Makalah

Blog ini berisi berbagai macam makalah kuliah.

Perangkat Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Modul Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Skripsi

Masih dalam pengembangan.

Lain-lain

Masih dalam pengembangan.

Sabtu, 27 Juli 2013

Wolfram Mathematica

Mengenal Mathematica
Mathematica merupakan suatu sistem aljabar komputer (CAS, Computer Algebra System) yang mengintegrasikan kemampuan komputasi (simbolik, numerik), visualisasi (grafik), bahasa pemprograman, dan pengolahan kata (word processing) ke dalam suatu lingkungan yang sudah di gunakan. kini Mathematica merupakan salah satu tool pilihan dalam pendidikan, penelitian, bisnis dan sebagainya, khususnya untuk melakukan:

  • komputasi numerik, baik simbolik maupun numerik
  • pengembangan algoritma dan aplikasi
  • pemodelan dan simulasi
  • eksplorasi, analisis dan visualisasi data.

Pengelolaan Pengajaran

PENDAHULUAN
Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Di dalamnya ada dua subyek yaitu guru dan peserta didik. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru/pengajar adalah mengelola pengajaran serta lebih efektif, dinamis, efesien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif antara dua subyek pengajaran; guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.
Pengajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan sistemik yang terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat partial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pengelolaan pengajaran yang baik. Pengelolaan pengajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengajaran. Ia harus mempertimbangkan segi dan strategi pengajaran, dirancang secara sistematis, bersifat konseptual tetapi praktis-realistik dan fleksibel, baik yang menyangkut masalah interaksi pengajaran, pengelolaan kelas, pendayagunaan sumber belajar (pengajaran) maupun penilaian pengajaran. Karena itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan pengajaran yang memadai bagi seorang guru maupun calon guru.
Pengertian pengelolaan pengajaran adalah mengacu pada suatu upaya untuk mengatur (memenej, mengendalikan) aktivitas pengajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengajaran untuk mensukseskan tujuan pengajaran.
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pengajaran
Kebanyakan ahli pendidikan/pengajaran mengatakan bahwa pengajaran adalah terjemahan dari instruction atau teaching. Tetapi, menurut Arif S. Sadiman, ia kurang sependapat akan padanan yang demikian. Menurutnya hal itu kurang tepat karena kurang mencerminkan padanan/terjemahan secara lebih pas. Instruction itu lebih luas pengertiannya dari pengajaran. Instruction mencakup semua events yang mungkin mempunyai pengaruh langsung kepada proses belajar manusia dan bukan saja terbatas pada events (peristiwa-peristiwa) yang dilakukan oleh guru/dosen/instruktur. Instruction itu meliputi pula kejadian-kejadian yang diturunkan oleh bahan cetakan, gambar, program televise, film, slide, kaset audio atau kominasinya. Ini adalah pendapat Gagne dan Briggs (1979) yang dijadikan alasan dari Arif S. Sadiman.
Dalam “Association for Education Communication and Technology” Corey (1977) mengatakan; bahwa instruction itu sebagai sub-sub atau bagian dari pendidikan, yang merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang dengan sengaja dikelola agar memungkinkan orang tersebut dapat belajar melakukan hal tertentu dalam kondisi tertentu atau memberikan respon terhadap situasi tertentu pula.
Pengajaran hanyalah salah satu bentuk instruction. Dan, pengajaran sering dikonotasikan sebagai proses aktifitas belajar-mengajar di kelas pengajaran yang tertentu bersifat formal. Kelas pengajaran, jangan diartikan sebagai terbatas oleh ruangan dengan ukuran tertentu yang permanen untuk berlangsungnya belajar-mengajar. Pengertian kelas harus dikonotasikan sebagai suatu sistem yang bukan saja berupa ruangan atau bagian dari bangunan sekolah. Kelas merupakan tempat atau wadah berlangsungnya pengajaran (belajar-mengajar) baik di dalam ruangan yang biasa dipakai, di laboratorium, lapangan, dan sebagainya.
Adapun instruction tidaklah terbatas pada kelas-kelas formal, tetapi juga kegiatan belajar yang sifatnya non formal dan tidak menuntut (tidak harus) adanya dosen/guru/instruktur secara fisik.
Titik perhatian dalam instruction adalah bagaimana mengelola lingkungan agar terjadi tindak belajar pada seseorang (sejumlah orang) secara efektif dan efisien. Karena itulah, padanan kata instruction yang lebih tepat adalah pembelajaran. Fungsi pembelajaran itu bukan saja fungsi guru/dosen/instruktur melainkan juga fungsi sumber belajar lainnya.
Dus, dapat dipahami bahwa menurut Arif S. Sadiman pengertian instruction itu bukan saja bersifat formal di kelas atau di lingkungan sekolah, dan bukan pula monopoli guru yang menjadi satu-satunya sumber belajar. Dengan kata lain, pengertian instruction yang lebih tepat adalah “pembelajaran”. Fungsi pem-ted saja”
Meskipun demikian, pengajaran bisa disebut instruction dan, pengajaran juga sebagai sub-set pendidikan.
Pengajaran, merupakan totalitas aktifitas belajar-mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up.
Secara lebih jelas dapat dikatakan, pengajaran sebagai kegiatan yang mencakup semua/meliputi, yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry-behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan sebagainnya).[1]
Sesuai dengan pengertian umum, pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Menurut ahli pendidikan yang terkenal sejak dahulu yakni Langeveld, pendidikan adalah suatu bantuan yang diberikan kepada anak didik menuju kedewasaan jasmani dan rohani.
Dari pengertian yang diajukan oleh Langeveld itulah terselip pula pengertian bahwa pengajaran merupakan bantuan pendidikan kepada anak didik agar mencapai kedewasaan dibidang pengetahuan, keterampilan dan sikap.[2]
B.       Pengertian Pengelolaan Pengajaran
Menurut arti umum, manajemen atau pengelolaan adalah pengadministrasian, pangaturan atau penataan suatu kegiatan, dalam hal ini yang diatur atau ditata adalah suatu proses pengajaran.[3]
Menurut Terry berpendapat bahwa: manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui usaha orang lain.[4]
Pengertian pengelolaan pengajaran adalah mengacu pada suatu upaya untuk mengatur (memenej, mengendalikan) aktifitas pengajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengajaran untuk mensukseskan tujuan pengajaran.[5]
Kemampuan guru sebagai pengelola, mereka harus sedapat mungkin mengonsentrasikan terhadap pelaksanaan pekerjaan pengajaran. Dalam pengelolaan pengajaran ada empat fungsi umum yang merupakan ciri pekerjaan seorang guru sebagai manajer/pengelola:
1.        Merencanakan. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk menyusun tujuan belajar.
2.        Mengorganisasikan. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar.
3.        Mmemimpin. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk memotivasikan, mendorong, dan menstimulasikan murid-muridnya.
4.        Mengawasi. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk menentukan apakah fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan.[6]

BAB III
PENUTUP
Simpulan
●        Pengajaran merupakan aktivitas (proses) mengajar-belajar yang di dalamnya ada dua subyek yaitu guru dan peserta didik.
●        Pengajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan sistemik yang terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran itu harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pengelolaan pengajaran yang baik.
●        Pengelolaan/manajemen secara umum adalah pengadministrasian, pengaturan, atau penataan suatu kegiatan, dalam hal ini yang diatur atau ditata adalah proses pengajaran.
●        Pengertian pengelolaan pengajaran adalah mengacu pada suatu upaya untuk mengatur (memenej, mengendalikan) aktivitas pengajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengajaran untuk mensukseskan tujuan pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA
●        Arikunto, Suharsimi. Manajemen Pengajaran. 1989. Jakarta: Rineka Cipta.
●        Davies, Ivon K. Pengelolaan Belajar. 1991. Jakarta: Rajawali Pers.
●        Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. 1995. Jakarta: Rineka Cipta.
●        Syafaruddin, dkk. Manajemen Pembelajaran. 2005. Ciputat: Quantum Teaching.

[1] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1995. h. 63-64
[2]  Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1989. h. 4
[3] Ibid., h. 2
[4] Syarafuddin dkk, Manajemen Pembelajaran, Ciputat: Quantum Teaching, 2005. h. 70 
[5] Ahmad Rohani, op.cit., h. 2
[6] Ivan K. Davies, Pengelolaan Belajar, Jakarta: Rajawali Pers, 1991. h. 35 

Pengertian Test

PENDAHULUAN
Pengajaran yang efektif menghendaki digunakannya alat-alat untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan benar-benar tercapai, atau sampai dimanakah hasil belajar yang diinginkan tadi telah tercapai. Kita tidak akan dapat memberikan bimbingan yang baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh murid-murid kalau kita tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh murid-murid dalam proses belajar yang mereka lakukan, ialah metode test dan metode non test.
Pada makalah ini, kami akan membahas metode test, tentang jenis-jenis tes hasil belajar, beserta pemeriksaan hasil tesnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Tes
Secara harfiah, kata “tes” berasala dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan arti: “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”. Dalam bahasa Arab Imtihân (امتحان).[1]
Adapun dari segi istilah, tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.[2]
Sedangkan dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
B.       Fungsi Tes
Secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
1.        Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2.        Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
C.       Jenis-Jenis Tes
Tes hasil belajar dapat dibedakan atas beberapa jenis. Dan pembagian jenis-jenis tes ini dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang.
Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan tes hasil belajar yang biasa digunakan oleh guru-guru, untuk menilai hasil tes belajar anak-anak di sekolah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: tes obyektif dan tes essay.
1.        Tes Obyektif
Tes obyektif disebut pula “short-answer” tes atau “new-type” tes. Tes obyektif terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatife yang benar dari sejumlah alternatife yang tersedia, atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol.
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes obyektif dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu: 
a.        Tes obyektif Bentuk Benar-Salah (True - False Test)
b.       Tes obyektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)
c.        Tes obyektif Bentuk Melengkapi (Completion Test)
d.       Tes obyektif Bentuk Isian (Fill in Test)
e.        Tes obyektif Bentuk Pilhan Ganda (Multiple Choice Item Test).[3]
Sedangkan menurut Wetherington pembagian tes obyektif terbagi atas empat tipe tes obyektif, yaitu:
1.        True – False
2.        Multiple Choice
3.        Matching Test
4.        Fill in.[4]
a.        Tes Obyektif  Bentuk Benar-Salah (True - False Test)
True – false adalah suatu bentuk tes yang item-itemnya berupa statemen-statemen. Sebagian daripada statemen-statemen itu merupakan statemen yang benar dan sebagian lagi merupakan statemen yang salah. Murid-murid supaya memilih mana statemen yang benar dan mana statemen yang salah. Pada nomor jawaban dari statemen yang benar supaya diisi huruf B (benar) atau Y (ya) atau tanda-tanda lain yang disediakan untuk itu. Pada nomor jawaban yang salah supaya diisi huruf S (salah) atau T (tidak), atau tanda lain yang disediakan untuk itu. Berikut ini kami kemukakan beberapa item tes true – false.[5]
Jadi, tes obyektif itu bentuknya adalah kalimat atau pertanyaan yang mengandung dua kemungkinan jawab: benar atau salah, dan testee diminta menemukan pendapatnya mengenai pernyataan-pernyataan tersebut dengan cara seperti yang ditentukan dalam petunjuk cara mengerjakan. Contoh:
True –False
1.        The telegraph is a device for communication
2.        The world only seems larger
3.        An earth quake is a disaster
4.        Education affects a person’s future
5.        Good job were easy to find in this country
Tes obyektif bentuk true – false memiliki berbagai keunggulan, diantara keunggulannya ialah:
1.        Pembuatannya mudah.
2.        Dapat dipergunakan berulang kali.
3.        Dapat mencakup bahan pelajaran yang jelas.
4.        Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas.
5.        Bagi testee, cara mengerjakannya mudah.
6.        Bagi testee, cara mengoreksinya juga mudah.
Adapun kelemahan-kelemahan yang disandang oleh tes obyektif bentuk true – false antara lain adalah:
1.        Tes obyektif bentuk true – false membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan jawaban.
2.        Sifatnya amat terbatas.
3.        Reliabilitasnya rendah.
b.       Tes Obyektif  Menjodohkan (Matching Test)
Tes obyektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan, dan tes memperbandingkan.
Contoh:
1. To co operate           a. Not strict, free
2. Liberal                      b. Something that is practical or logical
3. Attitude                    c. To work together with someone
4. Common sense         d. To find out about things
5. To explore                e. To choose or propose
                                    f. Way of behaving
Tes obyektif bentuk matching ini memiliki beberapa kebaikan, diantaranya ialah:
1.        Pembuatannya mudah.
2.        Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan obyektif.
3.        Apabila tes jenis ini dibuat dengan baik, maka faktor menebak praktis dapat dihilangkan.
4.        Tes jenis ini sangat berguna untuk menilai berbagai hal, misalnya:
●        Antara problem dan penyelesaiannya
●        Antara teori dan penemunya
●        Antara sebab dan akibatnya
●        Antara singkatan dan kata-kata lengkapnya
●        Antara istilah dan definisinya
Adapun segi-segi kelemahan yang dimiliki oleh tes obyektif bentuk matching antara lain ialah:
1.        Lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja.
2.        Karena mudah disusun.
3.        Karena jawaban yang pendek-pendek, maka tes jenis ini kurang baik untuk mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran (interprestasi).
4.        Tanpa disengaja atau masuk akal hal-hal yang sebenarnya kurang perlu untuk diujikan.
c.        Tes Obyektif  Melengkapi (Completion Test)
Tes ini sering dikenal dengan istilah tes melengkapi atau menyempurnakan. Contoh:
1.        Does your company print its own newspaper? … Yes, we do all our own                 .
2.        Are there many fish in the river? … Yes, I go           there every Saturday.
3.        Do your new boots have buttons? … Yes, they          at the sides.
4.        Do you want to take a rest before you start? … No, thank you.                  I’ve           enough already.
5.        Every nation should be proud of its           flag.
Diantara segi-segi kebaikan yang dimiliki oleh tes ini adalah:
1.        Sangat mudah dalam penyusunannya.
2.        Lebih menghemat tempat.
3.        Untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja.
Adapun kekurangannya adalah:
1.        Untuk mengungkap daya ingat atau aspek hafalan saja.
2.        Kurang relevan untuk diujikan.
3.        Karena pembuatannya mudah, maka testee sering menjadi kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat-kalimat soalnya.
d.       Tes Obyektif  Bentuk Isian (Fill in Test)
Tes ini biasanya berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita atau karangan itu beberapa diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan). Sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan itu. Contoh:
1.        Have you seen my bag? … it is, on the floor.
2.        It is my birthday tomorrow,, and we’re going to have a …
3.        Katie isn’t married. She is still a…
4.        Marry is … a birthday next week
Adapun segi-segi kelemahan yang disandang oleh obyektif fill ini adalah:
1.        Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja.
2.        Banyak memakan waktu.
3.        Terbuka peluang bagi testee untuk bermain tebak terka.
4.        Tes obyektif bentuk fill ini sifatnya kurang komprehensif, sebab hanya dapat mengungkap sebaiannya saja dari bahan yang seharusnya diteskan.
Sedangkan dari segi kebaikannya adalah:
1.        masalah yang diujikan tertuang secara keseluruhan dalam konteksnya.
2.        Berguna untuk mengungkap pengetahuan testee secara bulat atau utuh mengenai suatu hal atau bidang.
3.        Cara penyusunannya mudah.
e.        Tes Obyektif  Pilhan Ganda (Multiple Choice Item Test)
Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan istilah tes obyektif bentuk pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes obyektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai dan harus memilih salah satu dari beberapa jawaban yang disediakan. Contoh:
1.        Pat       : I guess you are a new student. My name is Patricia, call me Pat.
Julia      : I am Julia …
Pat : Nice to meet you too.
a.        How do you do
b.       How are you
c.        Glad to see you
d.       Nice to meet you
2.        It’s 9.00 P.M. Nancy is going to bed, so she says to the other members of the family “…”
a.        Bye-bye
b.       Goodbye
c.        Good night
d.       See you soon
3.        Susan         : My mother … to London next week.
Erni            : So, you will be alone, won’t you?
a.        Will go
b.       Is going
c.        Go
d.       Went
2.        Tes Essay
Tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relative panjang.
a.        Kebaikan tes essay
Kebaikan-kebaikan dari bentuk tes essay dapat kami uraikan sebagai berikut:
1.        Bentuk tes ini sangat cocok untuk mengukur atau menilai hasil dari suatu proses belajar yang kompleks, yang sukar diukur dengan menggunakan tes obyektif.
2.        Penggunaan tes essay memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menyusun jawaban sesuai dengan jalan pikirannya.
b.       Kelemahan tes essay
Di samping segi-segi kebaikannya bentuk essay mempunyai beberapa segi kelemahan. Antara lain kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
1.        Pemberian skor terhadap jawaban tes essay kurang reliable. Dalam tes essay tidak hanya satu jawaban yang bisa diterima.
2.        Tes essay menghendaki jawaban-jawaban yang relative panjang.
3.        Mengoreksi tes essay memerlukan waktu yang cukup lama, serta menghabiskan energi yang lebih banyak, sebab tiap jawaban harus dibaca satu persatu secara teliti.
c.        Menyusun item-item tes essay
Dalam penyusunan item-item tes essay ada beberapa saran yang dapat kami kemukakan, seperti tersebut ini:
1.        Periksalah terlebih dahulu bagian-bagian mana dari materi pelajaran  yang akan diukur dengan mempergunakan tes essay. Bagian-bagian pelajaran yang akan diukur dengan tes essay hendaknya hanya bagian-bagian pelajaran yang kurang cocok diukur dengan menggunakan tes obyektif, seperti yang disarankan oleh Remmers sebagai berikut: “Use essay question objectives that short-answer forms do not test as well or better (Remmers, 1997, hal. 211).
2.        Item-item tes essay hendaknya dibuat cukup jelas dan definitif sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan pada murid-murid, apa kira-kira yang dimaksudkan oleh guru dengan pertaanyaan tersebut. Item seperti: “Jelaskan tentang PBB”. Merupakan item yang kurang baik karena item tersebut masih kabur karena terlalu luas. Jawaban murid-murid terhadap pertanyaan yang demikian akan sangat berbeda-beda sekali antara anak yang satu dengan anak yang lain.
Oleh karena itu item tersebut perlu didefinitifkan dengan menambahkan aspek aspek yang ingin diukur dengan materi tersebut. Misalnya jelaskan tujuan PBB.
3.        Semua anak harus mengerjakan soal yang sama.
3.        Cara Memeriksa Tes Obyektif
Untuk memeriksa jawaban-jawaban tes obyektif digunakan kunci jawaban. Kunci jawaban ini ada beberapa macam jenisnya. Beberapa diantaranya adalah seperti yang diuraikan di bawah ini.
a.        Kunci berdamping (strip keys)
Kunci jawaban ini terdiri dari jawaban-jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas ke bawah. Oleh karena itu kunci jawaban ini digunakan untuk memeriksa jawaban-jawaban yang juga ditulis dalam suatu yang lurus dari atas ke bawah. Cara menggunakannya ialah dengan jalan meletakkan kunci jawaban tersebut berjejer dengan lembar jawaban yang akan diperiksa. Selanjutnya cocokkan jawaban-jawaban tersebut dengan jawaban-jawaban yang terdapat pada kunci jawaban.
Jawaban yang cocok dengan kunci diisi tanda positif (+), jawaban yang tidak cocok diisi tanda negatife (-), sedangkan ruang yang dikosongkan tidak diisi apa-apa. (Lihat pada contoh berikut ini!).
Contoh:
Lembaran Jawaban
No.
1.        B –
2.        B +
3.        S –
4.        S +
5.        S –
6.        B –
dst.
No.
1.        c +
2.        e +
3.        a –
4.        b –
5.        d –
6.        e +
dst
Kunci jawaban
No.
1.        S
2.        B
3.        B
4.        S
5.        B
6.        S
dst.
No.
1.        c
2.        e
3.        b
4.        d
5.        a
6.        e
dst.
b.       Kunci sistem karbon (carbon system keys)
Kunci jawaban dengan sistem karbon ini digunakan untuk memeriksa jawaban dari item-item yang mengemukakan alternatif-alternatif. Murid-murid disuruh untuk mengisi tanda silang (X) pada pilihan yang benar dari alternatif yang disediakan. Di bawah lembar jawaban diisi karbon dan kunci jawaban yang diikat (attached) menjadi satu. Kunci jawaban-jawaban telah berisi lingkaran tempat jawaban- jawaban yang benar.
Contoh:
Lembar jawaban                                      Lembar Jawaban
No
T
F
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
dst
No
T
F
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
dst
No
a
b
c
d
e
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
dst

No
a
b
c
d
e
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
dst
Contoh       : Pekerjaan Murid     Tembusan pada kunci jawaban
c.        Kunci sistem tusukan (pinprick system keys)
Kunci sistem tusukan pada hakekatnya hampir sama dengan sistem karbon. Dalam sistem ini pilihan yang benar dari alternative yang disediakan ditusuk dengan jarum. Tusukan ini akan menembus kunci jawaban yang ada di bawahnya. Apabila pilihan benar, maka lubang yang terjadi pada kunci jawaban akan tepat di tengah lingkaran yang disediakan. Apabila pilihannya salah, maka lubang yang terjadi akan berada di luar lingkaran.
d.       Kunci berjendela (window keys)
Kunci berjendela ini dibuat dari sebuah blangko jawaban yang masih kosong. Pilihan yang benar dalam alternative yang disediakan dilubangi. Cara menggunakannya ialah dengan meletakkan kunci jawaban yang telah berlubang ini di atas lembar jawaban yang diperiksa. Melalui lubang-lubang pada kunci jawaban kita buat garis-garis vertikal. Dalam membuat garis-garis vertikal ini sebaiknya digunakan pensil berwarna. Apabila garis-garis vertikal tersebut tepat pada tanda silang yang dibuat oleh murid berarti jawaban murid bersangkutan benar. Apabila garis-garis vertikal tersebut tidak tepat pada tanda silang yang dibuat oleh murid, berarti jawaban murid bersangkutan salah.
Contoh:
Lembar Jawaban
No
T
F
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
dst
Kunci Jawaban
No
T
F
1
2
3
4
5
6
dst
No
a
b
c
d
e
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
dst
Lembar jawaban yang telah diperiksa
No
a
b
c
d
e
1
2
3
4
5
6
7
8
dst
Kunci jawaban di atas lembar jawaban
4.        Cara Memberi Skor Obyektif dan Essay
Setelah lembar jawaban murid-murid kita periksa, maka selanjutnya kita hitung berapa jumlah betulnya dan berapa jumlah salahnya. Berdasarkan jumlah betul dan salah ini, dengan menggunakan rumus-rumus skor tertentu, dan dengan memperhitungkan bobot skor untuk tiap-tiap item dapat kita hitung berapa jumlah skor yang diperoleh seorang murid. Rumus skor yang digunakan tergantung kepada tipe tes yang digunakan. Di bawah ini akan kami kemukakan rumus skor untuk tiap-tiap tipe tes.
a.        Rumus skor untuk “true-false”
S    =  (R – W) x Wt
Keterangan:
S    = Skor
R    = Jumlah jawaban yang benar
W  = Jumlah jawaban yang salah
Wt = Weight/bobot
b.       Rumus skor untuk “multiple choice”
S    =  (R – W) x Wt
                    o-1
Keterangan:
o    =  Jumlah option (alternative) yang disediakan pada tiap-tiap item.
c.        Rumus skor untuk “matching type”
S    =   R – (      W       ) x Wt
                     (St-1)(o-1)
Keterangan:
St   = Jumlah stem pada kolom sebelah kiri
o    = Jumlah option pada kolom sebelah kanan
Catatan:
Oleh karena bilangan (      W      )
(St-1)(o-1)
merupakan bilangan yang sangat kecil, sering bilangan tersebut diabaikan saja sehingga rumus matching menjadi:
                  S =  R x Wt
d.       Rumus skor untuk “completion type”
S =  R x Wt
e.        Memberi Skor Tes Essay
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk memberi skor terhadap tes menguraikan, yaitu metode analisa (analytical method) dan metode sorter (sorting method). Metode analisa adalah suatu cara menilai dengan menyiapkan sebuah model jawaban, di mana jawaban tersebut dianalisa menjadi beberapa step atau element dan tiap step atau element disediakan skor tertentu. Setelah satu model jawaban tersusun, jawaban masing anak-anak dibandingkan dengan model jawaban tersebut dan diberikan skor sesuai dengan tingkat kebenarannya.
Baik pemberian skor itu dilakukan secara analisa maupun secara sortir beberapa saran perlu diperhatikan untuk mempertahankan reliabilitas dari tes essay.
1.        Sebelum mulai memberi skor siapkanlah terlebih dahulu sebuah model jawaban. Tentukanlah berapa jumlah skor yang akan diberikan pada tiap-tiap item. Kalau menggunakan metode analisa, tetapkan beberapa skor yang akan diberikan untuk setiap step atau element jawaban yang benar. Kalau menggunakan metode sortir, tentukan berapa skor yang akan diberikan untuk tiap-tiap klasifikasi.
2.        Setiap jawaban hendaknya diperiksa tanpa melihat identitasnya terlebih dahulu. Kalau guru mengetahui identitas jawaban yang diperiksa, maka hal ini dapat mempengaruhi obyektifitasnya.
3.        Periksalah jawaban anak-anak secara item demi item. Misalnya apabila suatu tes essay terdiri dari lima item, maka periksalah item pertama saja dulu untuk semua anak. Setelah item pertama selesai diperiksa untuk semua anak barulah memeriksa item kedua dan selanjutnya.
Dengan cara ini reliabilitas skor dapat terpenuhi.
BAB III
PENUTUP
Simpulan                                                      
            Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
Secara umum ada dua fungsi tes, yaitu:
1.        Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik.
2.        Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.
Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan tes hasil belajar yang biasa digunakan oleh guru-guru, untuk menilai hasil tes belajar anak-anak di sekolah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1.        Tes Obyektif
Tes obyektif disebut pula “short-answer” tes atau “new-type” tes. Tes ini dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
1.        Tes obyektif Bentuk Benar-Salah
2.        Tes obyektif Bentuk Menjodohkan
3.        Tes obyektif Bentuk Melengkapi
4.        Tes obyektif Bentuk Isian
5.        Tes obyektif Bentuk Pilhan Ganda
Cara memeriksa tes objektif ada beberapa macam, yaitu:
e.        Kunci berdamping (strip keys)
f.         Kunci sistem karbon (carbon system keys)
g.       Kunci sistem tusukan (pinprick system keys)
h.       Kunci berjendela (window keys)
2.        Tes Essay
            Tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang.
DAFTAR PUSTAKA
●        Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sumartana. Evaluasi Pendidikan. Usaha Nasional: Surabaya, 1986.
●        Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2001.
●        Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sumartana. Evaluasi Hasil Belajar. Usaha Nasional: Surabaya, 1990.

[1] Prof. Dr. Anas Sudijono, PengantarEvaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) h. 66
[2] Drs. Wayan Nurkanca
[3] Prof. Drs. Anas Sudijono, op.cit., h. 107  
[4] Drs. Wayan Nurkanca, op.cit., h. 38
[5] Ibid., h. 38 

MEDIA GRAFIS2

BAB I
PENDAHULUAN
            Dalam pengertian media visual, istilah Graphics atau Graphic Materials mempunyai arti yang lebih luas, bukan hanya sekedar menggambar. Dalam bahasa Yunani graphicos mengandung pengertian terlukiskan atau menggambarkan garis-garis.
Sebagaimana halnya media yang lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan peran dari sumber ke penerima pesan. Saluran yan dipakai menyangkut indera penglihatan, pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam sImbol-simbol komunikasi visual. Selain fungsi umum tersebut, secara khusus grafis berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan.
Selain sederhana dan mudah pembuatannya, media grafis termasuk media yang relative murah ditinjau dari segi biayanya. Banyak jenis media grafis, beberapa diantaranya akan kita bahas dalam BAB II berikut ini.
  
BAB II
PEMBAHASAN
MEDIA GRAFIS (LANJUTAN)
A.        DIAGRAM
Diagram adalah suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal balik terutama dengan garis-garis. Diagram biasanya berisi petunjuk-petunjuk. Sebuah diagram yang baik adalah sangat sederhana yakni hanya bagian-bagian terpenting saja yang diperlihatkan. Diagram lebih sulit dibaca daripada bagan, karena hanya terdiri atas sebuah garis; sebuah garis besar dari sebuah objek nyata, atau sebuah sketsa penampang memotong dari sua tu objek misalnya silinder dari sebuah kendaraan bermotor, organ tubuh yang vital, pegunungan, bumi, dan lain sebagainya.[1]
Beberapa ciri diagram yang perlu diketahui adalah:
1.     Diagram bersifat simbolis dan abstrak sehingga kadang-kadang sulit dimengerti;
2.     Untuk dapat membaca diagram seseorang harus mempunyai latar belakang tentang apa yang didiagramkan;
3.     Walaupun sulit dimengerti, karena sifatnya yang padat, diagram dapat memperjelas arti.
Diagram yang baik sebagai media pendidikan adalah yang:
1.     Benar, digambar rapi, diberi titel, label dan penjelasan-penjelasan yang perlu;
2.     Cukup besar dan ditempatkan secara strategis; dan
3.     Penyusunannya disesuaikan dengan pola membaca yang umum yaitu dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.[2]
B.         KARTUN
Kartun adalah penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan atau situasi yang didisain untuk mempengaruhi opini masyarakat. Walaupun terdapat sejumlah kartun yang berfungsi untuk pembuat orang tersenyum, seperti halnya kartun-kartun yang dimuat dalam surat kabar.
Kartun sebagai alat bantu mempunyai manfaat penting dalam pengajaran,
terutama dalam menjelaskan rangkaian isi bahan dalam satu urutan
logis atau mengandung makna.
Kartun yang baik hanya mengandung satu gagasan saja. Ciri khas kartun memakai karikatur, sindiran yang dilebih-lebihkan, perlambang dan humor pilihan. Humor sering dan biasa membuat orang tertawa, terutama dalam kartun-kartun yang berisi pertentangan politik bagi para pembaca surat-surat kabar. Dalam beberapa hal penggunaan kartun di bidang politik dan sosial dijadikan medium untuk menyerang pribadi para pejabat tinggi. Kekuatan kartun untuk mem pengaruhi pendapat umum, terletak pada kekompakkannya, penyederhanaan isunya, dan perhatian yang sungguh-sungguh yang dapat dibangkitkan secara tajam melalui gambar-gambar yang mengandung humor. la merupakan sumber informasi yang dicernakan melalui dampak visual yang kuat. Banyak orang yang tidak membaca edisi surat kabar akan tetapi mengikuti kartunnya secara tetap. Itulah sebabnya kartunis yang berani pada surat-surat kabar di kota metro politan dipandang sebagai unsur pembentuk pendapat umum.
Memilih kualitas kartun yang efektif untuk membantu tujuan pengajaran:
1.     Pemakaiannya sesuai dengan tingkat pengalaman
Pertimbangan pertama adalah, arti kartun hendaknya dapat dimengerti oleh para siswa pada saat kartun tersebut digunakan. Misalnya kartun mengenai bantuan luar negeri atau perang dingin, akan kecil artinya bagi murid kelas enam yang belum mempelajari judul-judul tersebut. Demikian juga banyak guru yang tersentuh melihat kartun berikut, sebaliknya para siswa mungkin merasa lucu melihatnya.
2.     Kesederhanaan
Memperkirakan arti kartun dapat dimengerti, berarti ada beberapa perwatakan fisik yang diinginkan dari kartun-kartun yang baik. Satu di antaranya adalah kesederhanaan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kartun-kartun yang baik hanya berisi hal yang penting-penting saja. Beberapa kartun bahkan tidak memerlukan keterangan sama sekali, karena lukisan itu sendiri telah menyampaikan gagasan tanpa bantuan kata-kata. Walaupun kartun sosial politik biasanya memerlukan keterangan namun harus jelas, singkat dan langsung. Penjelsan yang panjang lebar ti dak perlu jika kartun dibentuk serta dibuat dengan baik.
3.     Lambang yang jelas
Ciri ketiga dari kartun yang efektif adalah kejelasan dari pengertian-pengertian simbolis. Lambang-lambang yang menggambarkan konsep-konsep yang lebih abstrak, seperti hak-hak negara, kemanusiaan, dan kemerdekaan sulit disampaikan.
Penggunaan kartun
1.     Untuk motivasi
Sesuai dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa. Beberapa kartun dengan topik yang sedang hangat, bilamana cocok dengan tujuan-tujuan pengajaran, merupakan pembuka diskusi yang efektif.
2.     Sebagai ilustrasi
Seorang guru melaporkan hasil efektif dari penggunaan kartun-kartun dalam menggambarkan konsep ilmiah pengajaran sain. Sebagian dipakai untuk mengemukakan beberapa pertenyaan tentang tidaknya situasi ilmiah yang dapat digambarkan dalam kartun. Sebagian lagi menggambarkan kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan isi yang terkandung dalam kartun. Ini berarti kartun  dapat digunakan sebagai ilustrasi dalam kegiatan pengajaran.
3.     Untuk kegiatan siswa
Jenis lain dari kartun yang dipergunakan adalah kreasi kartun-kartun yang dibuat siswa sendiri. Para siswa membuat kartun untuk menumbuhkan minat dalam kampanye kebersihan, keselamatan mengemudi dan lain-lain.
C.         KOMIK
Komik dapat didefinisikan suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Apabila kartun sangat bergantung kepada dampak penglihatan tunggal, maka komik terdiri atas berbagai situasi cerita bersambung. Perbedaan lain menyatakan bah wa komik sifatnya humor, sedangkan sumbangan yang paling unik dan berarti dari kartun pada bidang masalah-masalah politik dan so sial. Beberapa perwatakan lain dari komik harus dikenal agar kekuatan medium ini bisa dihayati. Komik memusatkan perhatian disekitar rakyat. Cerita-ceritanya mengenai diri pribadi sehingga pembaca dapat segera mengindentifikasikan dirinya melalui perasaan seita tindakan dari perwatakan-perwatakan tokoh utamanya.
Cerita-ceritanya ringkas dan menarik perhatian, dilengkapi dengan aksi, bahkan dalam lembaran surat kabar dan buku-buku, komik dibuat lebih hidup, serta diolah dengan pemakaian warna-warna utama secara bebas.[3]
Sekadar pengetahuan, bahwa untuk pertama kalinya komik digunakan sebagai pengobar dari peristiwa perang surat-kabar antara Wil liam Randolph Hearst dengan Joseph Pulitzer pada pertengahan tahun 1890-an. Lembaran berwarna dari majalah Sunday terbitan New York Journal dan New York World saling bersaing dalam usaha memperbesar peredarannya. Bagian penting dalam persaingan ini dimainkan dengan gambar-gambar yang lucu, yang meliputi perwatakan terkenal dengan nama The Yellow Kid. Coretan ini hasilnya cepat terlkenal dengan bertambahnya peredaran New York World yang diterbitkan oleh Pulitzer. Dalam jangka waktu enam bulan, Hearst muncul dengan ruangan komik yang terbaru, "...delapan halaman dari warna pelangi keperak-perakan yang bercahaya membuat pelangi tampak seperti sepotong pipa timah". Judul karangan dari perwatakan yang diungkapkan adalah Yellow Kid, Hearst telah mengontrak artis komik asli, dan karya ciptaannya keluar dari The World.
Sebagai media instruksional edukatif, komik mempunyai sifat yang sederhana, jelas, mudah, dan bersifat personal. Komik diterbitkan dalam rangka tujuan komersial, dan edukatif (meski tidak semua komik bersifat edukatif) yang mempunyai unsur-unsur:
1.     Sederhana, langsung, aksi-aksi yang cepat dan menggambarkan peristiwa-peristiwa yang mengandung bahaya.
2.     Berisi unsur humor yang kasar, menggunakan bahasa percakapan.
3.     Perhatikan kepada kriminalitas, kekuatan, keampuhan.
4.     Adanya kecenderungan manusiawi yang universal terhadap pemujaan pahlawan.
Peranan pokok dari buku komik dalam instruksional adalah  kemampuannya dalam menciptakan minat peserta didik. Penggunaan komik dalam instruksional sebaiknya dipadu dengan metode mengajar, sehingga komik akan dapat menjadi alat instruksional yang efektif.
Komik merupakan suatu bentuk bacaan dimana peserta didik membacanya tanpa harus dibujuk. Melalui bimbingan dari guru, komik dapat berfungsi sebagai jembatan untuk menumbuhkan minat baca. Guru harus membantu peserta didik menemukan komik yang baik (edukatif) dan bermanfaat, juga mengajar mereka untuk memilih buku komik yang baik, sehingga kita yakin dapat menerima bacaan komik bagi peserta didik, sesuai dengan taraf berpikirnya. Di pihak lain guru harus menolong mereka menuju cakrawala yang lebih luas akan minat serta apresiasinya.
Perlu disadari oleh para guru dewasa ini banyak bacaan komik di pasaran atau di perpustakaan yang sifatnya tak selalu mendidik dan mengarahkan pembaca (peserta didik) ke hal-hal yang terlalu imajinatif. Yang demikian itu harus dipahamkan pada peserta didik supaya mereka tidak tersesat oleh bacaan-bacaan komik yang demikian. Guru harus mengarahkan mereka supaya selektif dalam membaca komik.[4]
Luasnya popularitas komik telah mendorong banyak guru bereksperimen dengan medium ini untuk maksud pengajaran. Banyak percobaan telah dibuat di dalam seni bahasa pada tingkat SMP dan SMA. Dapat diketahui bahwa anak yang membaca sebuah buku komik setiap bulan, hampir 2 kali banyaknya kata-kata yang dapat dibaca sama dengan yang terdapat pada buku-buku bacaan yang dibacanya setiap tahun terus-menerus.
Peranan pokok dari buku komik dalam peng ajaran adalah kemampuannya dalam menciptakan minat para siswa. Penggunaan komik dalam pengajaran sebaiknya dipadu dengan metode mengajar, sehingga komik akan dapat menjadi alat pengajaran yang efektif. Kita semua mengharapkan bisa membimbing selera anak-anak terutama minat baca mereka. Komik merupakan suatu bentuk bacaan di mana anak membacanya tanpa harus dibujuk. Melalui bimbingan dari guru, komik dapat berfungsi sebagai jembatan untuk menumbuhkan minat baca. Guru harus membantu para siswa menemukan komik yang baik dan mengasyikkan, juga mengajar mereka untuk memilih-milih buku komik, sehingga kita yakin dapat menerima bacaan komik bagi anak-anak kita,sesuai dengan taraf berpikirnya.[5]
D.        POSTER
Poster merupakan gabungan antara gambar dan tulisan dalam satu bidang yang memberikan informasi tentang satu atau dua ide pokok, poster hendaknya dibuat dengan gambar dekoratif dan huruf yang jelas.[6]
Ciri-ciri poster yang baik adalah:
1.      Sederhana
2.      Menyajikan satu ide dan mencapai satu tujuan pokok
3.      Berwarna
4.      Slogannya ringkas dan jitu
5.      Tulisannya jelas
6.      Motif dan disain bervariasi.[7]
Poster yang baik dapat merangsang orang untuk membeli suatu barang, merangsang untuk menggunakan jasa angkutan tertentu, seperti yang dilakukan oleh beberapa perusahaan penerbangan dan perusahaan-perusahaan lainnya. Dapat pula poster itu mendorong orang untuk mengunjungi suatu tempat seperti yang dilakukan oleh biro jasa parawisata. Tidak kalah pentingnya poster itu digunakan untuk penerangan dan penyuluhan serta untuk menyebarluaskan program pemerintah. Poster dapat pula sebagai alat yang efektif bagi pata kontestan pemilu.[8]
Cheret adalah seorang lithografer bangsa Perancis yang dipercayakan oleh Sarah Bernhardt pada tahun 1860, untuk menyiapkan beberapa ilustrasi dengan skala besar untuk iklan dalam memperkenalkan penampilannya di panggung kota Paris. Dari itulah poster dilahirkan, bersumber dari gagasan nona Bernhardt. Kemudian angkatan darat Perancis mengutip gagasan poster itu untuk maksud panggilan militer.
 Jadi poster telah muncul mengisi fungsi yang unik di tengah-tengah media komunikasi visual. Peranannya sangat cepat dalam menanamkan atau mengingatkan kembali kepada para pengamat pada satu gagasan penting, misalnya "Belilah Produksi Dalam Negeri", "Bergabunglah bersama Armada", "Dukunglah Tim Anda", "Hati-hatilah Mcngemudi", "Jagalah Kebersihan Sekolah Anda", dan lain-lain. Oleh karena itu poster harus memiliki daya tarik pandang yang kuat jika ingin menarik perhatian dan mempunyai pengaruh cukup kuat dalam menyampaikan pesan. Dengan demikian poster, dapat didefinisikan sebagai kombinasi visual dari rancangan yang kuat, de ngan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti di dalam ingatannya.[9]
Karakteristik poster adalah:
1.Berupa suatu lukisan/gambar.
2.Menyampaikan suatu pesan, atau ide tertentu.
3.Memberikan kesan yang luas atau menarik perhatian.
4.Menangkap penglihatan dengan saksama terhadap orang-orang yang melihatnya.
5.Menarik dan memusatkan perhatian orang yang melihatnya.
6.Menggunakan ide dan maksud melalui fakta yang tampak.
7.Merangsang orang yang melihat untuk ingin melaksanakan maksud poster.
8.Berani, langsung, dinamis dan menimbulkan kejutan.
9.Ilustrasi tidak perlu banyak, menarik dan mudah dimengerti.
10.                      Teks ringkas, jelas dan bermakna.
11.                      Ilustrasi dan tulisan harus ada keseimbangan.
12.                      Dalam rangka simbol visual, kata dan lukisan harus membawa ide tertentu.
13.                                                                                                                                                        Dapat dibaca dalam waktu yang singkat.
14.                      Warna dan gambar harus kontras dengan warna dasar.
15.                      Sederhana tetapi mempunyai daya tarik dan daya guna yang maksimal.[10]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
●      Diagram adalah suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal balik terutama dengan garis-garis.
●      Beberapa ciri-ciri yang perlu diketahui adalah:
●        Diagram bersifat simbolis dan abstrak
●        Harus mempunyai latar belakang tentang apa yang didiagramkan
●        Diagram dapat menjelaskan arti, walaupun sulit dimengerti
●      Kartun adalah penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan atau situasi yang didisain untuk mempengaruhi opini masyarakat.
●      Beberapa kualitas kartun yang efektif untuk membantu tujuan pengajaran:
●        Pemakaiannya sesuai dengan tingkat pengalaman
●        Kesederhanaan
●        Lambang yang jelas
●        Untuk motivasi
●        Sebagai ilustrasi dan untuk kegiatan siswa.
●      Komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca.
●      Poster adalah merupakan gabungan antara gambar dan tulisan dalam satu bidang yang memberikan informasi tentang satu atau dua ide pokok. Poster hendaknya dibuat dengan gambar dekoratis dan huruf yang jelas.
●      Cirri-cirinya ialah:
●        Sederhana
●        Menyajikan sati ide dan mencapai satu tujuan pokok
●        Berwarna
●        Slogannya ringkas dan jitu
●        Tulisannya jelas
●        Motif dan desain bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
●        Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002.
●        Sadiman, Arief S, dkk. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
●        Rohani, Ahmad. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.
●        Asnawi dan Basyruddin Ustman. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers, 2000.
[1] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002. h. 33
[2] Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. h. 45-46
[3] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, op.cit.,h. 58-65
[4] Ahmad Rohani, Media Instruksional Edukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. h. 77-79 
[5] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, op.cit., h. 67-68
[6] Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. h. 44
[7] Arief S. Sadiman, dkk, op.cit., h. 47
[8] Asnawir dan Basyiruddin Usman, loc.cit., h. 44
[9]  Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, op.cit., h. 51
[10] Ahmad Rohani, op.cit., h. 77 

Media Grafis1

BAB I
PENDAHULUAN
 
Media Grafis adalah salah satu media yang termasuk media visual. Sebagaimana yang lain, media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai adalah menyangkut indera penglihatan.
Pada makalah ini akan dibahas pengertian media grafis, pemakaian Media Grafis dalam pengajaran dan apa saja yang termasuk dalam media grafis. Pembahasan lebih lanjut pada halaman berikutnya.
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.      Pengertian Media Grafis
Webster, mendefinisikan Graphis sebagai seni atau menggambar, terutama penggambaran mekanik. Dalam pengertian media visual, istilah graphics atau grafhic materials mempunyai arti yang lebih luas, bukan hanya sekedar menggambar. Dalam bahasa Yunani “Graphicos” mengandung pengertian melukiskan atau menggambarkan garis-garis sebagai kata sifat, graphis diartikan sebagai penjelasan yang hidup, uraian yang kuat, atau penyajian yang efektif.
Definisi tersebut dipadukan dengan pengertian praktis. Maka grafis sebagai media dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar. Pengungkapan itu bisa berbentuk diagram, sket, kata-kata, angka-angka, dipergunakan sebagai judul dan penjelasan kepada grafik, bagan diagram, poster kartun dan komik,. Sedangkan sket, lambang dan bahkan fhoto dipergunakan pada media grafis untuk mengartikan fakta, pengertian dan gagasan-gagasan yang pada hakikatnya penyampaian presentasi grafis. Jadi grafhics meliputi berbagai bentuk visual, terutama gambar.[1] 
 
B.       Pemakaian Media Grafis dalam Pengajaran
Gambar-gambar menunjukkan arti sekilas karena berisi banyak unsur yang sudah akrab dengan siswa. Grafik-grafik di lain pihak prinsipnya bersifat simbolis dan abstrak dalam wataknya. Karena itu paling baik digunakan pada materi dan ringkasan pelajaran setelah siswa memperoleh latar belakang informasi dari sumber-sumber lain.
Grafik memvisualisasikan jumlah-jumlah dan hubungan di antara jumlah-jumlah melalui suatu jangka waktu. Grafik menjelaskan kesimpulan kuantitas tertentu tentang subjek utama, seperti urbanisasi selama jangka waktu tertentu, atau perbandingan produksi baja beberapa bangsa.
Grafik dapat juga sebagai bahan kajian para siswa untuk mengungkap makna yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian grafik tidak hanya berfungsi sebagai alat Bantu, melainkan juga sebagai sumber belajar atau bahan pengajaran, alat evaluasi dan lain-lain.
Dalam proses belajar ringkasan kuantitatif dapat digambarkan dengan baik melalui grafik.[2]
 
C.       Jenis-jenis Media Grafis
            Media grafis mempunyai jenis yang bermacam-macam, beberapa di antaranya akan dibicarakan berikut ini:
1.        Media Bagan (Chart)
Media bagan/Chart adalah suatu media pengajaran yang penyajiannya secara diagramatik dengan menggunakan lambang-lambang visual, untuk mendapatkan sejumlah informasi yang menunjukkan perkembangan ide, objek, lembaga, orang, keluarga ditinjau dari sudut waktu dan ruang. Pesan yang akan diasmpaikannya biasanya berupa ringaksan visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan penting. Di dalam bagan sering dijumpai berbagai jenis media grafis lain, seperrti gambar, diagram, kartun atau lambang-lambang verbal.
            Menurut Arief S. Sadiman, dkk (1986: 35), mengemukakan bahwa media bagan (chart) ini sebagai media yang baik bilamana:
1.        Dapat dimengerti oleh anak;
2.        Sederhana dan tugas tidak rumit atau berbelit-belit; dan
3.        Diganti pada waktu-waktu tertentu agar selain tetap termasa (up to date) juga tidak kehilangan daya tarik.[3]
Bagan/chart yang dapat menyajikan pesan sekaligus ada beberapa macam, antar lain bagan pohon (tree chart) bagan arus (flow chart) bagan garis waktu (time line date) dan stream chart.[4]
●        Bagan Pohon (Tree Chart)
      Bagan pohon (tree chart) ini menggambarkan arus diagram berasal dari akar ke batang, menuju ke cabang-cabang dan ranting-ranting. Bagan ini juga dapat menggambarkan suatu keadaan pengelompokan untuk menghindari kebingungan murid-murid, maka bagan (chart) ini dapat digunakan secara bertahap.[5]
Bagan pohon (tree chart) ibarat sebuah pohon yang terdiri dari batang, cabang-cabang dan ranting-ranting. Biasanya bagan pohon dipakai untuk menunjukkan sifat, komposisi atau hubungan antar kelas/keturunan.[6]
●        Bagan Arus (Flow Chart)
Bagan arus atau juga disebut flow chart menggambarkan arus atau suatu proses atau dapat pula menelusuri tanggung jawab atau hubungan kerja antara berbagai bagian atau seksi seperti halnya bagan organisasi.
●        Bagan Garis Waktu
Bagan garis waktu dapat juga disebut Time Line Chart adalah bagan yang menunjukkan atau yang menggambarkan kronologi atau hubungan peristiwa dalam satu periode atau waktu. Pesan-pesan yang disampaikan biasanya disajikan dalam bagan secara kronologis.
●        Bagan Organisasi
Bagan organisasi ini adalah suatu bagan yang menggambarkan susunan dan hirarki suatu organisasi. Bagan semacam ini dihubungkan oleh garis-garis, dan masing-masing garis mempunyai arti tertentu.
 
2.        Grafik (Grafh)
. Grafik mengandung ide, objek, dan hal-hal yang dinyatakan dengan simbol dan disertai dengan keterangan-keterangan secara singkat.
Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan sesuatu objek atau peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas.
Beberapa keuntungan menggunakan grafik adalah:
1.        Bermanfaat untuk menerangkan data kuantitatif dan hubungan-hubungannya.
2.        Kemungkinan pembaca untuk memahami data yang disajikan dengan cepat dan menyeluruh, baik dalam bentuk ukuran jumlah pertumbuhan atau suatu kemajuan.
3.        Penyajian angka lebih cepat, jelas, menarik, dan logis.
Sebagaimana dikemukakan oleh Arief S. Sadiman (1986), sebagai media grafik yang baik, kalau memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.        Jelas untuk dilihat oleh seluruh kelas;
2.        Hanya menyajikan satu ide setiap satu grafik;
3.        Ada jarak/ruang kosong antara kolom-koom bagiannya;
4.        Warna yang digunakan kontras dan harmonis;
5.        Berjudul dan ringkas;
6.        Sedehana (simplicity);
7.        Mudah dibaca (legibility);
8.        Praktis dan mudah diatur (manageability);
9.        Menggambarkan kenyataan (realisme);
10.     Menarik (utractiveness);
11.     Jelas dan tidak memerlukan informasi dan keterangan tambahan (appropiateness);
12.     Teliti (accarcy). [7]
Ada beberapa macam grafik yang dapat kita gunakan diantaranya adalah grafik garis (line graphs), grafik batang (bargraphs), grafik lingkaran (circle atau pie graphs), dan grafik gambar (pictorial graphs). Penjelasan macam grafik tersebut diuraikan di bawah ini. [8]
 
1.        Grafik Garis atau Kurva (Line Graph)
Yaitu grafik yang menggunakan garis-garis yang terdiri dari garis-garis absis dan ordianat, atau garis horizontal dan vertikal. [9] Baik pada garis horizontal maupun vertikal dicantumkan angka-angka yang menyampaikan informasi tertentu dari pesan yang akan disajikan.[10]
2.        Grafik Batang (Bar Graph)
Grafik batang juga menggunakan garis-garis mengkomunikasikan garis horizontal dan gari vertikal dan dibuat garis bantu berupa petak-petak.[11]
Grafik garis atau line graph termasuk dalam kelompok dua skala. Grafik jenis ini bermanfaat intuk membandingkan sesuatu objek, atau peristiwa sama dalam waktu yang berbeda, atau menggambarkan berbagai hal/objek yang berbeda tentang sesuatu yang sama.
Untuk menggambarkan grafik batang ini diperlukan sumbu datar dan sumbu tegak lurus.
3.        Grafik Lingkaran (Pie Graph)
Grafik lingkaran (pie graph) juga disebut dengan Circle Graph menunjukkan hubungan yang bersifat persentasi atau hubungan frekuensi. Grafik ini berupa gambar sebuah lingkaran yang dibagi-bagi menjadi beberapa sektor.[12]
Grafik ini dimaksudkan untuk menggambarkan bagian-bagian suatu keseluruhan serta perbandingan bagian-bagian tersebut.
4.        Grafik Gambar (Pictorial Graph)
Berbeda dari ketiga jenis grafik terdahulu, grafik gambar (pictorial graph) menggunakan simbol-simbol gambar sederhana. Jumlah simbol gambar tersebut
 
 
 
menggambarkan data kuantitatif. Selain dapat menunjukkan perbandingan dalam bentuk yang jelas dan singkat grafik gambar mudah dibaca karena menggunakan gambar-gambar tersebut.[13]
Grafik simbol/gambar ialah grafik yang menggunakan gambar sebagai simbol untuk menghitung jumlah yang digrafiskan. Grafik ini sangat menarik untuk dilihat, lebih menarik lagi jika simbol yang digunakan cukup bagus dan memiliki karakteristik tertentu. Setiap satuan jumlah tertentu dibuat sebuah sesuai dengan datanya.[14]
5.        Grafik Peta dan Globe
Grafik peta disebut juga kartogram, yang melukiskan keadaan hubungan dengan tempat kejadiannya. Namun secara khusus peta dam globe tersebut memberikan informasi tentang:
1.        Keadaan permukaan bumi, dataran rendah, sungai-sungai, gunung-gunung, dan serta perairan lainnya;
2.        Tempat-tempat serta arah dan jarak dengan tempat lain; Data budaya dan masyarakat seperti misalnya populasi atau pola bahasa/adapt istiadat dan
3.        Data ekonomi, seperti misalnya hasil pertanian, industri atau perdagangan internasional.
Manfaat dan kelebihan grafik peta dan globe ini adalah:
1.        Memungkinkan siswa mengerti posisi dan kesatuan politik, perbedaan ras, dan budaya antar bangsa, benua, pulau, dan lain-lain.
2.        Merangsang minat siswa untuk mengetahui tentang penduduk dan pengaruh-pengaruh geografis, dan sebagainya.
 
A.          Petunjuk Penggunaan Media Grafis
            Supaya media dapat digunakan secara efisien dan efektif , maka ada 3 langkah utama yang perku dikaji dalam menggunakan media.
1.        Persiapan Sebelum Menggunakan Media
Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, kita perlu membuat persiapan yang baik pula. Pertama-tama pelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Kemudian kita ikuti petunjuk-petunjuk itu. Apabila pada petunjuk kita disarankan untuk membaca buku atau bahan belajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, seyogyanya hal tersebut dilakukan. Hal tersebut akan memudahkan kita dalam belajar dengan media itu.
Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan media itu juga perlu disiapkan sebelumnya. Dengan demikian, pada saat menggunakannya nanti, kita tidak akan diganggu dengan hal-hal yang mengurangi kelancaran penggunaan media itu. Jika media itu digunakan secara berkelompok, sebaiknya tujuan yang akan dicapai dibicarakan terlebih dahulu dengan semua anggota kelompok. Hal itu penting supaya perhatian dan pikiran terarah ke hal yang sama.
Peralatan media perlu ditempatkan dengan baik sehingga kita dapat melihat atau mendengar programnya dengan enak. Lebihl-ebih, apabila media itu digunakan secara berkelompok. Sedapat mungkin, semua anggota kelompok dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam mendengarkan dan atau melihat program media itu. Layar dan atau pesawat radio atau tape recorder harus ditempatkan begitu rupa sehingga semua dapat melihat dan mendengarnya dengan jelas.
 
2.        Kegiatan Selama Menggunakan Media
Yang perlu dijaga selama kita menggunakan media ialah suasana ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi harus dihindarkan. Kalau mungkin, ruangan jangan digelapkan sama sekali. Hal itu supaya kita masih dapat menulis jika menjumpai hal-hal penting yang perlu diingat. Kita pun dapat menulis pertanyaan jika ada bagian yang tidak jelas atau sulit dipahami.
Jika menulis atau membuat gambar atau membuat catatan singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi. Jangan sampai perhatian kita terlalu banyak tercurah pada apa yang ditulis sehingga kita tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang berjalan. Media yang digunakan secara berkelompok harus kita jaga benar-benar supaya kita tidak berbicara. Kalau kita berbicara, tentu hal tersebut akan mengganggu teman bicara kita.
Ada kemungkinan selama sajian media berjalan, kita diminta melakukan sesuatu, misalnya menunjuk gambar, membuat garis, menyusun sesuatu, menjawab pertanyaan, dan sebagainya. Perintah-perintah itu sebaiknya dijalankan dengan tenang, jangan sampai mengganggu teman lain.
3.        Kegiatan Tindak Lanjut
Maksud kegiatan tindak lanjut ini ialah untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai. Selain itu, untuk memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan. Untuk itu soal tes yang disediakan perlu kita kerjakan dengan segera sebelum kita lupa isi program media itu. Kemudian kita cocokkan jawaban kita itu dengan kunci yang disediakan. Bila kita masih banyak berbuat kesalahan, sebaiknya sajian program media bersangkutan diulangi lagi.
Apabila kita belajar secara berkelompok, perlu diadakan diskusi kelompok. Hal itu dilakukan untuk membicarakan jawaban soal tes atau untuk membicarakan hal-hal yang kurang jelas atau sulit dipahami. Ada kemungkinan kita dianjurkan melakukan tindak lanjut lain, misalnya melakukan percobaan, melakukan observasi, menyusun sesuatu, dan sebagainya. Bila hal tersebut dapat dilakukan, sebaiknya petunjuk itu diikuti dengan baik.
 
Contoh Kasus Penggunaan Media dalam Pendidikan
Kasus penggunaan media dalam pendidikan ini, baik yang terdapat di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang, ratusan jumlahnya. Sungguh di luar dugaan bahwa sebagaimana dicatat oleh Wilbur Schramm dari sekian banyak kasus penerapan teknologi pendidikan dengan media tersebut, 75% atau lebih kurang 170 kasus terdapat di negara ketiga atau di negara yang sedang ber kembang. Mungkin memang karena negara berkembang merupakan sasaran yang empuk sebagai kelinci percobaan maupun pemasaran produk teknologi yang berupa perangkat keras peralatan media. Mungkin pula karena negara berkembang memang mempunyai banyak persoalan yang harus dipecahkan dan ketinggalan-ketinggalan yang harus dikejar agar tidak tergilas oleh laju pesatnya perkem-bangan pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Selain itu, memang kedua kemungkinan ada. Penerapan teknologi pendidikan dengan media memang tidak terlepas dari maksud, tujuan, maupun sasaran yang ingin dicapainya. Hal ini diharapkan akan mempunyai nilai lebih jika dilihat dari manfaat sosialnya (social benefit).
Beberapa contoh kasus, baik yang dari luar maupun yang dari dalam negeri akan diberikan di sini sebagai gambaran umum. Maksud-nya agar dari pengalaman-pengalaman tersebut kami dapat belajar menganalisis suatu permasalahan pendidikan yang mungkin timbul. Selain itu, mempunyai kepekaan pula dalam menghadapi kasus serupa.
 
Penerapan di Luar Negeri
Jika kita menengok ke negara tetangga, Australia, dapat dilihat bahwa dalam rangka memberikan kesempatan pendidikan tingkat dasar dan menengah kepada anak-anak yang tinggal jauh di pelosok, negara ini sejak tahun 1916 telah menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan ini diselenggarakan melalui korespondensi sebelum kemudian dilengkapi dengan program siaran radio pada tahun 1930. Proyek ini berada di bawah Departemen-departemen Pendidikan di negara-negara bagian bekerja sama dengan The Australian Broadcasting Commission (ABC). Jumlah siswa yang mengikuti program ini (tingkat dasar dan menengah) pada tahun 1968 tercatat 6800. Sementara itu, proyek ini sendiri dikelola oleh 380 orang tenaga guru dan 50 orang tenaga administrasi. Cara penyelenggaraan diatur dengan membentuk kelompok-kelompok belajar di rumah-rumah penduduk. Mereka berkumpul tiap pagi dari jam 09.00 sampai jam 13.30 untuk belajar, berdiskusi, dan mengerjakan tugas-tugas dari bahan korespondensi. Di samping itu, mereka juga mendengarkan siaran radio pada waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan tugas-tugas dan jawaban soal-soal mereka dikirimkan setiap minggu ke kantor pusat untuk dinilai dan/atau diberi catatan-catatan.
 

BAB III
PENUTUP
 
Simpulan
Webster, mendefinisikan Graphis sebagai seni atau menggambar, terutama penggambaran mekanik. Grafik sebagai media dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar.
Grafik tidak hanya berfungsi sebagai alat Bantu, melainkan juga sebagai sumber belajar atau bahan pengajaran, alat evaluasi dan lain-lain.
Media bagan/chart adalah suatu media pengajaran yang penyajiannya secara diagramatik dengan menggunakan lambang-lambang visual, untuk mendapatkan sejumlah informasi yang menunjukkan perkembangan ide, objek, lembaga, orang, keluarga ditinjau dari sudut waktu dan ruang.
Macam-macam bagan/chart antara lain bagan pohon (tree chart) bagan arus (flow chart) bagan garis waktu (time line date) dan stream chart.
Grafik merupakan gambar sederhana yang disusun menurut prinsip matematika, dengan menggunakan data berupa angka-angka.
Macam-macam grafik antara lain grafik garis (line graphs), grafik batang (bargraphs), grafik lingkaran (circle atau pie graphs), dan grafik gambar (pictorial graphs) grafik simbol (pictorial graph) dan grafik peta dan globe.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
●              Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press.
●              Rivai, Ahmad. 1997. Media Pengajaran., Bandung: Sinar Baru Algensindo.
●              Sadiman, Arief S. 2005. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
●              Sudjana, Nana. 2001. Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
 
 
 

[1] Nana Sudjana, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001. h. 27
[2] Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1997. h. 50
[3] Asnawir, dkk, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Press, 2002. h. 33
[4] Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. h. 37
[5] Asnawir, op.cit., h. 34
[6] Arief S. Sadiman, op.cit., h. 37
[7] Asnawir, op.cit., h. 38
[8]   Arief S. Sadiman, op.cit. h. 41
[9]   Asnawir, op.cit., h.35 
[10] Arief S. Sadiman, op.cit. h. 42 
[11] Asnawir, op.cit., h. 40 
[12] Arief S. Sadiman, op.cit. h. 43
[13] Asnawir, op.cit., h. 42
[14] Arief S. Sadiman, op.cit. h. 45

Ritual dan Institusi

PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada umat manusia. Sumber hukum Islam itu sendiri adalah dari al-Quran dan Sunnah Muhammad SAW yang juga merupakan pedoman bertingkah laku agar memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.
Islam adalah sebuah agama yang dikenal dengan adanya praktik ritual. Akan tetapi, ritual dalam agama Islam mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam al-Quran dan Sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam al-Quran maupun dalam Sunnah. Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah salat; sedangkan contoh ritual kedua adalah tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji.
Adapun selain ritual, agama Islam juga mempunyai institusi yang berkaitan erat dengan kehidupan umat Islam. Ritual dan institusi dapat dihubungkan melaui tujuan-tujuannya, yaitu adanya tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci (Tuhan) dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman melalui pelaksanaan ritual. Sedangkan institusi merupakan kegiatan untuk memenuhi segala kebutuhan  pokok manusia, baik bersifat keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
RITUAL DAN INSTITUSI
Pembahasan tentang tema ini dibagi menjadi dua bagian: ritual dan institusi Islam. Bagian pertama terdiri atas dua bagian, yaitu ritual dalam perspektif sosiologi; dan ritual Islam. Bagian kedua terdiri atas tiga bagian, yaitu institusi, fungsi dan unsur institusi, dan institusi Islam.
A.      RITUAL DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral.[1] Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Di samping itu, ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci; dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat men tal. (Djamari, 1993: 35)
Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual keagamaan dilatarbelakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sakral, menimbulkan ritual. Oleh karena itu, ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral. Sedangkan perilaku profan dilakukan secara bebas. (Djamari, 1993: 36).
Dalam analisis Djamari (1993: 36), ritual ditinjau dari dua segi: tujuan (makna) dan cara. Dari segi tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan; ada ritual yang tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat; dan ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.
Adapun dari segi cara, ritual dapat dibedakan menjadi dua: individual dan kolektif. Sebagian ritual dilakukan secara perorangan, bahkan ada yang dilakukan dengan mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, bertapa, dan yoga. Ada pula ritual yang dilakukan secara kolektif (umum), seperti khotbah, salat berjamaah, dan haji.
George Homans (Djamari, 1993: 38) menunjukkan hubungan antara ritual dan kecemasan. Menurut Homans, ritual berawal dari kecemasan. Dari segi tingkatannya, ia membagi kecemasan menjadi: kecemasan yang bersifat "sangat", yang ia sebut kecemasan primer; dan kecemasan yang biasa, yang ia sebut kece masan sekunder.
Selanjutnya, Homans menjelaskan bahwa kecemasan primer melahirkan ritual primer; dan kecemasan sekunder melahirkan ritual sekunder. Oleh karena itu, ia mendefinisikan ritual primer sebagai upacara yang bertujuan mengatasi kecemasan - meskipun tidak langsung berpengaruh terhadap tercapainya tujuan - dan ritual sekunder sebagai upacara penyucian untuk kompensasi kemungkinan kekeliruan atau kekurangan dalam ritual primer.
Berbeda dengan Romans, C. Anthony Wallace (Djamari, 1993: 39) meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni sebagai berikut:
1.        Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.
2.        Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3.        Ritual sebagai ideologis - mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap sta tus, hak, dan tanggung jawab yang baru.
4.        Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi hubungan dengan dunia profan.
5.        Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.
Demikianlah ritual dalam perspektif sosiologi. Meskipun, pada bagian tertentu, kita kurang setuju, misalnya, dengan munculnya anggapan bahwa umat Islam memuja Hajar Aswad (lihat Elizabeth K. Nottingham, 1993: 10), karena mereka melihatnya dari sudut formal (yang terlihat), bukan dari sudut ajaran.
B.       RITUAL ISLAM
Secara umum, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam al-Quran dan Sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam al-Quran maupun dalam Sunnah. Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah salat; sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Mu hammad Saw (muludan, Sunda), dan tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji.
Contohnya: Di Desa Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor, terdapat sebuah tradisi tahlil haji, yaitu tahlil yang dilakukan pada hari keberangkatan anggota keluarga ke Mekah. Apabila seseorang berangkat dari rumah pada hari Sabtu, tahlil diselenggarakan pada setiap hari Sabtu (biasanya dilakukan setelah salat magrib) sampai yang melakukan ibadah haji kembali ke rumah.
Selain perbedaan tersebut, ritual dalam Islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga: primer, sekunder, dan tertier.
Dari sudut mukalaf, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang diwajibkan kepada setiap orang, dan ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh sebagian orang.
Dari segi tujuan, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua pula, yaitu ritual yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi; dan ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini, misalnya salat istisqa, yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan.
Dengan meminjam pembagian ritual menurut sosiolog (yang dalam tulisan ini diambil dari Romans), ritual dalam Islam juga dapat dibagi menjadi dua: ritual primer dan ritual sekunder.
Ritual primer adalah ritual yang merupakan kewajiban sebagai pemeluk Islam. Umpamanya, kewajiban melakukan salat Jumat bagi Muslim laki-laki. Di sebagian masyarakat Indonesia, terdapat kebiasaan salat i'adah, yaitu salat zuhur yang dilakukan secara berjamaah setelah salat Jumat.
Dalam salah satu diskusi terungkap mengenai alasan pelaksanaan i'adah itu. Di antara alasan yang dikemukakan adalah bahwa dalam salat Jumat terdapat banyak syarat yang secara rinci[2] telah dimuat dalam kitab-kitab fikih, di antaranya harus muqim (penduduk setempat) dan jumlahnya 40 orang. Menurut kiai, meskipun jumlah jamaah diyakini lebih dari empat puluh orang, tidak dapat diketahui secara pasti apakah mereka itu penduduk setempat atau musafir. Oleh karena itu, jalan aman yang ditempuh adalah salat Zuhur setelah salat Jumat untuk menutupi kemungkinan tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat penyelenggaraan salat Jumat. Dalam kasus itu, salat Jumat berkedudukan sebagai ritual primer; dan salat Zuhur (i'adah) berkedudukan sebagai ritual sekunder.
Demikian ritual Islam dikaji dari beberapa aspek atau segi. Kajian tersebut pada dasarnya dapat dilakukan secara bervariasi sehingga tidak mungkin menutup perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, penempatan satu ritual pada posisi tertentu bisa berbeda-beda, karena ajaran dasar agama kita tidak menyebutnya secara eksplisit.
Unsur-unsur Ritual dalam Islam
Istilah fundamental untuk ritual Islam adalah "ibadah", penghambaan dari yang lebih rendah kepada yang maha agung, Tuhan. Semua kewajiban resmi dalam Islam terangkum dalam ibadah: Lima rukun menjadi kategori utama ritual Islam dan peristiwa-persitiwa yang lebih kurang tersusun di bawahnya dalam bentuk yang teratur. Misalnya, Idul Qurban berakar dalam ibadah haji. Idul Fitri berperan sebagai penutup puasa Ramadhan. Salat khusus pada saat terjadi gerhana atau bencana alam bervariasi berdasarkan standar yang ditetapkan. Semuanya itu dilakukan secara teratur. Empat dari lima rukun mempunyai rujukan komunal dan dibuat untuk mengekspresikan dan menyalurkan kekuatan rukun pertama syahadat yang secara implisit mengandung gambaran iman Muslim yang sempurna, dengan mana menyatakan keyakinan pada Tuhan, malaikat, nabi dan kitab sucinya, hari akhir dan takdir. Dua dari rukun ini juga mempunyai rujukan tempat yang kuat karena salat dan haji dipusatkan pada Ka'bah di Mekkah. Salat, shaum, dan haji juga mempunyai waktu sehingga kita mempunyai serangkaian ritual yang berkaitan dengan ruang dan waktu suci. Semua itu memiliki status yang tidak sama. Islam juga mengenal barang haram secara hakiki dan bukan karena lingkungan (seperti bangkai, babi, anjmg), sementara yang lainnya diharamkan hanya karena bersentuhan dengan yang haram. Jadi, dalam Islam kita mengenal adanya pemisahan atau suatu sistem pemisahan yang didasarkan tidak sekedar pada ruang dan waktu, tetapi juga kesucian dan keharaman.[3]
Menuju Analisis tentang Ritual dan Islam
Dengan munculnya Islam dalam sejarah dunia, cara hidup Arab jahiliyah telah ditinggalkan. Era baru telah dimulai dan titik nol diawali oleh hijrah Muhammad dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Kalender baru disusun tanpa interkalasi, terlepas tidak hanya dari tahun Arab kuno, tetapi khususnya seluruh penanggalan matahari yang secara tradisional berhubungan dengan struktur masyarakat dan agama agraris.
Ruang suci dalam Islam berbeda dengan ruang suci dalam tradisi-tradisi lain, khususnya agama-agama kuno yang berorientasi agraris di Timur Dekat Kuno. Theodore Gaster menjelaskan dalam Thespis sebuah fenomena yang ia sebut topocosme, suatu hubungan antar individu yang kompleks dengan kosmologi yang menyeluruh. Komponen utama pola musim adalah ritual yang dibagi menjadi dua kategori, ritus kenosis, pengosongan, dan ritus plerosis, pengisian.
"Yang pertama menggambarkan dan menyimbolkan pudarnya kehidupan dan vitalitas pada akhir setiap kesempatan (yakni pada bumi dan kekuatan reproduksinya) dan ditunjukan oleh periode lenten, puasa, ketegangan, dan ekspresi-ekspresi keaiban lainnya atau mati suri. Yang terakhir menggambarkan dan menyimbolkan revitalisasi yang terjadi pada permulaan kesempatan baru dan ditunjukkan oleh ritu-ritus perkawinan massal, upacara penebusan dosa dan bahaya (baik fisik maupun moral) dan prosedur magis yang ditujukan untuk membangkitkan kesuburan, relume matahari, dan seterusnya".[4]
C.       INSTITUSI
Dalam bahasa Inggris dijumpai dua istilah yang mengacu kepada pengertian institusi (lembaga), yaitu insntitute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. (Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, 1995: 1)
Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalihbahasaan dari istilah Inggris, social institution. Akan tetapi, Soerjono Soekanto (1987: 177) menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat untuk men jelaskan istilah Inggris tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah itu adalah pranata sosial yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Pranata sosial, seperti dituturkan oleh Koentjaraningrat (1980: 179), adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Dengan demikian, menurut beliau, lembaga kemasyarakatan adalah sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa arti social institution adalah bangunan sosial. la merupakan padanan dari istilah Jerman, yaitu siziale gebilde. Terjemahan ini nampak jelas menggambarkan bentuk dan struktur social insti tution.
Pengertian-pengertian social institution yang lain yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, (1987: 179) adalah sebagai berikut.
Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan.
Howard Becker mengartikan social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan jaringan dari proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manu sia yang berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.
Sumner melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, social institution ialah perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Dari paparan singkat mengenai pengertian institusi, dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian: pertama, sistem norma yang mengandung arti pranata; dan kedua, bangunan. Menurut Sumner, sebagaimana dikutip oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 67), an institution consists of a concept idea, notion, doctrin, interest and a structure (suatu institusi terdiri atas konsep tentang cita-cita, minat, doktrin, kebutuhan, dan struktur).
Sebagai sebuah norma, institusi itu bersifat mengikat. la merupakan aturan yang mengatur warga kelompok di masya rakat. Di samping itu, ia pun merupakan pedoman dan tolok ukur untuk menilai dan memperbandingkan dengan sesuatu.
Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masya rakat, berubah sesuai keperluan dan kebutuhan manusia. Maka lahirlah, umpamanya, kelompok norma kekerabatan yang
menimbulkan institusi keluarga dan institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan yang melahirkan institusi pendidikan; kelompok norma hukum melahirkan institusi hukum,
seperti peradilan; dan kelompok norma agama yang melahir kan institusi keagamaan.
Dilihat dari daya yang mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan (folkways); ketiga, tata kelakuan (mores); dan keempat, adat istiadat (custom).
Usage menunjuk pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan mengikat norma usage adalah paling lemah dibandingkan ketiga tingkatan norma lainnya.
Folkways merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama; menggambarkan bahwa perbuatan itu disenangi banyak orang. Daya ikat norma ini lebih kuat daripada norma usage, contohnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap sebagai suatu penyimpangan. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat.
Apabila suatu kebiasaan dianggap sebagai cara berperilaku, bahkan dianggap dan diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. la merupa kan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daripada folkways dan usage.
Norma tata kelakuan (mores) yang terus-menerus dilakukan sehingga integrasinya menjadi sangat kuat dengan pola-pola, perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat dan meningkat ke tahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang melanggar custom akan menderita karena mendapat sanksi yang keras dari masyarakat. (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964: 61-2)
D.      FUNGSI DAN UNSUR-UNSUR INSTTTUSI
Secara urnum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1.        Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
2.        Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
3.        Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi yang ada di masyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, dalam bukunya yang berjudul Society: an Introductory Analysis yang ditulis dan disadur oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 78), elemen institusi itu ada tiga: pertama, association; kedua, characteristic institutions; dan ketiga, special interest.
Association merupakan wujud konkret dari institusi. la bukan sistem nilai tetapi merupakan bangunan dari sistem nilai. la adalah kelompok-kelompok kemasyarakatan. Sebagai contoh, institut atau universitas merupakan institusi kemasyarakatan, sedangkan Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga adalah association.
Characteristic institution adalah sistem nilai atau norma tertentu yang dipergunakan oleh suatu association. la dijadikan landasan dan tolok ukur berperilaku oleh masyarakat asosiasi yang bersangkutan. Tata perilaku dalam characteristic institution mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap jenis pelanggaran.
Special interest adalah kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi.
Sebagai sebuah gambaran ringkas, kita lihat contoh berikut ini: Keluarga merupakan asosiasi yang di dalamnya terdiri atas beberapa anggota keluarga. Para anggota keluarga terikat oleh aturan-aturan yang telah sama-sama disepakati. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
E.       INSTITUSI lSLAM
Sistem norma dalam agama Islam bersumber dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. la merupakan pedoman bertingkah laku masyarakat Muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.
Daya ikat norma dalam Islam tercermin dalam bentuk mubah, mandub, wujub, makruh dan haram. Dalam terminologi ilmu Ushul Fikh, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga perilaku mubah tidak mendapat sanksi. Mandub mempunyai daya ikat yang agak kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku dalam kategori ini akan mendapat pahala. Wujub adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga sese orang yang mengerjakan perilaku wujub akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat sanksi.
Makruh adalah tingkat norma yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya; dan yang tidak melanggar tidak diberi pahala. Adapun haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.
Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma Islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Norma akidah tercermin dalam rukun iman yang enam. Norma ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan haji. Norma muamalah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum pi-dana, dan politik. Adapun norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk.
Norma-norma dalam Islam yang merupakan characteristic in stitution, seperti yang disebutkan di atas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupa kan bangunan atau wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh masyarakat Muslim meru pakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia di dunia dan akhirat; karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
Dari paparan singkat di atas, dapat dikemukan beberapa contoh institusi dalam Islam yang ada di Indonesia, seperti institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan; institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah; institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Mu'amalah Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT); institusi zakat yang diasosiasi kan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS); dan institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masyarakat Muslim, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik.
Di samping itu, ada juga institusi politik yang diasosiasikan menjadi partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Umat Islam (PUI).[5]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
            Ritual dan Institusi Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Bagian pertama :
a.        ritual dalam persfektip sosiologi, dan
b.       ritual Islam
Bagian kedua :
a.        institusi
b.       fungsi dan unsur institusi
c.        institusi Islam
Tujuan ritual yaitu pemeliharaan dan pelestarian kesakralan, dan ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci; dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.
Institusi dapat disimpulkan menjadi dua pengertian: pertama, sistem norma yang mengandung arti pranata; dan yang kedua, bangunan.
Tujuan institusi adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsinya antara lain:
1.        Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
2.        Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat
3.        Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
●        Martin, Ricard C. 2001. Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
●        Hakim, Atang Abd. 2006. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

[1] Ajaran tentang yang sakral dengan yang profan (the sacred and the secular or the pro fane) dapat dibaca pada Bab 1 buku ini.
[1]
[2] Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. Metodologi Studi Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. h. 127-129
[3] Ricard C. Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001. h. 92-93
[4] Ibid., h. 95, 97
[5] Metodologi Studi Islam, op.cit., h. 130-136 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites