Rabu, 06 Februari 2013

Deduktif Induktif

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif..
Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.



BAB II
PEMBAHASAN

Sesuai dengan titik pangkal dalam proses pemikiran, kita dapat membedakan dua jalan atau pola dasar,[1] yaitu:
-          Induksi: proses pemikiran di dalam akal kita dari pengetahuan tentang kejadian-kejadian/peristiwa-peristiwa/hal-hal yang lebih konkret dan ‘khusus’ untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘umum’.
-          Deduksi: proses pemikiran di dalamnya akal kita dari pengetahuan yang lebih ‘umum’ untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘khusus’.

Pengetahuan yang
lebih umum

INDUKSI
DEDUKSI

Kenyataan
Pengetahuan yang lebih
konkret dan khusus

A.      Argumen Deduktif
Logika telah berperan dalam pembentukan suatu argumen atau pernyataan sebagai hasil pemikiran atau penalaran yang logis.[2] Telah diketahui pula bahwa setiap argumen terdiri atas dua buah premis atau lebih yang memberikan bukti-bukti dan sebuah kesmpulan yang diperoleh dari premis-premis tersebut. Bentuk argumen seperti ini disebut silogisme. Mari kita simak contoh berikut ini.
Semua binatang akan mati.               (premis 1)
Kucingku adalah binatang.               (premis 2)
Karenanya kucingku akan mati.       (kesimpulan)
Premis (1) menyatakan bahwa, semua binatang akan mati. Pernyataan ini telah terbukti dengan nyata. Tak ada orang yang dapat mengingkari pernyataan tersebut. Artinya premis (1) adalah pernyataan yang merupakan sebuah bukti yang benar. Demikian pula dengan premis (2), juga merupakan pernyataan yang benar, sebab kucing digolongkan dalam kelompok binatang. Penggolongan ini telah diterima oleh semua orang, jadi merupakan suatu hal yang dibenarkan. Dari kedua premis tadi dapat diambil kesimpulan bahwa kucingku pada suatu saat akan mati.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.[3] Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Deduktif diawali oleh sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal.[4]
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berfikir yang dinamakan silogisme.[5] Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Penarikan kesimpulan seperti ini disebut dengan penarikan kesimpulan yang sah, sahih, valid, absah, atau correct.[6] Setiap argumen di mana kebenaran dari premis-premisnya tidak memungkinkan bagi kesimpulannya untuk salah disebut dengan argumen yang sah atau valid.
Arti deduksi (deducction) menurut Ensiklopedi Indonesia yaitu : cara berfikir yang mulai dari pokok permulaan, menguraikan semua hal yang terkandung, atau mungkin dapat disusun atas dasar tersebut, sedemikian rupa sehingga dalam seluruh perjalanan pemikiran tidak terdapat soal yang bertentangan atau tidak serasi. Dalam Encyclopedia Americana, Deduction dinyatakan sebagai: demmistrative inference, reasoning from a more inclusive, or general, proposition (conclusion) contained in or subsumable under the former.
 Konstruksi penalaran disebut silogisme. Silogisme berfungsi sebagai proses pembuktian benar-salahnya suatu pendapat, tesis, atau hipotesis tentang masalah tertentu.[7]
Silogisme dalam contoh merupakan suatu argumen deduktif, karena melibatkan bukti-bukti yang mengandung kesimpulan atau pembuktian. Pernyataan-pernyataan dalam argumen tersebut bermula dari yang bersifat umum menuju kesimpulan yang merrupakan pernyataan yang besifat lebih khusus atau kurang umum.
Sekarang, marilah kita tinjau beberapa jenis argumen deduktif. Argumen pada contoh tadi dapat kita ganti dengan bentuk yang sama sebagai berikut.
Semua B adalah C                (premis 1)
A adalah B                                        (premis 2)
Karenanya A adalah C          (kesimpulan)

Argumen yang terdapat pada contoh tadi merupakan argumen yang sahih dan memiliki bentuk yang sahih pula. Kita dapat mengatakan bahwa tidak ada argumen deduktif yang memiliki bentuk yang sahih, akan memiliki premis yang benar tetapi mempunyai kesimpulan yang salah.
Silogisme pada contoh tadi terdiri atas tiga bagian, yaitu premis 1 yang biasa disebut premis mayor, premis 2 yang disebut premis minor dan kesimpulan. Premis-premis tersebut merupakan pernyataan yang dapat menerima atau menolak bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar.
Pada dasarnya silogisme terdapat dalam dua bentuk, yaitu silogisme kategorik dan silogisme hipotetik. Silogosme kategorik adalah silogisme yang semua proporsinya merupakan proporsi kategorik.[8]
Proporsi adalah suatu penuturan (assertion) yang utuh, juga dapat didefinisikan ungkapan keputusan dalam kata-kata, atau juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.[9] Proporsi sebagai dasar kita mengambil kesimpulan bukanlah proporsi yang dapat kita nyatakan dalam bentuk oposisi, melainkan proporsi yang mempunyai hubungan independen. Bukan sembarang hubungan independen, melainkan mempunyai term persamaan.[10] Untuk memperjelas uraian tentang silogis katagorik ini, marilah kita tinjau lagi argumen pada contoh tadi.
Semua binatang akan mati.               (premis 1)
Kucingku adalah binatang.               (premis 2)
Karenanya kucingku akan mati.       (kesimpulan)

Dalam rangka mengemukakan pendapat atau kesimpulan, kita perlu membuat analisis terlebih dahulu tentang kalimat yang kita gunakan sebagai pernyataan pendapat dan kesimpulan tadi. Tentu saja pernyataan yang kita buat ini harus merupakan suatu pernyataan yang benar. Suatu kalimat lengkap paling sedikit terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Kalimat kucingku akan mati terdiri atas kata kucingku sebagai subjek (S) dan akan mati sebagai predikat (P). Apabila kita perhatikan, kata mati terdapat pada premis mayor, sedangkan kucingku terdapat pada premis minor. Kata binatang yang terdapat pada kedua premis tersebut merupakan kata yang dapat menunjukkan adanya hubungan antara subjek dan predikat sehingga kesimpulan yang diperoleh itu benar karena didukung oleh kedua premis yang benar pula. Pospoprodjo (1985) menamakan kata yang menghubungkan antara S dan P itu term penengah. Term adalah bagian dari satu kalimat yang berfungsi sebagai S atau P. Kita lihat pula bahwa term penengah itu hanya terdapat pada premis-premis, tetapi tidak terdapat pada kesimpulan. Jadi, fungsi term penengah adalah untuk menunjukkan alasan mengapa S dan P dipersatukan dalam kesimpulan.
 Dalam percakapan sehari-hari atau dalam rapat serta diskusi sering kali kita harus mengemukakan suatu pernyataan yang kita inginkan diterima oleh semua pihak. Dalam hal inilah pentingnya perana silogisme kategorik yang dilandasi oleh logika yang menjadi pedoman untuk menyatakan pikiran kita secara tertib dan teratur. Apabila kita ingin mengemukakan bahwa para koruptor harus dihukum, perlu kita cari term penengah yang akan kita gunakan dalam silogisme kategorik ini. Perhatikan rumusan argumen berikut.
Semua penjahat harus dihukum.       (premis 1)
Koruptor adalah penjahat.                (premis 2)
Koruptor harus dihukum.                 (kesimpulan)

Rumusan tersebut diatas ini menunjukkan titik pangkal pemikiran serta jalan pemikiran yang ada di dalam argumen tersebut. Jadi untuk merumuskan suatu silogisme kategorik, kita rumuskan dahulu kesimpulan yang akan kita kemukakan, kemudian kita cari alasannya yang dalam hal ini menjadi term penengah. Setelah itu disusun silogisme, yaitu kesimpulan yang mengandung S dan P, kemudian kita susun premis minor yang mengandung S dan M (term penengah), dan akhirnya kita susun premis mayor yang terdiri atas M dan P. Premis mayor ini merupakan titik pangkal pemikiran. Dalam contoh di atas yang menjadi term penengah adalah kata penjahat.
Silogisme kategorik tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut.

Bentuk 1
       M --------------------------- P
S ---------------------------- M
S                                                                                  P
Silogisme yang dicontohkan pada awal Kegiatan Belajar 1, yaitu:
Semua intan dapat menggores gelas.                        (premis mayor)
Baru permata pada cincin Lina tidak dapat menggores gelas.                                                          (presmis minor)
Batu permata pada cincin Lina bukan intan.            (kesimpulan)

Dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bentuk 2
                                                 M ---------------------------    P
       S ------------------------------------------------------------      M
       S ----------------------------    P
Bentuk silogisme yang lain ialah silogisme hipotetik. Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proporsi hipotetik, sedangkan premis mayornya adalah proporsi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term kosekuen premis mayornya.[11] Salah satu di antaranya ialah silogisme kondisional atau silogisme bersyarat, yaitu silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional.[12]
Perhatikan silogisme kondisional pada contoh berikut ini.
Apabila turun hujan, jalan-jalan basah.         (premis mayor)
Sekarang turun hujan.                                                           (premis minor)
Jadi jalan-jalan basah.                                                           (kesimpulan)

Setelah menyimak argumen tersebut, kita melihat bahwa premis mayornya berupa keputusan kondisional, artinya keputusan yeng mengandung suatu syarat. Premis mayor itu terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa kalimat: Apabila turun hujan dan bagian kedua jalan-jalan basah. Bagian kedua itu benar, jika syarat pada bagian pertama dipenuhi. Keputusan bersyarat itu sendiri dinyatakan benar jika hubungan bersyarat di dalamnya itu benar. Kalimat berikut menunjukkan hubungan bersyarat yang tidak benar, jika keputusan kondisionalnya salah.
Kalau kamu minum air, kamu akan merasa haus.
Deduksi berpangkal dari suatu pendapat umum berupa teori, hukum, atau kaedah dalam menyusun suatu penjelasan tentang suatu kejadian khusus, atau dalam menarik kesimpulan. Penelitian yang semata-mata didasarkan hanya dengan penalaran deduksitidak dapat membawa kita ke pembentukan teori baru.[13]
Bagian keputusan yang mengandung syarat disebut antesedens, sedangkan bagian yang mengandung apa yang dikondisikan disebut konsekuens. Kita tentu mengetahui bahwa dalam hal ini premis mayor menyatakan suatu syarat yang menjadi gantungan benar tidaknya konsikuens, sedangkan premis minor menyatakan dipenuhinya syarat itu. Dengan demikian maka kesimpulan menyatakan benarnya konsikuens.

B.       Argumen Induktif
Mungkin kita pernah mendengar seorang ayah mengatakan kepada anaknya, “Jangan bermain air kotor, nanti kulitmu gatal”. Si ayah mengatakan demikian karena ia pernah beberapa kali kena air kotor, lalu kulitnya terasa gatal atau ia pernah diberitahu oleh seorang dokter bahwa air kotor itu dapat menyebabkan kulit menjadi gatal. Pernyataan seorang ayah tadi mengandung arti bahwa ia menganggap “semua air kotor menyebabkan kulit gatal”. Ini adalah pernyataan yang bersifat umum yang berasal dari sejumlah pengalaman yang bersifat khusus. Si ayah mengalami kulit gatal karena terkena air kotor di beberapa daerah. Pernyataan tersebut merupakan suatu bentuk penalaran yang disebut induksi, yang menyimpulkan suatu pernyataan umum dari sejumlah pernyataan khusus. Kesimpulan yang berupa generalisasi ini hanya didukung oleh beberapa pengalaman si ayah. Dengan demikian kebenarannya belum dapat dipastikan atau dapat dikatakan bahwa pernyataan si ayah tersebut mungkin benar.

Perhatikan contoh berikut ini.
Seorang ahli kimia melakukan eksperimen berpuluh-puluh kali tentang pengaruh kadar gas karbon monoksida terhadap kesehatan. Ia menyimpulkan bahwa gas tersebut berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengurangi kemampuan darah mengikat oksigen dari udara. Kesimpulan yang dibuatnya merupakan generalisasi induktif yang derajat kebenarannya lebih tinggi daripada kesimpulan yang dibuat oleh seorang ayah pada contoh terdahulu.
Dari contoh-contoh sederhana di atas dapat kita lihat bahwa argumen induktif berbeda dengan argumen deduktif. Pada argumen deduktif kita marik kesimpulan berdasarkan apa yang tersedia dalam kedua premis, sedangkan pada argumen induktif kita berangkat dari beberapa contoh atau kasus yang dalam banyak hal belum teruji kebenarannya serta membuat generelasi yang berupa kesimpulan yang belum pasti. Jadi, dalam hal argumen induktif kita hanya bicara tentang probabilitas atau kemungkinan. Eksperimen yang dilakukan berkali-kali oleh seorang ilmuwan akan menghasilkan generalisasi induktif yang memiliki tingkat probabilitas yang tinggi, artinya mendekati kebenaran.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.[14] Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khusus lainnya yang semacam, dan menyimpulkan bahwasanya apa yang benar pada yang satu juga benar pada yang lain.[15]
Bahaya yang melekat pada jalan pikiran induksi ialah bahwa kita terlalu cepat menarik suatu kesimpulan umum (tanpa memperhatikan apakah cukup memiliki dasar untuk itu), atau menganggap sudah pasti sesuatu yang sama sekali belum pasti.[16]
Penalaran induktif mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu. Pada dasarnya ilmu berkembang dengan bertambahnya penemuan-penemuan atau timbulnya teori-teori dan hukum-hukum yang baru. Teori serta hukum dalam ilmu terbentuk dari hasil pemikiran atau eksperimen yang telah teruji derajat kebenarannya pada kurun waktu tertentu. Apabila pada kurun waktu tertentu timbul teori atau hukum baru sebagai hasil generalisasi induktif yang teruji serta didukung oleh bukti-bukti baru maka teori atau hukum yang lama dapat ditinggalkan atau tidak diakui lagi kebenarannya.
 Sebaliknya, pengambilan kesimpulan secara induktif yang kurang didukung oleh data yang akurat atau sampel yang diambil kurang refresentatif akan mengakibatkan kesalahan. Misalnya, hasil eksperimen tentang khasiat obat yang diujikan pada binatang belum dapat dijadikan kesimpulan yang sama bagi manusia. Untuk memperoleh validitas hasil eksperimen tersebut bagi manusia, perlu dilakukan eksperimen tentang khasiat obat tersebut terhadap manusia dalam rangka suatu penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmiahnya.
Bagi ilmuwan, hasil penelitian secara ilmiah sebagai suatu proses menalar secara induktif merupakan keyakinan individual yang akan senantiasa dipertahankan. Namun demikian, penyebaran informasi mengenai hasil suatu penelitian ilmiah bagi konsumsi masyarakat awam, perlu memperhatikan tingkat pendidikan, keyakinan, budaya serta nilai-nilai dalam masyarakat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi kekeliruan persepsi atau penolakan oleh masyarakat, yang dapat berakibat adanya kesalahan yang dialami oleh sebagian warga masyarakat tertentu. Adakalanya masyarakat sangat percaya pada otoritas seseorang dalam bidang ilmu tertentu. Pernyataan Prof. Soemitro mengenai kebocoran penggunaan pinjaman dari luar negeri sebesar 30%, telah dianggap sebagai kesimpulan induktif yang derajat probabilitasnya tinggi oleh masyarakat karena otoritas beliau di bidang ilmu ekonomi sangat besar.
Proses penalaran induktif dapat kita laksanakan melalui teknik-teknik, generalisasi, analogi, hubungan kausal, hipotesis dan kausal.
Generalisasi sebagai teknik mula-mula yang kita bicarakan adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.[17] Dengan begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Perlu kita ingat kembali bahwa tingkat probabilitas generalisasi induktif tergantung pada kualitas hal-hal khusus yang mendukungnya. Namun demikian, perlu pula dipahami bahwageneralisasi yang telah dihasilkan mungkin hanya berlaku untuk kurun waktu tertentu karena kondisinya telah berubah. Perkembangan teknologi mempunyai peranan penting dalam menciptakan perubahan kondisi tersebut. Misalnya, perkembangan dalam bidang teknologi computer telah mampu menghasilkan alat laboratorium yang memiliki tingkat reabilitas serta kecermatan yang tinggi sehingga dapat menghasilkan bukti-bukti baru yang lebih berkualitas. Dengan demikian, hal itu memungkinkan timbulnya generalisasi baru yang lebih tinggi tingkat probabilitasnya.



BAB III
KESIMPULAN

Argumen deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Deduktif diawali oleh sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berfikir yang dinamakan silogisme.
Pada dasarnya silogisme terdapat dalam dua bentuk, yaitu silogisme kategorik dan silogisme hipotetik. Silogosme kategorik adalah silogisme yang semua proporsinya merupakan proporsi kategorik.Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proporsi hipotetik, sedangkan premis mayornya adalah proporsi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term kosekuen premis mayornya.
Proporsi adalah suatu penuturan (assertion) yang utuh, juga dapat didefinisikan ungkapan keputusan dalam kata-kata, atau juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.
Argumen induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Argumen induktif mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu. Pada dasarnya ilmu berkembang dengan bertambahnya penemuan-penemuan atau timbulnya teori-teori dan hukum-hukum yang baru.
Generalisasi sebagai teknik mula-mula yang kita bicarakan adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Bahaya yang melekat pada jalan pikiran induksi ialah bahwa kita terlalu cepat menarik suatu kesimpulan umum (tanpa memperhatikan apakah cukup memiliki dasar untuk itu), atau menganggap sudah pasti sesuatu yang sama sekali belum pasti.


DAFTAR PUSTAKA

Akin, Hasriadi M. Berfikir Nalar. http://blog.unila.ac.id/pdih/files/2009/08/berfikir-nalar-prof-dr-hasriadi-m-akin.pdf
Mundiri. Logika. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1998
Poedjiadi, Anna, Suwarma. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas Terbuka. 2008
Pospoprodjo W. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika. 1999
____________. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika. 1999
Santoso. Penalaran Deduktif dan Induktif. http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html
Shadiq, Fadjar. Deduksi atau Penalaran Deduktif : Kelebihan dan Kekurangannya, http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-deduksi_limas_.pdf. 07/06/2008
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2003





FOOTNOTE


[1]W. Pospoprodjo, Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, (Bandung: Pustaka grafika, 1999), hal. 22
[2]Anna Poedjiadi dan Suwarma, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), Hal. 4.10
[3]Santoso, Penalaran Deduktif dan Induktif, http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html
[5]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), Hal. 49
[6]Fadjar Shadiq, Deduksi atau Penalaran Deduktif : Kelebihan dan Kekurangannya, http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-deduksi_limas_.pdf, 07/06/2008. Hal. 5
[7]Hasriadi M. Akin, Berfikir Nalar, http://blog.unila.ac.id/pdih/files/2009/08/berfikir-nalar-prof-dr-hasriadi-m-akin.pdf, hal.16
[8]Mundiri, Logika, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), Hal. 86
[9]W. Pospoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), Hal. 170
[10]Mundiri, Loc. Cit., Hal. 85-86
[11]Ibid.. Hal 111
[12]Anna Poedjiadi dan Suwarma, Op. Cit., Hal. 4.13
[13] Hasriadi M. Akin, Op. Cit., hal.14
[14]Jujun S. Suriasumantri, Op. Cit., Hal. 48
[15]W. Pospoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, Op. Cit., Hal. 242
[16]W. Pospoprodjo, Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, Op. Cit. Hal. 24
[17]Mundiri, Op. Cit., Hal. 125

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

3 comments:

Togel merupakan game yang menjadi primadona di semua kalangan untuk saat ini. Dengan modal yang sangat kecil dan hadiah JACKPOT yang di berikan oleh MADAM TOGEL yang sangat besar menjadikan game togel hobi yang sangat bermanfaat bagi Anda yang sedang membutuhkan uang di masam pandemi saat ini.

Untuk meraih JACKPOT yang sangat besar maka dibutuhkan keahlian dalam menentukan angka-angka yang akan dipasang agar menjadi angka yang tepat dengan hasil result yang keluar. Dalam menentukan Angka kali ini https://165.22.110.99/ sudah menyiapkan PREDIKSI MADAM TOGEL untuk menjadi referensi Anda dalam melakukan bettingan.

Untuk pasaran yang cukup banyak digemari dan hasil result nya pada pukul 13.50, yaitu pasaran togel sydney. Anda semua bisa melihat di PREDIKSI TOGEL SYDNEY sebagai referensi.

Pasaran yang banyak digemari pecinta togel kedua yaitu pasaran Singapore. Nah, untuk pasaran Singapore kita juga sudah siapkan PREDIKSI SINGAPORE dimana prediksi tersebut sudah dirancang oleh ahli togel dengan rumus-rumus yang hanya ahlinya yang tau^^.

Sementara itu, pasaran togel Hongkong merupakan pasaran yang sangat ramai saat ini. Untuk memudahkan semua dalam mencapai JACKPOT dalam Togel Hongkong kita juga sudah menyiapkan prediksi yang sangat jitu dan sudah banyak diuji banyak player untuk mencapai jackpot. Jangan khawatir karena PREDIKSI HONGKONG ini berasal dari player-player yang berasal dari Hongkong langsung yang sudah dipastikan tidak asing lagi dalam dunia toto^^

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites