Makalah

Blog ini berisi berbagai macam makalah kuliah.

Perangkat Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Modul Pembelajaran

Masih dalam pengembangan.

Skripsi

Masih dalam pengembangan.

Lain-lain

Masih dalam pengembangan.

Tampilkan postingan dengan label Pancasila. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pancasila. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Mei 2014

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


BAB  I
 PENDAHULUAN
Suatu ideologi pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri khas serta karakteristik masing – masing sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri . Namun demikian dapat juga terjadi bahwa ideologi pada suatu bangsa datang dari luar dan dipaksakan keberlakuannya pada bangsa tersebut sehingga tidak mencerminkan kepribadian dan karakteristik bangsa tersebut.
            Ideologi pancasila sebagai idielogi bangsa dan negara indonesia berkembang melalui suatu proses yang cukup panjang. pada awalnya secara kausalitas bersumber dari nilai – nilai yang dimilki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat – istiadat , serta dalam agama – agama bangsa indonesia sebagai pandangan hidup bangsa . oleh karena itu , nilai – nilai pancasila berasal dari nilai – nilai pandangan hidup bangsa telah diyakini kebenarannya kemudian diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai dasar filsafat negara dan kemudian menjadi ideologi bangsa dan negara. Oleh karena itu , ideologi pancasila ada pada kehidupan bangsa dalam rangka bermasyarakat , berbangsa dan bernegara.
Seperti  yang telah dijelaskan diatas bahwa setiap bangsa pasti memiliki ideologi yang menjadi ciri khas dari bangsa itu. Dalam praktiknya, ideologi itu ada yang bersifat terbuka , dan ada pula yang bersifat tertutup. Dalam  hal ini , Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka.

Sebagai ideologi terbuka , pancasila mudah disusupi oleh ideologi yang lain yang boleh jadi bertentangan dengan nilai dan jatidiri bangsa Indonesia. Segenap komponen bangsa Indonesia pun didorong  untuk terus mengembangkan secara kreatif dan dinamis untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Karena itu , segenap komponen bangsa harus mempertajam kesadaran tentang nilai dasar pancasila itu dan nilai – nilai dasar pancasila itu bersifat abadi , dan universal.

                               
A.                ARTI DAN PENGERTIAN IDEOLOGI TERBUKA
       Istilah Ideologi berasal dari kata "idea" yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita. Dan "logos" yang berarti ilmu. Dalam arti luas, Ideologi dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nila-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti sempit Ideologi adalah gagasan-gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dengan bertindak. Atau, Ideologi adalah cara hidup atau tingkah laku atau hasil pemikiran yang menunjukkan sifat-sifat tertentu pada seorang individu atau suatu kelas atau pola pemikiran mengenai pengembangan pergerakan atau kebudayaan.
Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “... terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang tidak dimutlakkan. Ideologi macam ini memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
a.       Merupakan kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat (falsafah). Jadi, bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan kesepakatan masyarakat.
b.      Tidak diciptakan oleh negara, tetapi ditemukan dalam masyarakat sendiri, ia adalah milik seluruh rakyat, dan bisa digali dan ditemukan dalam kehidupan mereka.
c.       Isinya tidak langsung operasional. Sehingga, setiap generasi baru dapat dan perlu menggali kembali falsafah tersebut dan kembali mencari implikasinya dalam situasi kekinian mereka.
d.      Tidak pernah memperkosa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat, melainkan menginspirasi masyarakat untuk berusaha hidup bertanggung jawab sesuai dengan falsafah itu.
e.       Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima warga masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama.

Bertolak dari ciri-ciri diatas, bisa dikatakan bahwa Pancasila memenuhi semua persyaratan sebagai ideologi terbuka. Hal ini dijelaskan, pertama, Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia. Kedua, Isi Pancasila tidak langsung operasional artinya kelima nilai dasar Pancasila itu berfungsi sebagai acuan dan dapat ditafsirkan untuk mencari implikasinya dalam kehidupan nyata. Ketiga, Pancasila bukan ideologi yang memperkosa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat. Keempat, Pancasila juga bukan ideologi totaliter dan kelima, Pancasila menghargai pluralitas.
Meskipun Pacasila memiliki watak sebagai ideologi terbuka, harus diakui bahwa Pancasila pernah dijadikan sebagai ideologi tertutup. Pada masa orde baru Pancasila digunakan penguasa sebagai cara untuk melakukan tipu daya guna menyembunyikan, kepentingan, mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan. Pengalaman itu memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia: ketika dijadikan sebagai ideologi tertutup, Pancasila cenderung kehilangan daya tarik dan relevansinya.

Kenapa Pancasila tidak bisa dinyatakan sebagai Idiologi yang tertutup??

 Karena ,pengertian dari Idiologi Tertutup adalah idiologi yang bersifat mutlak dimana nilai-nilainya ditentukan oleh negara atau kelompok masyarakat, dan nilai-nilai yang terkandung di didalamnya bersifat instan.
Ciri-cirinya :
a. Cita-cita sebuah kelompok bukan cita – cita yang hidup di masyarakat.
b. Dipaksakan kepada masyarakat.
c. Bersifat totaliter menguasai semua bidang kehidupan masyarakat.
d. Tidak ada keanekaragaman baik pandangan maupaun budaya, dll
e. Rakyat dituntut memiliki kesetiaan total pada idiologi tersebut.
f. Isi idiologi mutlak, kongkrit, nyata, keras dan total.

   FUNGSI IDEOLOGI TERBUKA
Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat.
Pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafat bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.
            Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945: terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabutnya.
C. DEFINISI/ PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di dalam kehidupan berrnasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini di tata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh,
Sebagai ideologi, Pancasila berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas di segala bidang, dan karena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat tertutup maupun kaku, yang akan menyebabkan ketinggalan zaman.
Pancasila telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka, hal ini dibuktikan dan adanya sifat-sifat yang melekat pada Pancasila sendiri maupun kekuatan yang terkandung di dalamnya, yaitu memenuhi persyaratan kualitas 3 (tiga) dimensi di atas.
Mengenai pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka, bukanlah berarti bahwa nilai dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain, karena bila dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru), hal itu sama artinya dengan meniadakan Pancasila atau meniadakan identitas/ jati diri bangsa Indonesia. Hal mana berlawanan dengan nalar dan tidak masuk akal.
Maka di dalam pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar daripada Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
Pengembangan atas nilai-nilai dasar Pancasila dilaksanakan secara kreatif dan dinamis dengan memperhatikan tingkat kebutuhan serta penkembangan masyanakat Indonesia sendiri.
Dengan demikian nilai-nilai dasan Pancasila perlu dioperasionalkan, yaitu dijalankan dalam kehidupan sehani-hani. Nilai-nilai dasar Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi nilai instrumental, dan penjabaran atas nilai instrumental ini tetap mengacu pada nilai dasarnya, dan nilai instrumental menjadi nilai praksis.
Adapun dokumen konstitusional yang disediakan untuk menjabarkan secara kreatif atas nilai-nilai dasar tersebut antara lain dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan berupa peraturan perundang-undangan, serta kebijakan-kebijakan Pemerintah lainnya.
Budaya asing yang bernilai negatif, misalnya tentang samen leven yang tidak dilarang di dalam kehidupan budaya Barat, akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang mendasarkan diri pada sikap budaya dan pandangan moral religius, demikian pula dengan pandangan keagamaan yang dikenal dengan sebutan Children of God, ditolak karena tidak sesuai dengan pandangan keagamaan yang telah dihayati oleh bangsa Indonesia sejak lama.
Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah Pancasila merupakan ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembagan jaman tanpa pengubahan nilai dasarnya. Gagasan mengenai pancasila sebagai ideologi terbuka mulai berkembang sejak tahun 1985. T Selain itu, Pancasila memang memiliki syarat sebagai ideologi terbuka,sebab:

     1. Memiliki nilai dasar yang bersumber pada masyarakat atau realita bangsa
         Indonesia  seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
         Keadilan.  Atau nilai-nilainya  tidak dipaksakan dari luar atau bukan pembe-
         berian negara.
     2. Memiliki nilai instrumental untuk melaksanakan nilai dasar, seperti UUD 45,
         UU, Peraturan-peraturan, Ketetapan MPR, DPR, dll    
     3. Memiliki nilai praksis yang merupakan penjabaran nilai instrumental. Nilai
         Praksis terkandung dalam kenyataan sehari-hari yaitu bagaimana cara kita
         melaksanakan nilai Pancasila dalam hidup sehari-hari, seperti toleransi,
         gotong-royong, musyawarah, dll.

Tetapi semangatnya sudah tumbuh sejak Pancasila itu sendiri ditetapkan sebagai dasar Negara. . Indonesia menganut ideologi terbuka karena Indonesia menggunakan sistem pemerintahan demokrasi yang didalamnya membebaskan setiap masyarakat untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai keinginannya masing-masing. Maka dari itu, ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah yang paling tepat digunakan Indonesia.
Sebuah negara memerlukan ideologi untuk menjalankan setiap pemerintahan yang ada pada negara tersebut. Dan pancasila merupakan ideologi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri dan tentu saja tidak ada negara lain yang memiliki ideologi yang sama dengan negara Indonesia. Pancasila dijadikan cita-cita bagi rakyat dan keseluruhan bangsa Indonesia dan juga menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
Yang dimaksud dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah Pancasila merupakan Ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa pengubahan nilai dasarnya.Ini bukan berarti bahwa nilai dasar Pancasila dapat diubah dengan nilai dasar yang lain yang sama artinya dengan meniadakan Pancasila atau meniadakan identitas / jati diri bangsa Indonesia ( AL Marsudi, 2000:62 ). Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai nilai dasar Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman secara kreatif dengan memperhatikan singkat kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.Pancasila menjadi sebuah ideologi yang tidak bersifat kaku dan tertutup,namun bersifat reformatif,dinamis,dan terbuka.Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila bersifat actual,dinamis,antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman,ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Ideologi dapat ditentukan oleh setiap masing-masing negara. Dan Indonesia sendiri memilih Pancasila sebagai ideologi bangsa karena kelima sila dalam Pancasila dipandang baik dan cocok dengan bangsa Indonesia. Setiap sila menggambarkan bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman agama dan suku.  Dan negara Indonesia juga merupakan sebuah negara  yang terbuka dan demokratis.  Pada suatu  negara demokratis setiap masyarakatnya dapat mengutarakan aspirasinya untuk merubah sesuai dengan keinginan mereka atau memberikan suara mereka. Hal ini dapat dilihat dalam keseharian atau kebiasaan hidup bangsa Indonesia.
Untuk mewujudkan hal-hal yang menjadi isi dari pada Pancasila tersebut kita diharapkan untuk bisa mempertahankan dan mengamalkan dalam berbagai bidang meliputi pemerintahan, kehidupan masyarakat dan dalam bidang pendidikan.

D. FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya. Keeterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai nilai dasar yang terkandung di dalamnya,namun mengembangkan wawasannya secara secara lebih konkrit,sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah masalah actual yang selalu berkembang.Dalam lima sila Pancasila itu mengandung ciri universal sehingga mungkin saja ia ditemukan dalam gagasan berbagai masyarakat dan bangsa lain di dunia.
Sedangkan, menurut Moerdiono menyebutkan beberapa faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi terbuka, yaitu :

         Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat kita berkembang amat cepat. Dengan demikian tidak semua persoalan kehidupan dapat ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi sebelumnya.
         Kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup seperti marxismeleninisme/komunisme. Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan pada pilihan yang amat berat, menjadi suatu ideologi terbuka atau tetap mempertahankan ideologi lainnya.
         Pengalaman sejarah politik kita sendiri dengan pengaruh komunisme sangat penting. Karena pengaruh ideologi komunisme yang pada dasarnya bersifat tertutup, Pancasila pernah merosot menjadi semacam dogma yang kaku. Pancasila tidak lagi tampil sebagai acuan bersama, tetapi sebagai senjata konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Kebijaksanaan pemerintah di saat itu menjadi absolute. Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti pancasila.
         Tekad kita untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai catatan, istilah Pancasila sebagai satu-satunya asas telah dicabut berdasarkan ketetapan MPR tahun 1999, namun pencabutan ini kita artikan sebagai pengembalian fungsi utama Pancasila sebagai dasar Negara. Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila harus dijadikan jiwa (volkgeits) bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam pengembangan Pancasila sebagai Ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu adanya tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai alternative ideologi dunia.
Prinsip hakikat Pancasila sebagai Ideologi terbuka yaitu       keterbukaan ideologi  Pancasila berarti untuk memperkaya wawasan dan oreintasi dalam hidup bermasyarakat, berabangsa, dan bernegara. Keterbukaan ideology Pancasila maksudnya adalah warga negara sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk social. Keterbukaan menjadikan pancasila mempunyai nilai-nilai dasar pancasila dapat menyaring unsur-unsur baru yang dapat memperkaya perkembangan dan pelaksanaan ideology pancasila ke arah kemajuan kehidupan bangsa dan negara. Keterbukaan mendorong pancasila menjadi dinamis, untuk mengubah nilai dasar pancasila menjadi operasional kedalam sistem kehidupan secara nasional.


E. BATAS-BATAS KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA
Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
a. Nilai Dasar. Nilai dasar Pancasila ( yang berjumlah lima nilai ) terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Kelima nilai dasar tersebut harus tetap permanen, lestari, dan tidak boleh ada pengubahan. Hal itu karena, kelima nilai dasar tersebut mengandung cita-cita nasional, dasar negara, dan sumber kedaulatan negara.
b. Stabilitas nasional yang dinamis. Pada dasarnya, semua gagasan untuk menjabarkan nilai dasar bisa dilakukan. Namun, sejak awal sudah bisa diperkirakan bahwa gagasan tersebut akan menimbulkan dan membahayakan stabilitas dan integritas nasional. Oleh sebab itu, layak dicarikan momen, bentuk, serta metode yang tepat guna menyampaikan gagasan tersebut.
c. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme. Secara faktual, proses rontoknya ideologi komunis-marxisme terjadi dimana-mana. Namun setiap warga negara tidak boleh begitu saja mengabaikan bahaya komunis-marxisme. Sebab, komunisme bisa berubah dalam bentuk dan wujud yang lain.
d. Mencegah berkembangnya paham liberal.
e. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.
f. Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

Konsekuensi terhadap bangsa Indonesia yang menganut dan mengakui Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung tiga nilai fleksibilitas berikut

a. Nilai dasar, yaitu nilai dasar yang relatif tetap ( tidak berubah ) yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.

b. Nilai instrumen, yaitu nilai-nilai dari nilai dasar yang dijabarkan lebih kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, ketetapan MPR, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Yang bisa diubah hanyalah nilai Instrumental. Di dalam Pancasila, nilai Instrumental adalah nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar atau intrinsik yang dijabarkan lebih dinamis dalam bentuk UUD 1945, Tap. MPR, serta peraturan perundang-undangan lain. Agar nilai-nilai tersebut mudah direalisasikan oleh masyarakat, maka nilai-nilai instrumental itu dituangkan dalam bentuk nilai praksis.

c. Nilai praktis, yaitu nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai praktis bersikap abstrak, misalnya menghormati, kerjasama, dan kerukunan. Hal ini dapat dioperasionalkan dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari.


F. KELEBIHAN DIJADIKANNYA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
·         Pancasila mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik.
·         Pancasila mengakui hak hak milik pribadi dan hak hak umum tapi komunis menyerahkan semua yang dimiliki individu pada negara.
·         Pancasila bukan hanya mengembangkan demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal-kapitalis,tetap juga demokrasi ekonomi dengan asas kekeluargaan.
·         Pancasila memberikan kebebasan individu dalam kerangka kepentingan social.
·         Pancasila dilandasi nilai ketuhanan tetapi komunisme mengagung-agungkan material dan kurang menghiraukan aspek immaterial religi.
·         Pancasila mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualism,sedangkan kapitalisme mengakui individualism dan komunisme hanya mengakui kolektivisme.
·         Memiliki sikap-sikap posotif yang dimiliki ideologi-ideologi lain yang ada di dunia.
·         Membela rakyat.
·         Peran serta negara tidak membuat rakyat menderita (seharusnya)
·         Seluruh komponen masyarakat saling memiliki keterikatan.
·         Bersifat terbuka, dll.


G. PERMASALAHAN/ KELEMAHAN YANG MUNGKIN TIMBUL AKIBAT DIJADIKANNYA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

a. Pancasila akan berkembang kalau segenap komponen masyarakat proaktif, terus menerus mengadakan penbafsiran terhadap Pancasila sesuai keadaan, bila masyarakat pasif maka Pancasila akan menjadi idiologi tertutup, relevansinya akan hilang.

b. Karena terbuka untuk ditafsirkan oleh setiap orang maka tidak menutup kemungkinan Pancasila akan ditafsirkan menurut keinginan atau kepentingan.
 C.  Terlalu ditinggi-tinggikan (berlebihan)

Kelemahan Pancasila dibandingkan ideologi-ideologi lain sangatlah sulit untuk dicari. Karena Pancasila sendiri mengambil segala hal-hal positif yang ada dalam setiap ideologi yang ada. Untuk bangsa Indonesia Pancasila memang sudah tepat apabila dijadikan sebagai ideologi bangsa, hanya saja cara pengamalan bangsa kita saat ini terhadap Pancasila sudah salah kaprah. Segala sesuatu yang menjadi makna atau nilai Pancasila tersebut seakan-akan sudah tidak ada lagi. Dan pratek untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila lama-kelamaan mulai memudar.

H. SIKAP POSITIF TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

     Seluruh komponen bangsa harus berusaha bersikap dan berperilaku positif yang sesuai dengan nilai – nilai Pancasila. Walaupun dengan segala problem yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, seluruh warga negara wajib melestarikan Pancasila. Terutama kemurnian nilai dasar Pancasila.

      Di jaman globalisasi ini, bersikap cerdas terhadap gempuran budaya asing adalah salah satu usaha untuk melestarikan Pancasila. Jika warga negara kurang bijak dalam menghadapi globalisasi, maka bisa saja akan mengotori kemurnian Pancasila.

     Untuk skala dan usaha lebih besar, warga negara wajib mengawal pemerintahan yang sedang berjalan. Jangan biarkan para elite politik dan aparatur negara menyelewengkan serta menyalahgunakan keterbukaan ideologi Pancasila.
Melestarikan Pancasila bukanlah hal yang mudah. Apalagi dengan cakupan aspek kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, permasalahan dalam masyarakat pun akan semakin kompleks pula. Kegelisahan masyarakat yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut akan berdampak pada kondisi stabilitas negara. Ancaman kekerasan, pemaksaan kehendak, antidemokrasi dan teror tentunya akan selalu membayangi untuk menggulingkan Pancasila




BAB    III
KESIMPULAN

     Bangsa Indonesia yang besar ini tidaklah akan ada jika tidak memiliki sebuah landasan ideologi. Tentunya, sebuah ideologi yang kuat dan mengakar di masyarakatlah yang akan bisa menopang sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia ini. Ideologi yang kuat tersebut adalah ideologi Pancasila.

       Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar pancasila namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru dan aktual.

       Keterbukaan ideologi Pancasila juga menyangkut keterbukaan dalam menerima budaya asing. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial senantiasa hidup bersama sehingga terjadilah akulturasi budaya. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi terbuka terhadap pengaruh budaya asing, namun nilai-nilai esensial Pancasila bersifat tetap. Dengan perkataan lain Pancasila menerima pengaruh budaya asing dengan ketentuan hakikat atau substansi Pancasila yaitu: ketuhahan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan bersifat tetap. Secara strategi keterbukaan Pancasila dalam menerima budaya asing dengan jalan menolak nilai-nilai yang tertentangan dengan ketuhahan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan serta menerima nilai-nilai budaya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar pancasila tersebut.

      Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945: “terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabutnya .
 Meskipun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar. Sehingga ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sebenarnya sangat relevan dengan suasana pemikiran di alam reformasi ini yang menuntut transparansi di segala bidang namun masih tetap menjunjung kaidah nilai dan norma kita sebagai bangsa timur yang beradab.
Dengan demikian maka bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya tidak menutup diri dalam pergaulan budaya antar bangsa di dunia.



DAFTAR PUSTAKA

·         Subandi, AL Marsudi, 2001. Pancasila dan UUD 45 Dalam Paradigma Reformasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

·         Sutrisno, Slamet. 1986. Pancasila Sebagai Metode. Liberty. Yogyakarta.


·         http://kuliahsemester1.wordpress.com/pendidikan-pancasila/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/

·         M, Hasim. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta: Quadra.

·         Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan; Dwi Winarno, S.Pd., M.SI , 2006\


·         Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila; Prof. Drs. H.A.W Widjaja , 2002

·          Pancasila Dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis; B. Sukarno, 2005

·         Pendidikan Kewarganegaraan; Dadang Sundawa, Djaenudin Harun, A.T. Sugeng Priyanto, Cholisin, Muchson A.R , 2008


·          Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila; Dr. Soerjono Soekanto SH., MA , 1982

·          http://www.scribd.com/doc/24154562/Pengertian-Pancasila-Secara-Etimologis-Historis-Dan-Terminologis Minggu, 8 April 2012 pukul 11:38

Jumat, 02 Mei 2014

Landasan Hukum, Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada


DAFTAR ISI


Kata pengantar…………………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………….. ii

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar belakang masalah…………………………………………………. 1

Bab II Pembahasan

2.1. Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada……………………….. 2

2.2. Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada………………………… 3

2.3. Solusi………………………………………………………………………….. 6

Bab III Penutup

3.1. Kesimpulan………………………………………………………………….. 7

Daftar Pustaka


BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah

Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan suses.

Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan pemilih.

BAB II

PEMBAHASAN


2.1.Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada

Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan

Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.


2.2.Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada

Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.

Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.

Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.

Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.

Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :

Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.

Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.

Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.

Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

2.3.Solusi

Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :

Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.
BAB III

PENUTUP


3.1. Kesimpulan

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham Panumbangan (mahasiswa fisipol UMY).Masih perlu waktu. www.kr.co.id edisi Jum’at, 15 Juli 2005

2. Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.

3. M. Ma’ruf (Mentri Dalam Negeri).Optimisme hadapi pilkada langsung. www.kompas.com edisi selasa, 22 Februari 2005

4. Redaksi Kompas. APBN-P 2005 Bantu Rp 464,9 Miliar . www.kompas.com edisi Rabu, 30 Maret 2005

5. Suardi Abubakar, dkk. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU.Jakarta: Yudhistira.

Pancasila Sebagai Pandangan Hidup, Dasar Negara dan Penjabarannya

Download Ratusan Makalah

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat  indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta pembimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, maka penulis memilih masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Apa arti Pancsila?
2. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia?
3. Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia?
4. Bagaimana penjabaran tiap-tiap sila dari Pancasila?

C. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui arti Pancasila sebenarnya
2. Pada hakikatnya, Pancasila mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pandangan hidup dan
sebagai dasar negara oleh sebab itu penulis ingin menjabarkan keduanya.
3. Penulis ingin mendalami / menggali arti dari sila – sila Pancasila

D. Sistematika Penulisan
            Karya tulis terdiri dari tiga BAB dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
            BAB I             : Pendahuluan, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
   Penulisan Makalah dan Sistematika Penulisan
         
3.      BAB II            : Pengertian Pancasila, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, Makna Sila-sila Pancasila
       BAB III          : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
















BAB II
PANCASILA DASAR NEGARA

2.1       Pengertian Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :

A.    Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, dasar, atau  Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).

B.     Pengertian  Pancasila  Secara Historis

Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah :

a.      Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan
Peri Ketuhanan
Peri Kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kebangsaan persatuan Indonesia.
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b.      Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima
dasar negara sebagai berikut :
1.      Persatuan
2.      Kekeluargaan
3.      Keseimbangan lahir dan bathin
4.      Musyawarah
5.      Keadilan rakyat.

c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1.      Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia.
2.      Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3.      Mufakat atau Demokrasi.
4.      Kesejahteraan Sosial.
5.      Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah“gotong royong”
.
d.      Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengertian Pancasila Secara Terminologis Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1.             Ketuhanan Yang Maha Esa
2.             Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.             Persatuan Indonesia
4.             Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat  kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/ perwakilan.
5.             Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :

1.      Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Kebangsaan
4.      Kerakyatan
5.      Keadilan Sosial
2.      Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Kebangsaan
4.      Kerakyatan
5.      Keadilan Sosial
3.      Dalam kalangan masyarakat luas
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Kebangsaan
4.      Kedaulatan Rakyat
5.      Keadilan Sosial
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.

2.2       Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Dalam pengertian ini, Pancasila disebut juga way of life, weltanschaung, wereldbeschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup dan petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakn pembuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pencatatan dari semua sila Pancasila. Hal ini karena Pancasila Weltanschauung merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
2.3       Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pengertian Pancasila sebagai dasar Negara diperoleh dari Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.4       Makna Sila-sila Pancasila
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
Nasionalisme.
Cinta bangsa dan tanah air.
Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
6.      Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
7.      Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
8.      Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
9.      Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
10.  Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
11.  Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Hakikat sila ini adalah demokrasi.
Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.
Sikap positif terhadap nilai-nilai pancasila
Nilai-nilai Pancasila telah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu , mengamalkan Pancasila merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia.
Sikap positif dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila.
Menghormati anggota keluarga
Menghormati orang yang lebih tua
Membiasakan hidup hemat
Tidak membeda-bedakan teman
Membiasakan musyawarah untuk mufakat
Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
Membantu orang lain yang kesusahan sesuai dengan kemampuan sendiri.













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap  warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Agar pancasila tidak terbatas pada coretan tinta belaka tanpa makna.



DAFTAR PUSTAKA

Srijanto Djarot, Drs. Waspodo Eling BA, Mulyadi Drs. 1994 Tata Negara
Sekolah Menengah Umum. Surakarta; PT. Pabelan.
Pangeran Alhaj S.T.S Drs. Surya Partia Usman Drs. 1995 Materi Pokok
Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila.
Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II / MPR / 1987/

http://journey.adhiwus.com/kuliah/pancasila/fungsi-pancasila/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/pancasila-sebagai-kepribadian-bangsa
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7124

Pancasila Sebagai Dasar Negara


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Pancasila dapat diperuntukkan kepada negara, masyarakat dan pribadi bangsa Indonesia. Dengan perkataan lain pancasila itu sebagai norma hukum dasar negara Republik Indonesia, sebagai social ethics bangsa Indonesia dan sebagai pegangan moral rakyat atau negara Republik Indonesia.Lahirnya pancasila itu dalam penamaan pidato Ir. Soekarno selaku anggota “Dokuritzu zunbi Tyoosakai” atau badan penyelidik usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang di tetapkan oleh sidangnya yang pertama pada tanggal 28 s/d 1 juni 1945 di Jakarta. Yang di ucapkannya dalam Sidang,dipimpin oleh ketuanya Dr. K. R. T Radjiman Wedyodiningrat.
Dikenal didalam pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 juni 1945 di Jakarta. Pancasila sebagai dasar negara asal mulanya itu dari pengambilan pancasila, panca=lima dan sila=asas atau dasar, dan didirikannya negara Indonesia.
Presiden Soekarno menganggap bahwa pancasila sebagai dasar negara dari Negara Republik Indonesia, ditegaskan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, dan kemudian disusun oleh kemerdekaan Bangsa Indonesia itu dalam Undang-Undang Republik Indonesia untuk mengatur pemerintahan negara dengan yang lain.
Bersumbernya dari segala hukum dan sumber tertib hukum yang secara konstitusional mengatur negara publik Indonesia, asas kerohanian, kebatinan, dan cita-cita hukum.
Dari pemaparan diatasdapat di ketahui bagaimana arti pancasila itu secara umum, dan anggapan pancasila sebagai dasar negara Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republic Indonesia 1945 menurut  Presiden Soekarno. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang pancasila sebagai dasar negara akan dibahas dalam bab selanjutnya.

B.     Rumusan masalah

1.      Apa yang di maksud dengan Pancasila?
2.      Bagaimana Perumusan- Perumusan Pancasila?
3.      Kapan Lahirnya Pancasila?
4.      Apa yang dimaksud dengan Dasar Negara?
5.      Bagaimana Pancasila Sebagai Dasar Negara ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Istilah Pancasila
      Istilah pancasila pertama kali dikenal di dalam pidato Ir. Soekarno sebagai anggota Doktrit zu Tyunbi Tjosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 1 juni 1945 di Jakarta, badan ini kemudian setelah mengalami penambahan anggota menjadi Panitia  Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan: Panca adalah Lima, Sila adalah Asas atau Dasar. Untuk Lebih jelas dikutip bagian pidato beliau tersebut :
“ . . . . namanya bukan panca Dharma, tetapi nama ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya adalah Pantja Sila, Sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima dasar itu mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.

B.     Perumusan- Perumusan Pancasila
                    Perumusan pancasila itu menurut beberapa dokumen sejarah tidak sama sekali sama, mengalami perubahan-perubahan baik urutannya maupun kata-katanya. Berturut-turut dapat dilihat dalam :
1.      Lahirnya pancasila,1 juni 1945
2.      Piagam Jakarta, 22 juni 1945
3.      Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, 18 Agustus 1945 (berita Republik Indonesia II-7)
4.      Mukaddimah konstitusi R. I. S. 31 Januari 1950 (Kepres R. I. S. tahun 1950 No. 48 L. N. 50-3)
5.      Mukaddimah Undang-undang Dasar  sementara Republik Indonesia (Undang-undang 15 Agustus 1950 No. 7 L. N. 50-56)
6.      Dekrit presiden 5 juli 1959 “kembali kepada Undang-undang Dasar 1945”
Yang padaalinea ke lima konsideran menyatakan bahwa :
“ bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tanggal 22 juni 1945 menjiwai undang-undang dasar 1945, dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut”.

C.    Lahirnya Pancasila

Adalah penamaan pidato Ir. Soekarno selaku anggota “Dokuritsu Zunbi Tyoosakai”atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” yang diucapkan pada sidangnya yang pertama 28 s/d 1 juni 1945 di Jakarta. Sidang itu dipimpin oleh ketuanya Dr. K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat yang atas permintaan beliau agar badan itu merumuskan dasar-dasar dan tujuan filosofis dari negara yang akan merdeka itu.
Pada bagian pidato itu disebutkan :
“ saudara-saudara, apakah  prinsip ke lima ? saya telah mengemukakan 4 prinsip ;
1.      Kebangsaan Indonesia.
2.      Internasionalisme, atau  peri-kemanusiaan.
3.      Mufakat, atau Demokrasi.
4.      Kesejahteraan social.
Prinsip yang ke lima hendaknya : menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.



D.    Pengertian Dasar Negara

              Sesuai dengan pengertian paham organisme tentang negara, yakni negara adalah sesuatu yang hidup, tumbuh,mekar dan dapat mati atau lenyap, maka pengertian dasar negara meliputi arti sebagai berikut :
a.       Basis atau  fundament negara
b.      Tujuan yang menentukan arah  negara
c.       Pedoman yang menentukan cara bagaimana negara itu menjalankan fungsi-fungsinya dalam mencapai tujuan itu.

            Istilah presiden soekarno ialah” dasar statis“ dan “ Leitsatar dinamis “ di kutip sebagai berikut :
“ . . .  bahwa bagi Republik Indonesia, kita memerlukan satu dasar yang bisa menjadi dalam statis dan yang bisa menjadi Leitstar dinamis. Leitstar, bintang pimpinan”[1]

E.     Pancasila Sebagai Dasar Negara
            Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, sebagaimana di tegaskan oleh “ Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 :
“ . . . . . maka di susunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara Republik Indonesia yang berkadaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada (garis dari penulis) : Ketuhanan Yang Maha Esa . . . . . . . dan seterus nya”
            Presiden soekarno dalam uraian “Pancasila Sebagai Dasar Negara” mengartikan dasar Negara itu sebagai Weltanshauung, demikian beliau berkata :
“ saudara mengerti dan mengetahui, bahwa pancasila adalah saya anggap  sebagai  dasar dari pada Negara Republik Indonesia, atau dengan bahasa jerman : satu Weltanscahauung  di atas  mana  kita meletakkan Negara Republik Indonesia”
            Weltanschauung suatu abstraksi, konsepsi atau susunan pengertian-pengertian yang melukiskan asal mula kekuasaan Negara, tujuan Negara dan cara penyelenggaraan kekuasaan Negara itu, di samping itu Weltanschauung berarti pandangan(filsafat) hidup dari suatu bangsa atau masyarakat tertentu.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering di sebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar  Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari negara,ideology negara atau (staatsidee).
            Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang ini, dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat,wilayah,serta pemerintahan negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum. Sehingga merupakan suatu sumber nilai,norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau convensi.Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran. Yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan dalam pasal-pasal  UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
 Kedudukan pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
-          Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelma lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
-          Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
-          Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis). Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran ketempat yang bunyinya sebagai berikut :
            “ . . . . .  Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar        kemanusiaan yang adil dan beradab”.
-          Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara, para pelaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, karena masyarakat dan negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara sebagai  pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerokhanian negara.

            Dasar  formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara  Republik Indonesia tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV  yang bunyinya sebagai  berikut :
“ . . . . .  . maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan  indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pengertian kata” . . . Dengan berdasar kepada . . . “ hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir Pembukaan UUD 1945 tidak tercantum kata ’Pancasila’ secara eksplisit namun anak kalimat “ . . . dengan berdasar kepada . . . . “ ini memiliki makna dasar  negara adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah Pancasila.

Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia.Oleh karena itu fungsi pokok pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia.Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, ketetapan No XX/MPRS/1966.( Jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978). Di jelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu  pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya dikatakannya bahwa cita-cita tersebut adalah meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan individu.Kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan social, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara.Cita-cita moral mengenai kehidupan ke masyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.

Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui Sidang Istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang tertuang dalam tap. No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi berbagai bidang selain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (sila IV) juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan.Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan, bahkan harus bersumber kepadanya.[2]






BAB III
PENUTUP

Simpulan:


            Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia.Pancasila merupakan asas kerokhanian dalam pembukaan UUD 1945 dijelma dalam 4 pokok pikiran meliputi :
-          Suasana kebatinan dari UUD 1945
-          Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
-          Mengandung norma yang mengharuskan UUD yang mewajibkan pemerintah dll, penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, bunyinya sebagai berikut :
“ Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa, menurut  dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
-          Merupakan sumber semangat  dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara, sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan di arahkan atas kerohanian negara.


DAFTAR PUSTAKA


·         Syahar, H.Syaidus, 1975, Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung.

·         Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.


[1]Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.hlm:29-46
[2]Syahar, H.Syaidus, 1975, Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung.hlm:110-112

Sabtu, 27 Juli 2013

Pengertian Pancasila

BAB I
PENDAHULUAN
 
Pancasila itu ialah seluruh isi, terutama isi inti-pokoknya yang lima jumlahnya sebagai satu kesatuan dan namanya serta seluruh latar belakang sebagai dasar adanaya lima ini-pokok tersebut yang diungkap di dalam pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945. Latar belakang sebagai sumber atau dasar inti-pokok itu adalah seluruh pengalaman hidup, sejarah, nasib dan penderitaan serta cita-cita bangsa Indonesia yang terkandung di dalam kalbunya, yang akibat penjajahan hampir tidak dikenali lagi oleh bangsa Indonesia.
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
1.        Pengertian Istilah Pancasila
a.        Istilah ini pertama kali dikenal dalam pidato Ir. Soekarno sebagai anggota Dokritzu Tyunbi Tjosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 1 Juni 1945 di Jakarta, badan ini setelah mengalami penambahan anggota menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan PANCA adalah lima; SILA adalah asas atau DASAR; untuk lebih jelas dikutip bagian pidato beliau tersebut:
“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi -saja namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa- namanya ialah PANTJA SILA, Sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima dasar itu kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.[1]
b.       Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Pembahasan Undang-undang Dasar Republik Indonesia” paragrap 195, menyatakan: “Perkataan Pancasila, yang kini telah menjadi istilah hukum, mula-mulanya ditempa dan dipakai oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan sila yang lima. Perkataan itu diambil dari peradaban Indonesia lama sebelum abad XVI. Kata kembar itu berasal kedua-duanya dari bahasa Sangsekerta: panca dan sila. Dalam bahasa sangsekerta itu maka Pantja-Sila ada dua macam artinya. Pantja-Sila dengan sila berhuruf ‘i’ biasanya artinya “berbatu-batu yang lima” (consisting or 5 rocks; ans funf felsen bestehend); Pantja-Sila dengan huruf Dewanagari – dengan berhuruf ‘i’ yang panjang bermakna “5 peraturan tingkah laku yang penting”.[2]
c.        Kata “sila” juga hidup dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, klasik dan kontemporer misalnya dalam kata “susila” dan “kesusilaan”. “Sila” disini berarti “tingkah laku dan atau perbuatan”, “susila” berarti “tingkah laku dan atau perbuatan yang baik”. “Kesusilaan” berarti urutan tingkah laku dan atau perbuatan yang baik atau ethik (ethika). Bila ukuran susila atau kesusilaan itu telah menjadi umum dikalangan suatu masyarakat tertentu, maka merupakan sosial-ethic, atau moral positif, yang oleh Prof. Dr. Kancaraningrat disebut “mentalitas”, sedangkan “moral” adalah ukuran susila secara individual.[3]
Dengan demikian Pancasila sebagai asas dapat diperuntukkan kepada Negara, masyarakat dan pribadi bangsa Indonesia; dengan lain perkataan Pancasila itu sebagai Norma Hukum Dasar (Rechts Fundamentele Norm) Negara Republik Indonesia;[4] sebagai sosial ethic bangsa Indonesia dan sebagai pegangan moral rakyat atau warga Negara RI.
Penulisan Pancasila sebagian terlihat diatas bermacam-macam atau tidak seragam:
1.        Dokumen lama seperti “Lahirnya Pancasila” ditulis dengan “Pantja-Sila”.
2.        H. Muhammad Yamin menulis (ejaan) dengan “Pantja-Sila”.
3.        Ketetapan MPR IV 1973 (Garis Besar Haluan Negara) menuliskan dengan “PANCASILA” atau “Pancasila”.[5]
4.        Sesuai dengan dasar (yuridis) yang aktuil maka kita menggunakan penulisan “Pancasila” seperti antara lain tercantum dalam TAP MPR IV/!1973 Bab I Sub D angka 1 e.
5.        Theoritis cara penulisan demikian dimaksudkan supaya Pancasila itu dilihat sebagai kebulatan atau kesatuan 5 asas.
 
2.        Perumusan-perumusan
Yang dimaksud dengan perumusan disini ialah susunan kata-kata dan akar-akar kalimat serta urutan-urutan pancasila itu.
“Kemudian daripada itu untuk membentuk seuatu pemerintah Negara Indonesia yang dilindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam sutu undang-undang dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[6]
Perumusan Pancasila itu menurut beberapa dokumen sejarah tidak sama sekali, mengalami perubahan-perubahan baik urutannya maupun kata-katanya.
Berturut-turut dapat dilihat dalam:
a.        Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945.
b.       Piagam Jakarta, 22 Juni 1945.
c.        Pembukaan UUD 1945, 18 Agustus 1945 (Berita Republik Indonesia 11-7)
d.       Mukaddimah Konstitusi RIS, 31 Januari 1950 (Kepres RIS tahun 1950 No. 48 L.N. 50-3)
e.        Mukaddimah UUD sementara Republik Indonesia (UU 15 Agustus 1950-No. 7 L.N 50-56)
f.         Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ’kembali kepada UUD 1945’ yang pada alenia kelima konsidenin menyatakan bahwa:
“Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut”.[7]
 
3.        Lahirnya Pancasila dan Piagam Jakarta
a.        Lahirnya Pancasila adalah penamaan pidato Ir. Soekarno selaku anggota BPUPKI yann diucapkan pada sidangnya yang pertama 28-1 Juni1945 di Jakarta. Siding itu dipimpin oleh Dr. K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua, yang atas permintaan badan agar badan itu merumuskan dasar-dasar dan tujuan filosopis.
b.       Tanggal 22 Juni 1945 lahirlah “Piagam Jakarta” sebagai hasil pertemuan penadapat (meeting of mind_ dari 9 orang tokoh-tokoh Nasional yang diketuai Ir. Soekarno, wakilnya Drs. Muh. Hatta, sedangkan anggota-anggota lainnya dianggap mewakili golongan, agama, suku, dan sebagainya di Indonesia.
Piagam Jakarta itu mempunyai arti penting dalam sejarah Indonesia, oleh karena:
1.        Bagian dari piagam itu merupakan bagian dari Proklamasi 17Agustus 1945.
2.        Sebagian lainnya masuk ke dalam Mukaddimah (preambule) UUD 1945.
3.        Perumusan baru dari Pancasila yang pada pokoknya termasuk dalam pembukaan dan Mukaddimah UUD yang pernah ada di Indonesia.
4.        Dinyatakan menjiwai UUD 1945 oleh Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 yang hingga sekarang merupakan dasar hukum bagi berlakunya kembali UUD 1945.[8]
 
4.        Beberapa Ujian Terhadap Pancasila
Beberapa rintangan terhadap perkembangan Negara dan sekaligus merupakan ujian terhadap Pancasila, diantaranya dapat disebutkan di bawah ini:
a.        Perlawanan bersenjata (terhadap Jepang, Sekutu dan Belanda)
b.       Perlawanan terhadap Belanda
c.        Perlawanan terhadap Sekutu
d.       Persetujuan Linggarjati
e.        Agresi Belanda I
f.         Persetujuan Renville
g.       Peristiwa Madiun
h.       Agresi Belanda ke-II
i.         Perlawanan Gerilya
j.         Gangguan-gangguan keamanan
k.        Pergolakan PRRI/Permesa
l.         Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965
m.      Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI)
n.       Kebangkitan Generasi Muda, Angkatan 66.
 
5.        Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Way of life, Weltanschaung, Wereldbesohouwing, pandangan hidup, pegangan/pedoman hidup, pandangan dunia adalah istilah lain dari Pancasila.
Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan. Dalam kehidupan sesuatu bangsa adanya pandangan hidup sangat diperlukan.
Sebab dengan pandangan hidup sesuatu bangsa akan:
●        Memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan menentukan arah serta cara bagaimana bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, sehingga tidak terombang-ambing dalam mengahadapi persoalan-persoalan besar, baik yang datang dari dalam masyarakat/bangsanya maupun dari luar.
●        Memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
●        Mempunyai pedoman bagaimana bangsa itu membangun dirinya.
Sebagai pandangan hidup Pancasila merupakan kristalisasi dan nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai tersebut tidak lain adalah:
●        Nilai dan jiwa ketuhanan-keagamaan
●        Nilai dan jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab
●        Nilai jiwa dan persatuan
●        Nilaidan jiwa kerakyatan-demokrasi
●        Nilai dan jiwa yang berkeadilan sosial
 
 
6.        Hubungan Pancasila, Proklamasi, dan Pembukaan UUD 1945
a.        Hubungan antara Pancasila dan Proklamasi
Apabila diperhatikan dengan seksama perjuangan bangsa Indonesia mewujudkan Negara RI yang merdeka, dengan Proklamasi Kemerdekaan, unsur-unsur Pancasila telah menjiwai dan mendasari semangat dan perjuangan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan antara lain sebagai berikut:
1.        Unsur ketuhanan
2.        Unsur kemanusiaan
3.        Unsur persatuan
4.        Unsur kerakyatan
5.        Unsur keadilan sosial 
 
b.       Hubungan antara Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945
Mengenai hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 dapat dikemukakan bahwa antara keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, baik ditinjau dari proses terjadinya maupun dari segi isinya.
1.        Ditinjau dari Segi Proses Terjadinya
Terwujudnya naskah Proklamasi Kemerdekaan tidak terlepas dari naskah rancangan Pembukaan UUD yang dipersiapkan oleh Badan Penyelidik dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.[9] Selanjutnya kedua naskah itu pada tahap akhir disusun dan ditetapkan oleh Panitia Kemerdekaan Indonesia yang sering disebut sebagai pembentuk negara.
2.        Ditinjau dari Segi Isinya
Dilihat dari isi (pengertian) yang terkandung di dalamnya, pada pokoknya Proklamasi Kemerdekaan memuat 2 hal, yaitu:
a.  Pernyataan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, terlukis dari kalimat pertama naskah Proklamasi (Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia).
b. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan berhubungan dengan pernyataan kemerdekaan itu, dilukiskan dalam kalimat kedua naskah Proklamasi (Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya)
 
 
BAB III
PENUTUP
 
Simpulan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang berfungsi sebagai tolak-ukur bagi setiap perbuatan bangsa di dalam segala aspeknya, baik aspek hidup dan kehidupan yang bersifat pribadi atau individual maupun sosial, bagi hidup dan kehidupan budayanya, hidup dan kehidupan bernegaranya, hidup dan pandangan etika atau estetikanya; dan juga tolak-ukur bagi pandangan manusia Indonesia terhadap sesama manusia Tuhan yang Maha Esa sebagai pembuat hidup.
Menurut tinjauan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, maka setiap aspek tersebut hanya merupakan sebagian saja dari satu keseluruhan hidup dan kehidupan ini. Oleh karena itu, maka misalnya pandangan manusia Indonesia tentang keindahan tidak akan lepas dari pandangannya tentang manusia, lingkungan sekitarnya berupa flora, fauna dan alam, fisik serta sosialnya, yang memberikan ruang dan pengaruh secara timbal balik, demi kesempurnaannya masing-masing.
Di dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup bangsa yang merupakan tolak-ukur bagi hidup dan kehidupan, maka Pancasila oleh bangsa Indonesia dijadikan landasan kebudayaan, landasan pendidikan, landasan hidup bernegara, landasan hidup kepartaian dan kekaryaan, landasan hidup beragama dan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, landasan pembinaan hukum Nasional, landasan hidup perekonomian dan lain sebagainya sebagai perwujudan-perwujudan khususnya.
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
●        Syahar, S.H, Drss. H. Syardus. Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia. Bandung: Alumni, 1975.
●        Kamsil, S.H, Drs. C. S. T. Pancasila dan UUD 1945 Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PRADNYA, 1975.
●        Jarmanto. Pancasila Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis. Yogyakarta: LIBERTY, 1982.
●        Daman, Rozikin. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

[1] Syahar, Syardus, Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia, Bandung: Alumni, 1975
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Pancasila Dasar Falsafah Negara 

Senin, 04 Februari 2013

Perkembangan Budaya Akademik Di Kalangan Mahasiswa

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tujuan dan arah pendidikan Tinggi di Indonesia seperti yang tertuang pada Bab II pasal 2 Keputusan Menteri Pendidikan No.232/U/2000 adalah menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya kasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan dan memperkaya kebudayaan nasional. Ini berarti kinerja akademik dituntut dilaksanakan secara kompetitif dengan kualitas unggul. Kinerja akademik yang tidak berorientasi pada kualitas unggul, tidak saja akan tertinggal dalam persaingan tetapi juga akan bergantung pada dunia luar yang lebih maju.
Perubahan lingkungan dan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, membawa dampak pada perubahan di bidang pendidikan nasional pada umumnya dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Perkembangan masyarakat yang semakin komplek menuntut Perguruan tinggi memiliki dan mengembangkan budaya akademik yang dapat membentuk mahasiswa agar memiliki jatidiri dan kompetensi dibidangnya. Menurut Tylor, sebagai mana dikutip oleh Brown (1871), budaya adalah ”the complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” (sekumpulan pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat, kapabilitas, dan kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu). Dengan demikian budaya akademik berarti apa yang dipelajari oleh mahasiswa selama periode waktu tertentu dari Universitas, Fakultas atau Jurusannya. Pengembangan budaya akademik ini didasarkan atas dua tantangan yang selalu dihadapi oleh pendidikan tinggi dalam penyelenggaraan pendidikannya yaitu tantangan yang bersifat internal dan eksternal.
Tantangan faktor internal menunjuk pada adanya perubahan sumberdaya manusia hasil didikan Perguruan Tinggi yang semata-mata tidak hanya berdasarkan pada persyaratan penguasaan ilmu dan ketrampilan, tetapi juga pada persyaratan sikap dan semangat belajar, pengenalan bidang lapangan pekerjaan dan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikannya
serta adanya semangat otonomi sesuai dengan UU No.32 tahun 2004. Sedangkan tantangan yang bersifat eksternal menunjuk pada adanya persaingan tenaga kerja yang menglobal, tuntutan pendidikan tinggi yang humanis, internasionalisasi pendidikan yang bersifat lintas negara yang dalam era globalisasi disebut dengan istilah 'etnoscapes'.
Guna mencapai tujuan pendidikan, salah satu fator penting dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi harus didukung oleh sistem organisasi pendidikan yang baik, sarana dan prasarana yang memadai (kualiatas SDM dan fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung proses belajar dan mengajar), juga dipengaruhi oleh fator kurikulum yang tepat.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak maju bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan tentang kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung oleh pihak-pihak yang saling terkait, memiliki komitmen dan rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan budaya akademik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian budaya akademik?
2. Bagaimana membangun budaya akademik?
3. Bagaimana konsep dan ciri-ciri perkembangan budaya akademik?
4. Seperti apa tradisi akademik itu?
5. Bagaimana kebebasan akademik itu?
6. Bagaimana kesadaran kritis dan budaya akademik itu?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian budaya akademik
2. Mengetahui bagaimana membangun budaya akademik
3. Mengetahui bagaimana konsep dan ciri-ciri perkembangan budaya akademik
4. Mengetahui seperti apa tradisi akademik itu
5. Mengetahui bagaimana kebebasan akademik itu
6. Mengetahui bagaimana kesadaran kritis dan budaya akademik itu

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BUDAYA AKADEMIK
1. Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
2. Definisi Akademik
Kata akademik berasal dari bahasa Yunani yakni academos yang berarti sebuah taman umum (plasa) di sebelah barat laut kota Athena. Nama Academos adalah nama seorang pahlawan yang terbunuh pada saat perang legendaris Troya. Pada plasa inilah filosof Socrates berpidato dan membuka arena perdebatan tentang berbagai hal. Tempat ini juga menjadi tempat Plato melakukan dialog dan mengajarkan pikiran-pikiran filosofisnya kepada orang-orang yang datang. Sesudah itu, kata acadomos berubah menjadi akademik, yaitu semacam tempat perguruan. Para pengikut perguruan tersebut disebut academist, sedangkan perguruan semacam itu disebut academia (Fajar, 2002). Berdasarkan hal ini, inti dari pengertian akademik adalah keadaan orang-orang bisa menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran, ilmu pengetahuan, dan sekaligus dapat mengujinya secara jujur, terbuka, dan leluasa.
3. Pengertian Budaya Akademik
Budaya akademik (Academic culture),  Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut.
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa (Fajar, 2002). Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.

B. MEMBANGUN BUDAYA AKADEMIK
Di tahun 1997 yang lalu, masalah budaya akademik yang cenderung sulit berkembang di perguruan tinggi Indonesia, telah menjadi topik perbincangan. Beberapa pakar pendidikan meyakini bahwa kemunduran kultur akademik bukan hanya karena pengaruh birokrasi pendidikan tetapi juga akibat keadaan internal perguruan tinggi itu sendiri. Di antaranya yang menjadi bahan polemik adalah masalah mataramisme yang mendarah daging dalam interaksi sosiologis di setiap perguruan tinggi.
Hak milik yang paling berharga bagi suatu perguruan tinggi adalah kebebasan, otonomi, dan budaya akademik (academic culture). Milik yang paling berharga ini menyadarkan kita akan misi undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peraturan pemerintah nomor 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan PP nomor 61 tahun 1999 tentang pergruruan tinggi negeri sebagai badan hukum (BHMN). Landasan konstiutusional itu merupakan nilai yang harus dijaga, dibangun, dan dikembangkan secera terencana, terarah, dan berkesinambungan. Dalam hal ini, perguruan tinggi mempunyai karakteristik yang khas dan harus menjadi panutan pihak luar.
Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civilized society) dan bangsa secara keseluruhan. Indikator kualitas PT sekarang dan terlebih lagi pada milenium ketiga ini akan ditentukan oleh kualitas civitas akademika dalam mengembangkan dan membangun budaya akademik ini.
Jika sosialisasi tersebut dilakukan secara kontinu, maka ia akan menjadi sebuah tradisi dan budaya bagi individu-individu dalam masyarakat kampus. Norma-norma akademik merupakan hasil dari proses belajar dan latihan dan bukan merupakan bawaan lahir.
Bagi dosen, untuk mencapai derajat akademik guru besar, ia harus membudayakan dirinya untuk melakukan tindakan akademik pendukung tercapainya derajat guru besar itu. Ia harus melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran dengan segala perangkatnya dengan baik, dengan terus memburu referensi mutakhir. Ia harus melakukan penelitian untuk mendukung karya ilmiah, menulis di jurnal-jurnal ilmiah, mengikuti seminar dalam berbagai tingkat dan forum, dan lain-lain. Ia juga harus melakukan pengabdian pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan masyarakat.
Bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik itu ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk memburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dan sebagainya. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan memperoleh nilai-nilai normatif akademik. Boleh jadi ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut di depan forum namun tanpa proses belajar dan latihan norma-norma itu tidak pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu -- baik disadari maupun tidak disadari.
Mungkin juga yang terjadi nilai-nilai akademik hanya menyentuh ranah kognitif, tidak sampai menyentuh ranah afektif dan psikomotorik. Fenomena semacam ini dapat saja terjadi pada seorang akademisi, yang selamanya hanya menitipkan nama dalam melaksanakan kuliah, penulisan karya ilmiah, penelitian, pengabdian masyarakat, dan akhir-akhir ini sering terjadi pembelian gelar akademik yang tidak jelas juntrungnya.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa PT berperan secara instrumental dalam mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan ipteks dan budaya dalam pengertian yang luas.
Sebagaimana tersurat dalam PP No. 60 Tahun 1999 pasal 2 bahwa PT sebagai subsistem pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut: (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ipteks; (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ipteks serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Peranan pengembangan kebudayaan ini bukan hanya tercermin dalam kesempatan sivitas akademika untuk mempelajari dan mengapresiasi budaya pertunjukan melainkan juga pengembangan dan apresiasi budaya perilaku intelektual dan moral masyarakat akademik dalam menyongsong keadaan masa depan.
Pembinaan dan pengembangan apresiasi disiplin, rasa tanggung jawab, keinginan menghasilkan suatu karya inovatif dan kreatif yang terbaik dan sebagainya seringkali dengan efektif diwujudkan melalui pengembangan contoh keteladanan. Keinginan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, terjadinya suasana dan budaya akademik sesama sivitas akademika dan sebagainya dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran internal pada masing-masing sivitas akademika.

C. KONSEP DAN CIRI-CIRI PERKEMBANGAN BUDAYA AKADEMIK
Budaya Akademik adalah “Budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik” Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya:
1. Penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif;
2. Pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral;
3. Kebiasaan membaca;
4. Penambahan ilmu dan wawasan;
5. Kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat;
6. Penulisan artikel, makalah, buku;
7. Diskusi ilmiah;
8. Proses belajar-mengajar, dan
9. Manajemen perguruan tinggi yang baik

D. TRADISI AKADEMIK
Tradisi Akademik adalah “Tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa; menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik.”
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi (Kaelan, 2004). Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik, yang terdiri dari :
1. Kritis, yang berarti setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
2. Kreatif, yang berarti setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.
3. Obyektif, yang berarti kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
4. Analitis,  yang berarti suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.
5. Konstruktif, yang berarti suatu kegiatan ilmiah yang merupakan budaya akademik harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.
6. Dinamis, yang berarti ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus.
7. Dialogis, artinya dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta mendiskusikannya.
8. Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
9. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari suatu kegiatan ilmiah.
10. Bebas dari prasangka, yang berarti budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
11. Menghargai waktu,  yang berarti masyarakat intelektual harus senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin,  terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
12. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, yang berarti masyarakat akademik harus benar-benar memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.
13. Berorientasi ke masa depan,  artinya suatu masyarakat akademik harus mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan rasional.
14. Kesejawatan/kemitraan, artinya suatu masyarakat ilmiah harus memiliki rasa persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik.
Oleh karena itu budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai  tradisi almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.

E. KEBEBASAN AKADEMIK
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86).
“Kebebasan Akademik” berurat-berakar mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik –tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994, Daedalus Winter 1997, Poch 1993, Watch 1998, Worgul 1992).
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di  era pemerintahan Suharto (lihat Watch 1998). Kini kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak terbatas  dan “tak bertanggungjawab,” sampai pada pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat. Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi
1. Penerbitan buku tertentu;
2. Pengembangan studi tentang ideologi tertentu; dan
3. Pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau negara.

F. KESADARAN KRITIS DAN BUDAYA AKADEMIK
Merujuk pada  redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan akademis untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya. Sedangkan secara  harfiah,    mahasiswa” terdiri dari dua kata, yaitu Maha yang berarti tinggi dan Siswa    yang berarti subyek pembelajar sebagaimana pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah etimologis menjelaskan pengertian mahasiswa sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/ universitas.
Namun jika kita memaknai mahasiswa sebagai subyek pembelajar saja, amatlah sempit sebab meski diikat oleh suatu definisi  study, akan tetapi mengalami perluasan makna mengenai eksistensi dan peran yang dimainkandirinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, mahasiswa tidak lagi diartikan hanya sebatas subyek pembelajar (study), akan tetapi ikut mengisi  definisi learning. Mahasiswa adalah seorang pembelajar yang tidak hanya duduk di bangku kuliah kemudian mende ngarkan tausiyah dosen, lalu setelah itu pulang dan menghapal di rumah untuk menghadapi ujian tengah semester atau Ujian Akhir semester. Mahasiswa dituntut untuk menjadi seorang simbol pembaharu dan inisiator perjuangan yang  respect dan tanggap terhadap isu-isu sosial serta permasalahan umat manusia.
Apabila kita melakukan kilas balik, melihat sejarah, peran mahasiswa acapkali mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari penjajahan hingga kini masa reformasi mahasiswa bukan hanya menggendong tas yang berisi buku, tapi mahasiswa turut angkat senjata demi kedaulatan bangsa Indonesia. Dan telah menjadi rahasia umum, bahwasanya mahasiswa lah yang menjadi pelopor restrukturisasi tampuk kepemimpinan NKRI pada saat reformasi 1998. Peran yang diberikan mahasiswa begitu dahsyat, sehingga sendi-sendi bangsa yang telah rapuh, tidak lagi bisa ditutup-tutupi oleh rezim dengan status quonya, tetapi bisa dibongkar dan dihancurkan oleh Mahasiswa.
Mencermati alunan sejarah bangsa Indonesia, hingga kini tidak terlepas dari peran mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa dapat dikategorikan sebagai  Agent of social change  (Istilah August comte) yaitu perubah dan pelopor ke arah perbaikan suatu bangsa. Kendatipun demikian, paradigma semacam ini belumlah menjadi kesepakatan bersama antar mahasiswa (Plat form), sebab masih ada sebagian  madzhab  mahasiswa yang apriori ( cuek ) terhadap eksistensi dirinya sebagai seorang mahasiswa, bahkan ia tak mau tahu menahu tentang keadaan sekitar lingkungan masyarakat ataupun sekitar lingkungankampusnya sendiri. Yang terpenting buat mereka adalah duduk dibangku kuliah menjadi kambing conge dosen, lantas pulang duluan ke rumah.
Inikah  mahasiswa? Padahal, mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis, logis, berkemauan tinggi,  respect dan tanggap terhadap permasalahan umat dan bangsa, mau bekerja keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian yang tinggi) untuk menyatakan kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat serta spiritualis dan konsisten dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ketauhi dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar gelar akademis atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan mendapat penghargaan cumlaude, lebih dari itu mahasiswa harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau paling tidak dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu kemauan untuk mengembangkan civitas/ perguruan tinggi dimana ia  kuliah. Misalnya dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu Organisasi intra kampus ( BEM dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada pembangunan bangsa.

BAB III
SIMPULAN

Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian. Membangun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut.
Di tahun 1997 yang lalu, masalah budaya akademik yang cenderung sulit berkembang di perguruan tinggi Indonesia, telah menjadi topik perbincangan. Beberapa pakar pendidikan meyakini bahwa kemunduran kultur akademik bukan hanya karena pengaruh birokrasi pendidikan tetapi juga akibat keadaan internal perguruan tinggi itu sendiri. Di antaranya yang menjadi bahan polemik adalah masalah mataramisme yang mendarah daging dalam interaksi sosiologis di setiap perguruan tinggi.
Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civilized society) dan bangsa secara keseluruhan. Indikator kualitas PT sekarang dan terlebih lagi pada milenium ketiga ini akan ditentukan oleh kualitas civitas akademika dalam mengembangkan dan membangun budaya akademik ini.
Budaya Akademik adalah “Budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik” Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik.”
Tradisi Akademik adalah “Tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa; menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik.”
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus
senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi.
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis.
Mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis, logis, berkemauan tinggi,  respectdan tanggap terhadap permasalahan umat dan bangsa, mau bekerja keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian yang tinggi) untuk menyatakan kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat serta spiritualis dan konsisten dalam mengaktualisasikan nilai-nilaiketauhidan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar gelar akademis atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan mendapat penghargaan cumlaude, lebih dari itu mahasiswa harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau paling tidak dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu kemauan untuk mengembangkan civitas/ perguruan tinggi dimana ia  kuliah. Misalnya dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu Organisasi intra kampus ( BEM dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada pembangunan bangsa.



DAFTAR PUSTAKA

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Fajar. Mahasiswa dan Budaya Akademik. 2002. Bandung, Rineka.
http://maknaartikel.blogspot.com/2010/01/budaya-akademik/survei.html
http://blogkita.info/budaya-akademik-2/
Kaelan, M,S. Pendidikan Pancasila. Edisi 8. 2004. Yogyakarta: Paradigma
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi;
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 178/U/2001 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Pendidikan Tinggi
Pengembangan Kurikulum Program S 1 FISIP UNP AD Tahun 2000 -2006

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites