak memukul pada bagian-bagian tubuh vital semisal wajah, kepala dan dada; tidak boleh melebihi 10 kali, diutamakan maksimal hanya 3 kali; tidak menggunakan benda yang berbahaya (sepatu, bata dan benda keras lainnya).
Secara umum, peranan orang tua dalam pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Jika dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan pengaruh lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah (sekolah regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila peran orang tua tidak diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan 60% tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Lingkungan yang paling besar berpengaruh kepada anak adalah lingkungan bergaulnya, bukan lingkungan sekolahnya.
Sedangkan pengaruh pendidikan anak pada pondok pesantren sebagai tempat mengenyam pendidikan dan tempat bergaul selama 24 jam adalah 80%, sedangkan pengaruh bawaan dari lingkungan keluarga adalah 20%. Apabila pesantren mampu mempersentasekan perannya dengan baik, maka keberhasilan pendidikan anak akan lebih menjanjikan daripada sekolah regular.
Oleh karena itu, hendaknya para orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak, termasuk memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya.
Jadi, di dalam proses pendidikan di dalam lingkungan keluarga masing-masing orang tua memiliki peran yang sangat besar dan penting. dalam hal ini, ada banyak aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam halmembentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan al-qur’an dan hadist Rasulullah SAW. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak dan sebagainya.

D. Tanggung Jawab Sekolah Terhadap Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan sekolah di sini ialah, lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran secara formal. Karena itu istilah sekolah di sini termasuk di dalamnya madrasah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani Kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa Yunani Schola yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Lambat laun usaha ini diselenggarakan secara teratur dan terencana (secara formal), sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.
Sekolah menyelenggarakan pendidikan karena mendapat limpahan sebagian dari tugas dan tanggung jawab orang tua untuk menyelenggarakan pendidikan. Tugas dan tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan ini terbatas pada wewenang yang diberikan orang tua. Demikian juga terbatas selama anak mengikuti pendidikan di sekolah itu, dan di luar dari ini, semua bukan menjadi wewenang sekolah.
Pemikul tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah adalah guru. Sedangkan menurut Tim Penyusun Buku Ilmu Pendidikan Islam Departemen Agama RI, guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.
Guru adalah orang yang dilimpahi tanggung jawab oleh orang tua dalam hal pendidikan. Namun pelimpahan ini juga tidak mengurangi tanggung jawab orang tua. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya, Allah swt, menjelaskan dalam al-Quran surat al-Nisa ayat 58 :
•           ••     •      •     
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetpkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat. “ (QS. An-Nisa: 58)
Jadi, predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan atas amanat yang diserahkan orang lain kepadanya. Tanpa amanat itu, seseorang tidak akan disebut guru.
Abdullah ‘Ulwan berpendapat bahwa tugas guru ialah melaksanakan pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia. Sebagai pemegang amanat orang tua dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan islam, guru tidak hanya bertugas memberikan pendidikan ilmiah. Tugas guru hendaknya merupakan kelanjutan dan sinkron dengan tugas orang tua, yang juga merupakan tugas pendidik muslim pada umumnya, yaitu memeberi pendidikan yang berwawasan manusia seutuhnya.
Syarat untuk menjadi guru:
1. Taqwa kepada Allah sebagai syarat menjadi guru.
2. Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru.
3. Sehat jasmani sebagai syarat menjadi guru.
4. Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru.
5. Mencintai jabatan sebagai guru
6. Bersikap adil kepada semua muridnya.
7. Berlaku sabar dan tenang.
8. Guru harus berwibawa.
9. Guru harus gembira
10. Harus bersifat manusiawi.
11. Bekerjasama dengan guru-guru lain.
12. Bekerjasama denganm masyarakat.
Tugas guru, pertama- tama ialah mengkaji dan mengajarkan ilmu Illahi, seperti yang dilakukan para Nabi. Tugas pokok guru dalam pendidikan Islam menurut Al-Nahlawi adalah :
1. Tugas pensucian. Guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkannya dari keburukan,dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
2. Tugas pengajaran. Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik utuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan agama Islam, Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Al-Ghazali mengemukakan bahwa:
1. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
2. Tidak mengharapkan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada tuhan.
3. Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap kesemptatan, bahkan gunakanlah setiap kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya
4. Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sendirian jika mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela
5. Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatannya
Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan orang tua dan masyarakat karena guru sebagai pendidik mempunyai ketrebatasan.
Peranan guru dalam mendidik masyarakat amatlah besar dan luas. Antaranya ialah:
1. Menyampai aqidah dan keimanan yang tulin untuk menghidupkan hati dan menghubungkan manusia dengan Allah, meyakinkan pertemuan dengan Allah, mengharapkan rahmatNya dan takutkan siksaanNya.
2. Menyampaikan ilmu pengetahuan dan kemahiran meliputi fardhu ain dan fardhu kifayah yang menjadi asas ubudiyah (pengabdian diri kepada Allah), hubungan harmoni sesama manusia dan alam.
3. Membentuk akhlak atau peribadi mulia supaya menjadi contoh tauladan kepada orang lain.
Secara umum peran guru umum maupun guru agama menurut Hasibuan adalah sebagai berikut :
1. Sebagai komunikator, yaitu pendidik berfungsi mengajarkan ilmu dan keterampilan kepada pihak peserta didik.
2. Sebagai fasilisator, yaitu pendidik berfungsi sebagai pelancar proses belajar mengajar.
3. Sebagai motivator, yaitu pendidik berperan untuk menimbulkan minat dan semangat belajar peserta didik yang dilakukan secara terus menerus.
4. Sebagai administrator, yaitu pendidik itu berfungsi melaksanakan tugas-tugas yang bersifat administrator.
5. Sebagai konselor, yaitu pendidik berfungsi untuk membimbing peserta didik yang mengalami kesulitan, khususnya dalam belajar
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
a. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
b. Membangkitkan gairah peserta didik
c. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
d. Mengatur proses belajar mengajar yang baik
e. Memerhatikan perubahan-perubahan kecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar.
f. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Dalam perspektif pendidikan Islam, guru disebut sebagai abu al-ruh, yaitu orang tua spiritual. Artinya setiap guru, khususnya yang beragama Islam terlepas apakah dia guru bidang studi agama atau tidak bertugas dan memiliki tanggung jawab dalam membimbing dan mendidik dimensi spiritual peserta didik sehingga melahirkan akhlakul karimah. Guru membawa misi penyempurnaan akhlak, sebagaimana misi diutusnya Rasulullah SAW.
اِنما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1) Beriltizam dengan amanah ilmiah.
2) Mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang dipelajari.
3) Senantiasa mengikuti perkembangan teknologi terbaru dalam pengajaran ilmu yang berkaitan.
4) Dari masa ke masa guru hendaklah menelusuri sudut atau dimensi spirituality Islam dalam pelbagai lapangan ilmu pengetahuan.
5) Senantiasa memanfaatkan ilmu untuk tujuan kemanusiaan, kesejahteraan dan keamanan umat manusia.
6) Haruslah mendidik dan mengambil tindakan secara adil terhadap semua pelajar.
Majunya zaman mengakibatkan kita mampu untuk menyesuaikan diri, mautidak mau kita harus bersaing menjadi yang terbaik. Keinginan untuk menjadi yang terbaik ini berdampak terhadap pola penhasuhan orang tua terhadap anaknya. Dimana tanggungjawab orangtua sebagai pendidik utama pada akhirnya melimpah tantanggungjawabnya pada pihak sekolah. Sekolah sengaja dibangun untuk tempat pendidikan kedua setelah keluarga. Sekolah berfungsi melanjutkan pendidikan keluarga dengan guru sebagai ganti orang yang harus di taati.
Seperti halnya orang tua, sekolah juga memiliki tujuan sebagai pemenuhan dari tanggungjawabnya kepada anak didik. Melihat dari kondisi cultural bangsa kitayang mayoritas memeluk agama islam maka tujuan pendidikan itu sangatlah cocok diterapkan berdasarkan pendidikan islam. Abu ahmadi mengatakan bahwa “ pancasila dimana sila pertamanya ketuhanan yang maha esa harus meruakan inti tujuan pendidikan dengan agama sebagai unsure mutlaknya, sebab itu tugas sekolah yang penting adalah membentuk manusia pancasilais sejati, yaitu manusia yang bertauhid. adanya pergantian pemerintahan orde lama manjadi orde baru pelajaran agama dapat dilaksanakan disekolah-sekolah negeri, bahkan menjadi mata pelajaran wajib. Dengan demikian ada kesempatan yang baik untuk melaksanakan dakwah islamiah desekolah-sekolah negeri.
Sebagai lembaga pendidikan formal, tanggung jawab sekolah didasarkan atas tiga faktor, yaitu :
1) Tanggung jawab formal, yaitu tanggung jawab sekolah sebagai kelembagaan formal kependidikan sesuai dengan fungsi, tugas, dan tujuan yang hendak dicapai. Misalnya, pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Demikian pula pada pendidikan menengah, diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja.
2) Tanggung jawab keilmuan, yaitu tanggung jawab yang berdasarkan bentuk, isi, dan tujuan, serta tingkat pendidikan yang dipercayakan masyarakat kepadanya.
3) Tanggung jawab fungsional, adalah bentuk tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan oleh para pendidik yang diserahi kepercayaan dan tanggung jawab melaksanakannya berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelimpahan wewenang dan kepercayaan serta tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua peserta didik. Pelaksanaan tugas tanggung jawab yang dilakukan oleh peserta didik profesional ini didasarkan atas program yang telah terstruktur yang tertuang dalam kurikulum.
Allah SWT berfirman:
                       
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At-Taubah:122)
Dari ayat di atas Allah SWT memerintahkan kepada kita umat Nabi Muhammad saw untuk memperdalam ilmu pengetahuan terutama ilmu agama. Dalam hal ini sekolah konvensional, pesantren maupun perguruan tinggi dapat dijadikan salah satu wadah yang berperan dalam memajukan kehidupan dan akhlak manusia.
Sama seperti pancasila pendidikan islam juga bertujuan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gelar. mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam dengan hubungannya dengan Allah SWT dan dengan manusia sesamanya dapat mengambil manfaat yang semakinmeningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia dan diakhiratnanti.
Dari kedua tujuan pendidikan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwatanggung jawab sekolah antara lain :
1. Melanjutkan pendidikan yang telah diberikan oleh orangtua.
2. Memberikan pendidikan ilmu pengetahuan dan dibarengi dengan pendidikan agama
Selanjutmya zakiah drajat mengatakan bahwa “di sekolah guru merasatanggung jawab terhadap pendidikan otak murid-muridnya. Ajaran islam memerintahkan bahwa guru tidaklah hanya mengajar tetapi juga mendidik. Ia harusmemberi contoh dan menjadi teladan bagi muridnya dan dalam segala mata pelajarania dapat menanamkan rasa keimanan dan akhlak sesuai dengan ajaran islam.

E. Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam
Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan
2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif
3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan (utility). Perlu diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.
Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan atau kelompok sosial yang mempunyai peranan dan fungsi edukatif yang besar, diantaranya:
1. Kelompok Sebaya
Yang dimaksud kelompok sebaya (peers group) adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang –orang yang bersamaan usianya. Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya, antara lain:
a. Mengajarkan berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
b. Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
c. Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa
d. Memberikan pengetahuan yang tidak bias diberikan oleh keluarga secara memuaskan (pengetahuan mengenai cara citarasa berpakaian, music jenis tingkah laku tertentu, dll.)
e. Memperluas cakrawala pengalaman anak sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks
2. Organisasi kepemudaan
Organisasi kepemudaan pada umumnya mempunyai prinsip dasar yang sama yakni menyalurkan hasrat berkelompok dari pemuda kepada hal-hal yang berguna. Disamping penambahan pengetahuan dan keterampilan, organisasi kepemudaan tersebut terutama sangat bermanfaat dalam membantu proses sosialisasi serta mengembangkan aspek afektif dari kepribadian (kejujuran, disiplin, tanggung jawab dan kemandirian)
3. Organisasi keagamaan
Peranan organisasi keagamaan pada umumnya sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan agama. Karena semua organisasi keagamaan mempunyai keinginan untuk melestarikan keyakinan agama anggota-anggotanya, maka organisasi tersebut menyediakan program pendidikan bagi anak-anaknya, seperti:
a. Mengajarkan keyakinan serta praktek-praktek keagamaan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bagi mereka.
b. Mengajarkan tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan keyakinan-keyakinan agamanya.
Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan harus memberikan jawaban bagi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Pendidikan oleh masyarakat artinya bahwa masyarakat bukanlah merupakan objek pendidikan, untuk melaksanakan kemauan negara atau suatu kelompok semata-mata, tetapi partisipasi yang aktif dari masyarakat, dimana masyarakat mempunyai peranan di dalam setiap langkah program pendidikannya. Hal ini berarti masyarakat bukan sekedar penerima belas kasih dari pemerintah, tetapi suatu sistem yang percaya kepada kemampuan masyarakat untuk bertanggungjawab atas pendidikan generasi mudanya.
Masyarakat Islam merupakan masyarakat yang menjunjung nilai-nilai di antaranya adalah nilai Ketuhanan, Persaudaraan, Keadilan, Amar ma’ruf nahi munkar, dan Solidaritas. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:
  •             
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imron:104)
       •    
Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat:10)
Dari ayat tersebut amat jelas bahwa Islam menjunjung nilai persaudaraan, dimana ada unsur saling mengingatkan, memberi contoh, agar tercipta lingkungan madani. Oleh karena itu jelaslah bahwa Islam juga memandang bahwa sebuah masyarakat yang dijiwai nilai-nilai Islam harus berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan dalam islam merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat, bukan tanggung jawab kelompok tertentu. Sebab masyarakat adalah individu –individu yang menjalin satu kesatuan. Apabila terjadi kerusakan pada sebagian lain maka akan terkena kerusakan pula. Akibatnya, kesatuan tidak utuh lagi, atau kerusakan akan mengancam kesatuan secara total. Prinsip ini banyak dikemukakan dalam Ayat al-Quran yang menegaskan prinsip ini antara lain :
•   •          
Artinya : “dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa bahwa Allah amat keras siksanya. (Q.S. al-Anfal:25)
Oleh karena itu, setiap individu hendaknya peduli terhadap kebaikan kesatuannya: setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas kebaikan yang lainnya. Dengan perkataan lain, setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas pendidikan yang lainnya, tidak bisa memikulkan tanggung jawab hanya kepada guru dan orang tua saja. Apabila melihat kemungkaran hendaknya ia mencegah sesuia dengan kemampuannya.
Pada prinsipnya setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas kebaikan kesatuannya dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Namun didalam struktur sosial terdapat orang orang yang karena kedudukannya dan peranannya mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pendidikan dibanding yang lain. Sebagai contoh didalam lingkungan sekolah melibatkan masyarakat sebagai bagian dari komite sekolah. Unsur komite juga berperan aktif dalam kemajuan pendidikan, sebagai motivator dan fasilitator antara orang tua dan pihak sekolah. Peran serta masyarakat juga terlihat dari partisipasi sebagai donator dalam suatu lembaga pendidikan. Biasanya dalam hal pembiayaan ini lebih banyak dilakukan oleh para pengusaha, pemilik pabrik, dan orang orang tertentu yang mempunyai pengaruh di masyarakat. Karena kelebihan itulah mereka lebih bertanggung jawab atas pendidikan.
Selanjutnya, kehidupan masyarakat, baik dalam lingkungan kebudayaanya yang berupa keadaan system nilai budaya, adat istiadat, dan cara hidup masyarakat yang menglilingi kehidupan seseorang maupun lingkungan sosialnya yang berupa kekuatan masyarakat serta sebagai system moral disekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka, banyak dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah. Karenanya pemerintah memikul beban penting dan tanggung jawab yang besar dalam pendidikan.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan islam khusunya, terlihat dari contoh adanya lembaga penidikan nonformal seperti madrasah diniyah, pondok pesantren, dan majlis ta’lim. Madrasah memberikan konstribusi nyata dalam menanamkan ahklak, dan pemahaman agama yang lebih mendalam. Pondok pesantren juga diakui sebagia wadah santri menimba ilmu agama, dan keberadaanya sangat bagus untuk membentengi anak dari pengaruh negative lingkungan yang global.
Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia, keluarga khususnya orang tua dalam situasi tertentu atau sehubungan dengan bidang kajian tertentu, tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya. Untuk itu, mereka memerlukan bantuan orang lain dalam hal ini masyarakat untuk ikut mendidik anak-anaknya. Masyarakat yang terlibat dalam pendidikan sangat banyak antara lain: guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah, sejak dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah, dosen diperguruan tinggi, kyai di pondok pesantren maupun organisasi lain yang bergerak dibidang pendidikan.

F. Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam
Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) menyatakan, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, dan Ayat (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Janji pemerintah ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003, ditandatangani Presiden 8 Juli 2003.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) antara lain disebutkan: Pertama, “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu” (Pasal 5 Ayat 1). Kedua, “setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar” (Pasal 6 Ayat 1). Ketiga, “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi” (Pasal 11 Ayat 1). Keempat, “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun” (Pasal 11 Ayat 2).
Mengacu Pasal 31 Amandemen UUD 1945, dan UU SPN No 20/2003, pemerintah wajib menyediakan pendidikan bermutu secara gratis kepada setiap warga negara. Secara rinci, Pasal 49 UU SPN No 20/2003 menyatakan, “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.
Rasulullah SAW bersabda, bahwa pemimpin (pemerintah) adalah pengabdi atau pelayan masyarakat sehingga pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana khususnya dunia pendidikan di wilayahnya.
Sabda Rasulullah SAW: “Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka.” (HR. Abu Na’im)
Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. Bersabda: “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Perhatian Rasulullah saw. Terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang anak kaum muslimin Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, Rasulullah saw. Telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan.
Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya.
Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa di sekeliling kita masih banyak orang yang mengalami tuna aksara. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan sama sekali atau pernah bersekolah di sekolah dasar namun tidak dapat melanjutkan pendidikannya lagi, karena kondisi yang memaksanya harus meninggalkan bangku pendidikan. Faktor ekonomi, privatisasi pendidikan, budaya patriarki yang masih berakar dengan kuat dan pemerintah yang tidak merasa berkewajiban untuk memenuhi hak dasar rakyat yaitu pendidikan, adalah faktor-faktor yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan haknya, memperoleh pendidikan yang layak.
Besarnya tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dari pemaparan tanggung jawab sekolah sebelumnya pastilah sekolah memerlukan bantuan pihak lain demi kelancaran suatu system pendidikan. Dalam hal ini pemerintahlah yang harus pertama kali memberikan perhatiannya jika rakyat atau khususnya generasi yang merupakan ujung tombak kemajuan bangsa tidak diperhatikan kesejahteraannya maka kemajuan itu tidak akansegera terwujud. Hafsoh Fadiyah mengatakan bahwa dalam islam pemerintah adalah penggungjawab atas segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (sebagai pelayan umat, bukan majikan yang menindas ). Dan dalam hal ini pendidikan adalahsalah satunya.
 Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa “seseorang imam (kepala Negara adalah pemimpin yang mengatur dan memelihara) urusan rakyatnya maka ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap orang-orang yang dipimpinnya itu ( HR.Bukhari dan Muslim).
Sekalipun pemerintah sudah mencanangkan pendidikan dasar gratis untuk sekolah dasar, namun pendidikan itu tetap terasa mahal bagi anak yang dilahirkan dari keluarga yang tidak mampu secara finansial. Mengapa bisa terjadi? Karena untuk sekolah, mereka membutuhkan alat tulis dan seragam sekolah yang tidak gratis, yang seharusnya bisa mereka dapatkan dari dana bantuan operasional sekolah yang banyak diselewengkan oleh pihak sekolah.
Privatisasi pendidikan yang selama ini berlaku di negara kita dengan dalih aksi bersama masyarakat itu, sebenarnya adalah pengalihan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat dalam bidang pendidikan. Pemerintah menyerahkan tanggung jawab itu kepada publik sehingga pendidikan menjadi jasa yang diperjualbelikan. Hanya mereka yang memiliki uang banyaklah yang mendapatkan pendidikan bermutu dan berstandar internasional. Hal ini jelas bertentangan dengan UUD 1945. Pemerintah adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi hak konstitusi bangsa yang telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan kembali dalam Pasal 31 UUD.
Di Indonesia pendidikan islam ditangani oleh departemen agama RI dimana penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan para perguruan agama islam didasarkan pada keputusan menteri agama NO 6 tahun 1979 tentang penyempurnaan organisasidan tata kerja departemen agama sebagai pelaksana keputusan presiden nomor 30tahun 1978 didalam pasal 195 disebutkan bahwa fungsi direktorat pembinaaan agamaislam antara lain :
1. mempersiapkan perumusan kebijakan tekhnis dibidang pembinaan pendidik pada perguruan agama islam.
2. melaksanakan pembinaan pendidikan pada perguruan agam islamyang meliputi kurikulum, tenaga guru dan sarana pendidikan.
3. Melakukan evaluasi atas pelaksanaan pendidikan pada perguruan agama islam.
4. Melakuakan pengendalian tekhnis atas pelaksanaan pendidikan pada perguruan agama Islam.
5. Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan bagi penyusunan rencana evaluasi peningkatan dan penyempurnaan pembinaan pada perguruan agama Islam.
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahtraan khususnya pada pendidikan rakyat tersebut begitu besar. Tanggungjawab pemerintah ialah membebaskan seluruh biaya yangmenyangkut tentang pendidikan generasi seterusnya. Fasilitas sarana dan prasarana serta hal-hal yang menyangkut tentang pendidikan itu hendaknya dapat terpenuhi tanpa harus diminta terlebih dahulu, hal ini demi kemajuan dari sebuah pendidikanyang akan dijalankan.
Pemerintah dalam hal ini mempunyai fungsi dan peranan untuk memimpin, mengatur, membimbing dan menunjukkan arah proses pendidikan yang harus terjadi di dalam keseluruhan lembaga yang terdapat di dalam masyarakat, sehingga penyimpangan dan salah didik tidak akan terjadi.
Kewajiban utama pemerintah agar masyarakatnya berkualitas, berakhlak dan bermoral melalui pendidikan adalah :
1. Melakukan pelayanan pendidikan
2. Meningkatkan akses pendidikan.
3. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan
4. Memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat untuk dapat menimba ilmu.

G. Mensinergikan Pendidikan di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat
Point terpenting yang menjadi rahasia suksesnya pendidikan yang dilakukan Rasulullah adalah keberhasilan beliau dalam mensinergikan pendidikan di rumah (oleh orang tua), di masyarakat (yakni dengan budaya di masyarakat yang telah berubah menjadi Islami, keamanahan birokrasi, keadilan pemimpin, dan keteladanan Rasulullah dan pemimpin publik lainnya) serta Negara (Rasulullah sebagai kepala negara yang mengatur setiap aspek kehidupan dengan Islam). Inilah yang menjadi kendala saat ini dan menuntut peran kita semuanya untuk mengubahnya.
Bagaimana tidak, di sekolah siswa diajari harus jujur (walaupun ada oknum yang mengajarkan tidak jujur, semisal membolehkan curang dalam ujian, atau justru sebagian gurunya yang curang), namun di masyarakat kecurangan dibiarkan merajalela. Di Sekolah diajarkan shalat, namun di rumah orang tuanya tidak shalat dan di masyarakat banyak orang juga meninggalkan shalat. Di sekolah di ajarkan bahwa suap adalah haram, namun fakta di masyarakat menunjukkan bahwa hampir setiap lini kehidupan telah terjangkiti penyakit suap ini. Di sekolah diajarkan bahwa aurat wajib di tutup, namun di masyarakat pornografi dibiarkan merajalela. Di sekolah diajarkan bahwa aturan Allah adalah aturan yang paling baik dan paling Adil karena dibuat oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Adil, namun di masyarakat aturan-aturan ini diinjak-injak dan yang dipakai justru aturan peninggalan penjajah. Faktor inilah yang memberikan andil besar dalam rusaknya generasi Islam Indonesia.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu. Tanggung jawab pendidikan dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban melaksanakan pendidikan. Karena itu tanggung jawab pendidikan dalam islam adalah kewajiban melaksanakan pendidikan menurut pandangan Islam.
Pendidikan islam menggunakan tanggung jawab sebagai dasar untuk menetukan pengertian pendidik, sebab pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama pertama bersifat personal, dalam arti setiap orang bertanggungjawab atas pendidikan dirinya sendiri kemudian bersifat sosial, dalam arti setiap orang bertanggung-jawab atas pendidikan orang lain.
Keluarga mempunyai pengertian suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil dan dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut juga ummah. Pengertian ini dapat terbukti pada kehidupan sehari-hari umat Islam. Umpamanya dalam hukum waris yang menunjukkan bahwa hubungan persaudaraan atau keluarga dalam pengertian keturunan tidak terbatas hanya kepada ayah, ibu, dan anak saja, tetapi lebih jauh dari itu, bahwa kakek, nenek, saudara ayah, saudara ibu, saudara kandung, saudara sepupu, anak, cucu, semuanya termasuk kepada saudara atau keluarga yang mempunyai hak untuk mendapatkan warisan. Begitu pula dengan hal pendidikan hendaknya menjadi tanggung jawab seluruh anggota keluarga tidak hanya dibebankan kepada orang tua seorang anak semata.
Yang dimaksud dengan sekolah di sini ialah, lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran secara formal. Karena itu istilah sekolah di sini termasuk di dalamnya madrasah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani Kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa Yunani Schola yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Lambat laun usaha ini diselenggarakan secara teratur dan terencana (secara formal), sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.
Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan
2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif
3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan (utility).
Mengacu Pasal 31 Amandemen UUD 1945, dan UU SPN No 20/2003, pemerintah wajib menyediakan pendidikan bermutu secara gratis kepada setiap warga negara. Secara rinci, Pasal 49 UU SPN No 20/2003 menyatakan, “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”. Rasulullah SAW bersabda, bahwa pemimpin (pemerintah) adalah pengabdi atau pelayan masyarakat sehingga pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana khususnya dunia pendidikan di wilayahnya.
Point terpenting yang menjadi rahasia suksesnya pendidikan yang dilakukan Rasulullah adalah keberhasilan beliau dalam mensinergikan pendidikan di rumah (oleh orang tua), di masyarakat (yakni dengan budaya di masyarakat yang telah berubah menjadi Islami, keamanahan birokrasi, keadilan pemimpin, dan keteladanan Rasulullah dan pemimpin publik lainnya) serta Negara (Rasulullah sebagai kepala negara yang mengatur setiap aspek kehidupan dengan Islam). Inilah yang menjadi kendala saat ini dan menuntut peran kita semuanya untuk mengubahnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyantin Nur. 1991.Ilmu pendidikan. Jakarta: Rineka cipta.
al-Ghazali, Muhammad Abud Ahmadi. 1979. Ihya’Ulumuddin. Terj. Ismail Ya’qub Semarang: Faizan.
Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.II-Jakarta:Logos.
Athiyah Muhammad, al-Abrasyi. 1987. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang.
Azyumardi, Azra. 1999. Pendidikan islam. Ciputat: Logos.
Dra. Hj. Nur Uhbiyati. 1997. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) untuk UIN-STAI-PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia.
Drajat, Zakiah. dkk. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Fatah, A Yasin. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam. Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muhammad Thalib. 2008. Ensiklopedi Keluarga Sakinah XIII. (Praktik Rasulullah Mendidik Anak). Yogyakarta: Pro-U Media.
Nizar, Samsul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Noer Aly, Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Ciputat: Logos Wacan Ilmu
Ramayulis, Dkk. 2001. Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia.
Roestiyah NK. 1982. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara
Subroto, Suryo B. 1983. Beberapa Aspek Dasar Kependidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Sudjana, Nana. 1999. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tirtarahardja, Umar. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Depdikbud RI
Uhbiyanti, Nur. 1988. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.


0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites