BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Setiap
kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan
secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dalam pendidikan, diperlukan
adanya program yang terencana dan dapat menghantar proses pendidikan sampai
pada tujuan yang diinginkan. Proses,
pelaksanaan, sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah
“kurikulum pendidikan”.
Kurikulum
merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat pendidikan.
Setiap
pendidik harus memahami perkembangan kurikulum, karena merupakan suatu
formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan, dalam
kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan membantu siswa dalam
mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual, emosional, dan sosial
keagamaan dan lain sebagainya.
Dengan
memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan
pembelajaran, methode, tekhnik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran
yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan
sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik,
intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang
pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya.
Pada
telaah pembahasan makalah ini akan dibahas kurikulum pendidikan Islam, artinya
kurikulum yang digunakan pada pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana karakteristik kurikulum
pendidikan Islam?
2.
Bagaimana orientasi kurikulum
pendidikan Islam?
3.
Bagaimana isi kurikulum pendidikan
Islam?
4.
Bagaimana sistem penjenjang
kurikulum pendidikan Islam?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui karakteristik kurikulum pendidikan
Islam
2.
Mengetahui orientasi kurikulum
pendidikan Islam
3.
Mengetahui isi kurikulum pendidikan
Islam
4.
Mengetahui sistem penjenjang
kurikulum pendidikan Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum
pendidikan Islam memiliki ciri-ciri umum, sebagai berikut:
1.
Agama
dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan dan di amalkan harus
berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijtihad para ulama.
2.
Mempertahankan
pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi
intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
3.
Adanya
keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan
pengajaran.
Disamping
itu kurikulum pendidikan Islam juga memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya:
1.
Dalam
kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan anak didik untuk
bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal dari ajaran
Islam.
2.
Kurikulum
hrus disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk yang memiliki keyakinan
kepada Tuhan.
3.
Kurikulum
yang disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
4.
Mengarahkan
minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan akliah anak didik serta
keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan konkret.
5.
Pembinaan
akhlak anak didik, sehingga pergaulannya tidak
keluar dari tuntunan Islam, dan
6.
Tidak
ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam senantiasa relevan
dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penerapannya di dalam kehidupan masyarakat.
Oleh
karena itu dapat dikatakan, bahwa sebagai inti dari ciri-ciri kurikulum
pendidikan Islam adalah kurikulum yang dapat memotivasi siswa untuk berakhlak
atau berbudi pekerti luhur, baik terhadap Tuhan, terhadap diri dan lingkungan
sekitarnya.
B.
Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut
pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang
studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pada dasarnya, orientasi
kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu:
1.
Orientasi
pada pelestarian nilai-nilai
Dalam
pandangan Islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai yang turun dari
Allah Swt. Yang disebut dengan nilai Ilahiyyah, dan nilai yang tumbuh dan
berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai Insaniyyah.
Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah
kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya.
Di
sisi lain, nilai-nilai pada suatu masyarakat mengalami perubahan dan pergeseran
dengan nilai-nilai lain. Perubahan dan pergeseran nilai masyarakat, menurut
Amien Rais M., dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Konservatif,
mengarah pada pelestarian nilai-nilai lama yang sudah mapan, sungguhpun nilai
itu irasional.
b.
Radikal-revolusioner,
mengarah pada pencabutan semua nilai sampai akar-akarnya, karena pelestarian
nilai lama itu mengakibatkan stagnasi sosial, iptek, dan lain-lainnya, sehingga
klasifikasi ini cendrung pada “Change for the sake change” yakni mengubah asal
mengubah.
c.
Reformis,
mengarah pada perpaduan antara konservatif dan radikal-revolusioner, yakni
perubahan dan pergeseran nilai dengan perlahan-lahan sesuai tuntunan Rasulullah
SAW.
2.
Orientasi
pada kebutuhan social (social demand)
Masyarakat
yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan
kebudayaan, sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang
pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Orientasi
kurikulum adalah bagaimana memberikan kontribusi positif dalam perkembangan
social dan kebutuhannya, sehinga output di lembaga pendidikan mampu menjawab
dan mengejawantahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
3.
Orientasi
pada tenaga kerja
Manusia
sebagai makhluk biologis memiliki unsur mekanisme jasmani yang membutuhkan
kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya sandang, pangan, dan papan (QS.
Al-Baqarah: 77, QS. Al-Kahfi: 82), dan kebutuhan biologis lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara layak dan salah satu
diantara persiapan untuk pemenuhannya yang layak adalah melalui pendidikan.
Dengan pendidikan, pengalaman dan pengetahuan seseorang dapat bertambah dan
dapat menentukan kualitas dan kuantitas kerjanya. Hal ini karena dunia kerja
dewasa semakin banyak saingan dan jumlah perkembangan penduduk tidak seimbang
dengan penyediaan lapangan kerja. Sebagai konsekuensinya kurikulum pendidikan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja.
4.
Orientasi
pada peserta didik
Orientasi
ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik
yang disesuaian dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Untuk merealisasikan
orientasi pada kebutuhan peserta didik, Benjamin S. Bloom, mengemukakan
taksonomi dengan tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
5.
Orientasi
pada masa depan dan perkembangan IPTEK
Kemajuan
suatu zaman ditandai oleh kemajuan suatu ilmu pengetahuan dan teknologi serta
produk-produk yang dihasilkannya. Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas
dari keterlibatan IPTEK, mulai dari kehidupan yang paling sederhana sampai pada
kehidupan dan peradaban yang paling tinggi. Melihat kondisi seperti itu,
tuntutan kita selanjutnya adalah membuat dan mengaplikasikan kurikulum
pendidikan yang selaras dengan kemajuan IPTEK.
6.
Orientasi
penciptaan lapangan kerja
Orientasi
ini tidak hanya memberikan arahan kepada kurikulum bagaimana menciptakan
peserta didik yang terampil agar dapat mengisi lapangan kerja didalam
masyarakat, tetapi mengingat terbatasnya lapangan kerja, maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta
didik yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja
terutama dirinya dan orang lain. Dengan orientasi ini maka hidupnya tidak menggantungkan diri kepada
orang lain, bahkan orang lain yang menggantungkan hidup kepadanya.
C.
Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Fine
dan Crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa factor yang perlu diperhatikan
dalam perumusan isi kurikulum pendidikan, yaitu:
1.
Waktu
dan biaya yang tersedia
2.
Tekanan
internal dan eksternal
3.
Persyaratan
tentang isi kurikulum dari pusat maupun daerah
4.
Tingkat
dari isi kurikulum yang akan disajikan
Untuk
menentukan kualifikasi isi kurikulum pendidikan Islam, dibutuhkan syarat yang
perlu diajukan dalam perumusannaya, diantaranya:
1.
Materi
yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.
Adanya
relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri
dan ibadah kepada Allah SWT, dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3.
Disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4.
Perlunya
membawa peserta didik kepada obyek empiris, praktek lansung, dan memiliki
fungsi pragmatis, sehingga mempunyai keterampilan-keterampilan yang riil.
5.
Penyusunan
kurikulum bersifat integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala
kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya.
6.
Materi
yang disusun mempunya relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang
sedang dibicarakan, dan relevan dengan tujuan Negara setempat.
7.
Adanya
metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memerhatikan
perbedaan masing-masing individu.
8.
Materi
yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9.
Memperhatikan
aspek-aspek social, misalnya dakwah Islamiyah
10.
Materi
yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga
menjadikan kesempurnaan jiwanya
11.
Memperhatikan
kepuasan pembawaan fitrah, seperti memberikan waktu istirahat dan refresing
untuk menikmati suatu kesenian
12.
Adanya
ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.
Setelah
syarat-syarat itu terpenuhi, disusunlah kurikulum pendidikan Islam. Sebagaimana
yang dikutip oleh Al-Abrasyi, Ibnu Kholdun membagi isi kurikulum pendidikan
Islam dengan dua tingkatan:
1.
Tingkatan
pemula (manhaj ibtida’i)
Materi
kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaranAl-Qur’an dan As-Sunnah, Ibnu
Kholdun memandang bahwa Al-Qur’an merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu
pengetahuan, dan asas pelaksanaan pendidikan Islam. Disamping itu mengingat isi
Al-Qur’an mencakup materi penanaman akidah dan keimanan pada jiwa peserta
didik, serta memuat akhlak mulia, dan pembinaan pribadi menuju perilaku yang
positif.
2.
Tingkat
atas (manhaj ‘ali)
Kurikulum
tingkat ini mempunyai dua kualifikasi, yaitu:
a.
Ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan dzatnya sendiri, seperti ilmu syari’ah yang mencakup
fikih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu bumi dan ilmu filsafat.
b.
Ilmu-ilmu
yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain, dan
bukan berkaitan dengan dzatnya sendiri. Misalnya ; ilmu bahasa
(linguistik), ilmu matematika, ilmu mantik (logika).
Al-Ghazali
membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan
mempertimbangkan jenis dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1.
Ilmu-ilmu
Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya; ilmu fikih, As-Sunnah, tafsir, dan
sebagainya.
2.
Ilmu-ilmu
bahasa sebagai alat untuk mempelajari Al-Qur’an dan ilmu agama.
3.
Ilmu-ilmu
fardu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industry, pertanian,
teknologio, dan sebagainya.
4.
Ilmu-ilmu
cabang yang merupakan cabang ilmu filsafat.
Selain
itu Ibnu Sina membagi ilmu pengetahuan pada dua jenis, yaitu:
1.
Ilmu
nadhari (teoritis) yaitu ilmu alam dan ilmu riyadhi (ilmu urai atau matematika)
dan ilmu ilahi (ketuhanan) yaitu ilmu yang mengandung I’tibar tentang wujud kejadian
alam dan isinya melalui penganalisaan yang jelas dan jujur sehingga diketahui
siapa penciptanya.
2.
Ilmu
amali (praktis), yaitu ilmu yang membahas tingkah laku manusia yang dilihat
dari segi tingkah laku individualnya. Ilmu ini menyangkut ilmu akhlak, ilmu
siasat (politik), filsafat dan berbagai cabangnya yang bertujuan mengetahui
hakikat segala sesuatu menurut kemampuan akalnya.
Klasifikasi
isi kurikulum tersebut berpijak pada kalsifikasi ilmu pengetahuan dengan tiga
kelompok, yaitu:
1.
Kelompok
menurut kuantitas yang mempelajari:
a.
Ilmu
Fardu ‘Ain, yaitu ilmu yang harus
diketahui oleh setiap muslim yang
bersumber dari kitab Allah SWT.
b.
Ilmu
Fardu Kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagaian orang muslim
saja, seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi, misalnya ilmu hitung,
kedokteran, teknik pertanian, industry, dan sebagainya.
2.
Kelompok
menurut fungsinya:
a.
Ilmu
tercela (Madzmumah), yaitu ilmu yang tidak berguna untuk masalah dunia dan
maslah akhirat, serta menimbulkan kerusakan, misalnya sihir, nujun, dan
perdukunan.
b.
Ilmu
terpuji (Mahmudah), yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat menyucikan jiwa dan
menghindarkan hal-hal yang buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri
manusia kepada Allah SWT.
c.
Ilmu
terpuji dalam batas-batas tertentu, dan tidak boleh dipelajari secara mendalam,
karena mendatangkan ateis (ilhad) seperti ilmu filsafat.
3.
Kelompok
menurut sumbernya:
a.
Ilmu
syari’ah, yaitu ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu Ilahi dan dari sabda nabi.
b.
Ilmu
‘aqliyah, yaitu ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan
eksprimen akulturasi.
Isi
kurikulum yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas, masih mencerminkan
dikotomi keilmuan dan masih membeda-bedakan ilmu dari Allah dan ilmu produk
manusia. Padahal dalam epistemology Islam dinyatakan bahwa semua ilmu itu
merupakan produk Allah semata, sedangkan manusia hanya menginterpretasikannya.
Untuk itu Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M.Si dalam
bukunya menawarkan isi kurikulum pendidikan Islam dengan tiga orientasi, yang berpijak
pada firman Allah SWT surah Fusshilat ayat 53 :
óOÎgÎã\y $uZÏF»t#uä Îû É-$sùFy$# þÎûur öNÍkŦàÿRr& 4Ó®Lym tû¨üt7oKt öNßgs9 çm¯Rr& ,ptø:$# 3 öNs9urr& É#õ3t y7În/tÎ/ ¼çm¯Rr& 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky ÇÎÌÈ
“Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan kami) disegenap ufuk
dan pada diri mereka sendiri mereka (anfus), sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ?” (QS. Fusshilat: 53 )
Ayat
tersebut terkandung tiga isi kurikulum pendidikan Islam,yaitu:
1.
Isi
kurikulum yang berorientasi pada “ketuhanan”. Rumusan isi kurikulum yang
berkaitan dengan ketuhanan, mengenal dzat, sifat, perbuatan-Nya, dan relasinya
terhadap manusia dan alam semesta. Bagian ini meliputi ilmu kalam, ilmu
metafisika alam, ilmu fiqh, ilmu akhlak (tasawuf), ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an
dan As-Sunnah (tafsir, mushtholah, linguistic, ushul fiqh, dan sebagainya). Isi
kurikulum ini berpijak pada wahyu Allah SWT.
2.
Isi
kurikulum yang berorientasi pada “kemanusiaan”. Rumusan isi kurikulum yang
berkaitan dengan perilaku manusia, baik manusia sebagai makhluk individu,
makhluk social, makhluk berbudaya dan makhluk berakal. Bagian ini meliputi ilmu politik, ekonomi, kebudayaan, sosiologi,
antropologi, sejarah linguistik, seni, arsitek, filsafat, psikologi,
paedagogis, biologi, kedokteran, pedagangan, komunikasi, administrasi,
matematika, dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat anfusi.
3.
Isi
kurikulum yang berorientasi pada “kealaman”. Rumusan isi kurikulum yang
berkaitan dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang diamanatkan dan
untuk kepentingan manusia. Bagian ini meliputi ilmu fisika, kimia, pertanian,
perhutanan, perikanan, farmasi, astronomi, ruang angkasa, geologi, geofisika,
botani, zoology, biogenetik, dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada
ayat-ayat afaqi.
D.
Sistem Penjenjang Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum
pendidikan Islam bersifat dinamis dan kontinu (berkesinambungan), disusun
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus, terutama masalah kemampuan
inteligensi dan mental paserta didik. Untuk itu sistem penjenjangan kurikulum
pendidikan Islam berorientasi pada kemampuan, pola, irama, perkembangan dan kematangan
mental peserta didik. Dari sini dapat ditentukan bobot materi yang diberikan,
misalnya:
1.
Untuk
tingkat Dasar (Ibtidaiyah), bobot mareri hanya menyangkut pokok-pokok ajaran
Islam, misalnya masalah akidah (rukun iman), masalah syari’ah (rukun Islam),
dan masalah akhlak (rukun Ihsan).
2.
Untuk
tingkat Menengah Pertama (Tsanawiyah), bobot materi mencakup materi yang
diberikan pada jenjang dasar dan ditambah dengan argument-argumen dari dalil
naqli dan dalil aqli.
3.
Untuk
tingkat Menengah Atas (Aliyah), bobot materinya mencakup bobot materi yang
diberikan pada jenjang Dasar dan jenjang Menengah Pertama ditambah dengan
hikmah-hikmah dan manfaat dibalik materi yang diberikan.
4.
Untuk
timgkat Perguruan Tinggi (Jami’iyah), bobot materinya mencakup bobot materi yang
diberikan ketika jenjang Dasar, Menengah Pertama, Menengah Atas dan ditambah
dengan maateri yang bersifat ilmiah dan filosofis.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Kurikulum
pendidikan Islam memiliki ciri-ciri umum, sebagai berikut:
1.
Agama
dan akhlak merupakan tujuan utama.
2.
Mempertahankan
pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi
intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
3.
Adanya
keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan
pengajaran.
Menurut
pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang
studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pada dasarnya, orientasi
kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu:
1.
Orientasi
pada pelestarian nilai-nilai
2.
Orientasi
pada kebutuhan social (social demand)
3.
Orientasi
pada tenaga kerja
4.
Orientasi
pada peserta didik
5.
Orientasi
pada masa depan dan perkembangan IPTEK
6.
Orientasi
penciptaan lapangan kerja
Fine
dan Crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa factor yang perlu diperhatikan
dalam perumusan isi kurikulum pendidikan, yaitu:
1.
Waktu
dan biaya yang tersedia
2.
Tekanan
internal dan eksternal
3.
Persyaratan
tentang isi kurikulum dari pusat maupun daerah
4.
Tingkat
dari isi kurikulum yang akan disajikan
Ibnu
Kholdun membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan:
1.
Tingkatan
pemula (manhaj ibtida’i)
2.
Tingkat
atas (manhaj ‘ali)
Al-Ghazali
membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan
mempertimbangkan jenis dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1.
Ilmu-ilmu
Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya; ilmu fikih, As-Sunnah, tafsir, dan
sebagainya.
2.
Ilmu-ilmu
bahasa sebagai alat untuk mempelajari Al-Qur’an dan ilmu agama.
3.
Ilmu-ilmu
fardu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industry, pertanian,
teknologio, dan sebagainya.
4.
Ilmu-ilmu
cabang yang merupakan cabang ilmu filsafat.
Kurikulum
pendidikan Islam bersifat dinamis dan kontinu (berkesinambungan), disusun
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus, terutama masalah kemampuan
inteligensi dan mental paserta didik. Untuk itu sistem penjenjangan kurikulum
pendidikan Islam berorientasi pada kemampuan, pola, irama, perkembangan dan
kematangan mental peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir.
Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2008.
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya. 2008.
Armai Arief. Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002.
Hasan Basri dan BenI Ahmad Saebani,
Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II). Bandung: Pustaka Setia. 2010.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Kalam Mulia. 2008.
Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2011.