BAB I
PENDAHULUAN
Sosok kepribadian seorang guru adalah sebagai suri tauladan yang patut diteladani dalam berbagai hal, terutama tidak hanya dalam hal pengetahuan yang dimiliki dan yang diberikan kepada siswa saja, tetapi juga dalam hal bertutur kata dan berprilaku.
Oleh karena itu pribadi guru harus baik secara lahiriah (fisik) maupun secara batiniah (mental). Menjalankan profesi seorang guru memerlukan pemahaman dan penerapan sikap-sikap seorang pendidik yang profesional. Keprofesionalan seorang guru tidaklah terbentuk dengan sendirinya, namun perlu pemahaman, perenungan dan melatih diri untuk bersikap profesional.
Dalam makalah ini dibicarakan pengertian sikap profesional; sasaran sikap profesional terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan; serta bagaimana pengembangan sikap profesional itu harus dilaksanakan. Seorang guru harus mengetahui bagaimana dia bersikap yang baik terhadap profesinya, dan bagaimana seharusnya sikap profesi itu dikembangkan sehingga mutu pelayanan setiap anggota kepada masyarakat makin lama makin meningkat.
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan:
1. Memahami pengertian sikap profesional guru.
2. Memahami, menghayati, dan mengamalkan sikap profesionalnya, kelak bila menjadi guru.
BAB II
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
A. Pengertian
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan terhadap: (1) Peraturan perundang-undangan, (2) Organisasi profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.
B. Sasaran Sikap Profesional
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: "Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan" (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segalu peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukkan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dah sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, di mana unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggotanya. Siapakah yang dimaksud dengan organisasi itu? Jelas yang dimaksud bukan hanya ketua, atau sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu, semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah dilegalisasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan mutunya. Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan. dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi dapat juga dilakukan setelah yang bersangkulan lulus dan pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat dilakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan itu pun beragam sesuai dengan yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilakukan secara bersama atau berkelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-II guru-guru sekolah dasar, dan program penyetaraan D-III guru-guru SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa "Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial." Ini berarti bahwa: (1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan/ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan.
a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti diketahui, dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa orang guru ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis di antara sesama personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan semua personel sekolah lainnya. Semua personel sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik di sekolah tersebut.
Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979). Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan lainnya.
b. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Kalau kita ambil sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung. Dengan ucapan ini para dokter menganggap profesi mereka sebagai suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Sebagai saudara mereka wajib membantu dalam kesukaran, saling mendorong kemajuan dalam bidang profesinya, dan saling menghormati hasil-hasil karyanya. Mereka saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profesinya.
Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran.
1. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangitn karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga beirmoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa
2. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: (a) guru sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari Kode Etik yang berbunyi: "Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar." Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.
3. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai ke menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah
4. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alarni mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih satu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik ia committed dengan pekerjaannya. la harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru hams selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam ha! ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya,
guru selalu dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya.
Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui mass media seperti televisi, radio, majalah ilmiah, koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya.
C. Pengembangan Sikap Profesional
Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan siuap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yarg telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan, baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, /sikap, dan keterampilan yang diperlukan daluni pekerjaannya ,nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dari jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan, pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) yang diberikan kepada siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangkan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.
D. Peran dan Tanggung Jawab Guru
Berikut ini akan dijelaskan peran dan tanggung jawab guru.
1. Peran Guru
Umumnya dibedakan 3 macam peran guru:
a. Peran Profesional.
b. Peran Personal.
c. Peran Sosial.
a. Peran Profesional
Peran profesional menjadikan guru memiliki peranan profesi (professional role). Yang termasuk peranan profesional itu ialah:
1. Seorang guru yang diharapkan menguasai pengetahuan yang didharapkan sehingga ia dapat memberi kegiatan kepada siswa dengan berhasil baik.
2. Seorang pengajar yang menguasai psikologi tentang anak.
3. Seorang penanggungjawab dalam membina disiplin.
4. Seorang penilai dan konselor terhadap kegiatan siswa.
5. Seorang pengemban kurikulum yang sedang dilaksanakan.
6. Seorang penghubung antara sekolah dengan masyarakat, orangtua.
7. Seorang pengajar yang terus menerus mencari (menyelidiki) pe ngetahuan yang baru dan ide-ide yang baru untuk memperlengkapi informasinya.
(Marion Edman, hal. 12).
b. Peran Personal
Ia melihat dirinya seorang pemberi contoh dalam hubungan ini P. Wiggens dalam bukunya "Student Teacher in Action" menulis tentang potret diri seorang pendidik. la menggambarkan seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Kalau seorang melihat dirinya (self concept). Maka yang nampak bukan satu pribadi yaitu saya dengan:
1. Saya dengan diri saya sendiri.
2. Saya dengan self ideal saya sendiri.
3. Saya dengan self concept saya sendiri.
c. Peran Sosial
Seorang guru adalah seorang penceramah zaman (Langeveld). Karena posisinya dalam masyarakat, maka tugasnya lebih dari tugas profesional yang telah disebutkan diatas. La juga harus punya komitmen dan konsern terhadap masyarakat dalam peranannya sebagai warga negara dan sebagai agen pembaharuan. Atau seorang penceramah masa depan.
Morion Edman mengungkapkan seringkali terjadi hal yang kontradiksi, pada satu pihak diharapkan untuk menjadi pemimpin tapi pada saat yang sama ia diharapkan menjadi seorang pengikut yang taat.
Pada satu saat ia diminta tetap mempertahankan nilai-nilai dasar yang harus ditaati tapi pada saat yang sama ia diharapkan menjadi pembaharu atau innovator dari kemajuan zaman. Pada satu saat diha rapkan dianggap sebagai anggota dari masyarakat, tapi pada saat yang sama ia dituntut juga untuk memilih keadaan masyarakat, pada satu saat ia dituntut menjadi teladan yang benar (harapan) pada saat yang sama ia harus membela hak-hak kemanusiaan.
2. Tanggung Jawab Guru
Tanggung jawab selalu berhubungan dengan tugasnya. Tugas seorang guru adalah mengajar, melatih, membimbing, membina dan mendidik.
Nampaknya guru lebih banyak menekankan kepada tanggung jawab mengajar, artinya guru bertanggung jawab lebih banyak pada aspek kognitif. Guru bukan saja bertanggung jawab terhadap aspek pengetahuan tetapi juga terhadap aspek mendidik kepribadian anak misalnya mendidik dalam hal disiplin, tanggung jawab dan kemandirian.
Tanggung jawab guru misalnya dalam mengembangkan disiplin dikelas. Pernah terlihat anak di Sekolah Dasar, waktu bel berbunyi guru masih bercakap-cakap dengan rekannya dan ketua kelas memberi aba-aba, semua siap, lancang depan, maju jalan, sementara barisan masih kacau dan ribut. Guru membiarkan saja tanpa ada usaha memperbaiki. Pada hal tanggung jawab guru terhadap disiplin perlu dibina sejak dini di Sekolah Dasar. Berbicara tentang disiplin kelas ini, Jones dan Jones pernah menegaskan tanggung jawab disiplin di kelas sebaai berikut:
Responsible classroom dicipline is based upon developing an understanding of the needs and goals expressed by both the teacher and the learner and creating a clear phylosophy of teaching that effective by responds to these needs.
(Tanggung jawab terhadap disiplin di kelas didasarkan atas pengertian terhadap kebutuhan dan tujuan baik oleh guru maupun murid dan atas penciptaan wawasan yang jelas terhadap pengajaran, yang secara efektif bertanggung jawab terhadap kebutuhan itu).
Ada hubungan yang erat antara tugas guru mengajar dengan tanggung jawab guru terhadap disiplin kelas. Tugas guru menurut Jones, tugas guru di samping mengajar tapi juga menciptakan lingkungan belajar yang positif dan bersifat memberi suport terhadap iklim berakar melalui ketrampilan mengajar yang efektif. Dengan demikian akan dapat menguji perilaku anak yang menimbulkan problem.
Sebagai contoh kalau seorang anak teramat nakal di masyarakat yang selalu bertanya anak itu bersekolah di mana siapa gurunya?
Salah satu tugas yang cukup berat ialah bertanggung jawab terhadap tantangan dan tuntutan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Pengembangan Sikap Profesional diantaranya:
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
2. Pengembangkan Sikap Selama dalam Jabatan
Peran guru umumnya ada 3, yaitu: Peran profesional, peran personal, dan peran sosial
Tanggung jawab guru adalah mengembangkan disiplin dikelas, di samping mengajar, juga menciptakan lingkungan belajar yang positif, disiplin dan bersifat memberi support.
DAFTAR PUSTAKA
● Hermawan. 1997. Etika Keguruan, Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: PT. Margi Wahyu.
● PGRI. 1997. Buku Kenang-kenangan Kongres PGRI XIII 21-25 November 1973 dan HUT PGRI XXIII. Jakarta: PGRI.
● Rakliskosasi, Soetjipto. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.