DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kegiatan
pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari
manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya
diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat
bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan
Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai:
“perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang
dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau
pekerjaan dengan memadai”.
Penyelenggaraan
program pelatihan dapat bermanfaat baik untuk sekolah maupun guru. Menurut
Sondang Siagian (1997:183-185) manfaat pendidikan dan pelatihan sekolah
setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan
produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang
serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan
yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga
kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5)
mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang
partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7)
penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan
manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu para guru membuat
keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan
operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri
guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan
guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya
memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang
berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka
pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan
kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9)
makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan
menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya,
pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan pula
tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau
belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep
yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar
tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan
mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam
lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus
terjadi.
Dengan
demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan
sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk
melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu
wujud sekolah sebagai learning organization adalah adanya kemauan belajar dari
para guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui
kegiatan pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada
kalangan siswa semata.
B.
Tujuan
Makalah ini
bertujuan untuk mengetahui Dampak Pendidikan dan Pelatihan profesi guru bagi
kemajuan pendidikan. Tujuan PLPG atau Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
sendiri adalah mendapatkan tanda bukti gelar "Guru Profesional" guna
menambah penghasilan guru melalui tunjangan profesi sebagai peningkatan taraf
ekonomi dan kesejahteraan hidup guru-guru.
Setelah PLPG
atau Pendidikan dan Latihan Profesi Guru tidak ada lagi keegoisan guru yang
mengutamakan sudut pandangnya untuk memaksakan siswa mengikuti cara berpikir
guru, ini tidak sesuai dengan teori belajar, padahal apabila guru itu mampu dan
terampil memandang dari kacamata siswa sudah tentu belajar dan pembelajaran
menjadi lebih mudah, juga akan membuat waktu yang digunakan menjadi lebih
efektif dan efisien.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana peningkatan kemampuan profesional guru
bisa diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang,
yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum
memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi
menjadi terakreditasi. kematangan, kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan
kualifikasi, merupakan ciri-ciri pofesionalisme. Oleh karena itu, peningkatan
kemampuan profesional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru
yang belum profesional menjadi profesional.
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi,
yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu,
selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas,
bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka
harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang
tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugasnya. Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5)
memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi
profesi yang berbadan hukum (UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen).
B.
Strategi Pengembangan Profesi Guru
Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di
abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional
mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b)
untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses
industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang
keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang
berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses
transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan
bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin
meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak
pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun
struktur, akan banyak menuntut pentingnya kerja sama berbagai lingkungan
pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Berangkat dari karakteristik guru untuk masyarakat abad 21
yang akan disimpulkan, antara lain:
- Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah.
- Memiliki kepribadian yang prima.
- Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara
berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain sebagai
berikut:
- Berpartisipasi di dalam pelatihan berbasis kompetensi.
- Berpartisipasi di dalam kursus dan program pelatihan tradisional (termasuk di dalamnya pendidikan lanjut).
- Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya.
- Berpartisipasi di dalam kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah.
- Menghadiri perkuliahan umum atau presentasi ilmiah.
- Melakukan penelitian (khususnya penelitian tindakan kelas).
- Magang.
- Menggunakan sumber-sumber media pemberitaan.
- Berpartisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional.
- Mengunjungi profesional lainnya di luar sekolah.
- Bekerja dengan profesional lainnya di dalam sekolah.
C.
Kompetensi
Guru
Kompetensi guru
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan mutu hasil
pembelajaran disekolah, namun kompetensi guru tidak berdiri sendiri, tetapi
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan lamanya
mengajar. Sebagai standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru dalam
melaksanakan profesinya, pemerintah mengeluarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun
2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Standar kompetensi guru
ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi guru tersebut
bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling
berhubungan dan saling mendukung. Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang
guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan
pedagogik juga ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta
didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta
kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di
masa yang akan datang. Kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi
profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan
bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan
tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Banyak orang
berpendapat yang mengatakan bahwa mutu hasil pembelajaran ditentukan oleh
kompetensi gurunya. Jika kualitas gurunya buruk, maka 60% buruk pula mutu hasil
pembelajarannya. Sebaliknya jika kualitas gurunya baik, maka 60% mutu hasil
pembelajarannya juga baik dan 40% lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor
lainnya. Artinya jika pendidikan ingin maju, maka harus dimulai dulu dari
gurunya.
D.
Pelatihan
untuk Perubahan
Kegiatan
pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari
manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya
diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat
bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan
Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai:
“perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang
dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau
pekerjaan dengan memadai”
Dengan
meminjam pemikiran Sondang Siagian (1997:183-185) ,di bawah ini akan
dikemukakan tentang manfaat penyelenggaraan program pelatihan, baik untuk
sekolah maupun guru itu sendiri.
Bagi sekolah
setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan
produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang
serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan
yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga
kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5)
mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang
partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7)
penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan
manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu para guru membuat
keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan
operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri
guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan
guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya
memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang
berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka
pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan
kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9)
makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan
menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya,
pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan pula
tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau
belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep
yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar
tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan
mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam
lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus
terjadi.
Dengan
demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan
sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk
melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu
wujud sekolah sebagai learning organization adalah adanya kemauan belajar dari
para guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui
kegiatan pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada
kalangan siswa semata.
E.
Dampak
Pendidikan dan Pelatihan bagi Guru
Isu mengenai
program pembinaan profesi guru melalui pelatihan telah diungkapkan oleh Suastra
(2006), dengan mengacu pada empat jenis program unggulan yaitu (1) program
peningkatan kualitas pembelajaran melalui pelatihan dan pelaksanaan
pembelajaran dan asesmen inovatif atau pelatihan dan pelaksanaan lesson study,
(2) program peningkatan produktivitas ilmiah guru melalui pelatihan dan
pelaksanaan penelitian tindakan kelas, (3) program peningkatan kualifikasi dan
kompetensi guru melalui studi lanjut ke D4 atau S1, dan (4) program
pengembangan karir guru melalui studi S2. Terkait dengan pembinaan profesi guru
yang dilakukan oleh kepala sekolah, hasil survey menunjukkan bahwa 97.2% kepala
sekolah telah melakukan pembinaan profesi guru, hanya 2.8% kepala sekolah belum
pernah melakukannya. Terungkap pula bahwa 83.3% kepala sekolah telah melakukan
pembinaan pembelajaran dan asesmen inovatif, hanya 16.7% belum pernah
melakukannya. Juga ditemukan bahwa 58.3% kepala sekolah telah melakukan
pembinaan lesson study, walapun cukup banyak yang melakukannya yaitu sebesar
41.7%. Ditemukan pula bahwa 86.1 % kepala sekolah telah melakukan pembinaan penelitian
tindakan kelas dan 13.9% yang belum pernah melakukannya. Data-data tersebut
menunjukkan bahwa program-program pembinaan profesi guru telah dilakukan di
sebagian besar sekolah. Fakta ini juga didukung oleh pernyataan guru, bahwa
sebagian besar dari mereka mengakui telah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan
yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Dengan telah
dilaksanakannya program-program pembinaan profesi guru dalam bentuk pelatihan
pembelajaran dan asesmen inovatif, pelatihan lesson study, dan pelatihan
penelitian tindakan kelas, seyogyanya para guru telah memiliki pengetahuan
konseptual yang memadai, mampu melakukan pembelajaran dan asesmen inovatif
secara intensif, melakukan lesson study secara optimal, dan melakukan
penelitian tindakan kelas secara berkelanjutan. Namun, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengetahuan konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen
inovatif berkategori kurang (M = 51.3 dan SD = 11.4), pengetahuan konseptual
guru tentang lesson study berkategori kurang (M = 48.8 dan SD = 15.3), dan
pengetahuan konseptual guru tentang penelitian tindakan kelas adalah kurang (M
= 44.4 dan SD = 11.1).
Rendahnya
pengetahuan konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif
mengindikasikan bahwa peran guru sebagai agen pembaharuan sulit untuk dapat
diwujudkan secara optimal. Padahal, pengetahuan konseptual tentang pembelajaran
dan asesmen inovatif merupakan hal yang sangat penting bagi guru dalam
memajukan proses dan produk belajar siswa. Santyasa (2006) menyatakan bahwa
pembelajaran dan asesmen inovatif merupakan wujud gagasan baru bagi guru
sebagai agen pembaharuan dalam pembelajaran untuk mampu memfasilitasi pebelajar
dalam memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.
Dalam
pelaksanaan Lesson Study, ada 8 (delapan) peluang yang dapat diperoleh oleh
guru yang dapat membantu pengembangan profesionalismenya (Lewis, 2002), yaitu
(1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok, dan
bidang studi, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang
dapat dikembangkan, (3) memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang
diajarkan, (4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan
dicapai yang berkaitan dengan siswa, (5) merancang pembelajaran secara
kolaboratif, (6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah
laku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya, dan
(8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui pandangan siswa dan kolega.
Kedelapan peluang tersebut tampaknya belum mampu diraih oleh para guru secara
optimal. Pernyataan ini didukung oleh temuan penelitian yang mengungkapkan
bahwa para guru memiliki pengetahuan konseptual dan terapan mengenai lesson
study yang relatif rendah. Rendahnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan
terapan guru tentang lesson study tersebut mengindikasikan profesionalisme dan
kompetensi guru masih relatif rendah.
Indikator
lain yang juga mencerminkan rendahnya profesionalisme dan kompetensi guru
adalah temuan survey yang mengungkapkan bahwa rendahnya pengetahuan konseptual
dan pengetahuan terapan bagi guru tentang penelitian tindakan kelas. Artinya,
penelitian tindakan kelas yang sangat potensial untuk pembinaan profesi dan
kompetensi guru belum mampu diberdayakan. Pada hal, para ahli menyatakan bahwa:
”Penelitian tindakan kelas dapat digunakan sebagai dasar pembinaan profesi dan
peningkatan kompetensi guru” (Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh,
2005).
Praktik
pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan profesi guru,
karena penelitian tindakan kelas dapat membantu pengembangan kompetensi guru
dalam menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan
efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa (Jones & Song,
2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005).
Rendahnya
pengetahuan konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson
study, dan penelitian tindakan kelas tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan
pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas
bagi para guru tidak optimal. Walapun guru menyatakan telah mengikuti
pelatihan-pelatihan dan mampu mengimplementasikannya dalam pembelajaran, namun
proses dan hasilnya diduga kurang mampu mencerminkan prinsip-prinsip inovasi
pembelajaran dan asesmen, prinsip lesson study, atau prinsip penelitian
tindakan kelas. Pernyataan ini didukung oleh temuan survey bahwa sebagian besar
rencana dan pelaksanaan pembelajaran (RPP) buatan guru belum mengindikasikan
telah dilaksanakannya pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau
penelitian tindakan kelas. Temuan lain yang juga mendasari, bahwa hanya 28%
guru telah memiliki proposal penelitian tindakan kelas dan 72% belum pernah
menyusun proposal penelitian tindakan kelas, hanya 22% guru telah memiliki
laporan penelitian tindakan kelas, dan 78% guru tidak memiliki laporan
penelitian kelas, karena belum pernah melakukannya. Fakta ini menunjukkan bahwa
produktivitas guru dalam melakukan inovasi yang menunjang pengembangan
profesionalismenya adalah relatif rendah.
Rendahnya
produktivitas guru dalam menunjang pengembangan profesionalisme mereka,
disebabkan karena adanya kendala-kendala dalam melaksanakan pembelajaran dan
asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas. Kendala-kendala
tersebut adalah banyak guru belum memiliki pedoman pelaksanaan standar (standar
operating procedur/SOP) baik untuk pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson
study, maupun untuk penelitian tindakan kelas. Pernyataan ini terbukti dari
temuan penelitian, bahwa dari 108 guru, 62.1 % nya menyatakan belum memiliki
pedoman dalam melaksanakan pembelajaran inovatif, sedangkan selebihnya
menyatakan telah memiliki. Untuk pelaksanaan lesson study, 68.5% guru
menyatakan belum memiliki pedoman, dan untuk pelaksanaan penelitian tindakan
kelas, 44.5% guru menyatakan belum memiliki pedoman.
Belum
optimalnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang
pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas
akan bermuara pada belum optimalnya kualitas proses pembelajaran yang dialami
oleh siswa di sekolah. Proses pembelajaran yang belum optimal akan memberikan
perolehan belajar bagi siswa yang juga belum optimal. Sebagai perolehan belajar
dapat berupa pemahaman atau kemampuan pemecahan masalah. Temuan ini
mengungkapkan bahwa kualitas pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah bagi
siswa berkategori kurang. Perolehan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan
cara menyediakan pelayanan pembinaan dan pengembangan produktivitas guru.
Produktivitas guru dapat ditingkatkan melalui aktivitas-aktivitas in service
trainning, baik melalui pelatihan tentang pembelajaran dan asesmen inovatif,
lesson study, maupun pelatihan penelitian tindakan kelas. Aktivitas-aktivitas
pelayanan tersebut ternyata memberikan dampak positif, tidak hanya dalam
pembinaan profesi guru, tetapi juga peningkatan perolehan belajar siswa. Oleh
sebab itu, pembinaan profesi guru menjadi sangat penting untuk dilakukan secara
berkelanjutan. Fasilitas yang sangat mendukung efesiensi dan efektivitas
pembinaan profesi guru dapat berupa model pelatihan, baik model pelatihan
pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun model pelatihan
penelitian tindakan kelas. Fasilitas-fasilitas pelatihan tersebut sangat
diharapkan untuk segera dikembangkan oleh sebagian besar kepala sekolah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kegiatan
pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari
manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya
diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.
Terdapat
indikasi bahwa masih banyak guru belum terlibat secara optimal dalam pendidikan
dan pelatihan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian
tindakan kelas. Hal ini berdampak pada rendahnya pengetahuan konseptual dan
pengetahuan terapan bagi guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson
study, dan penelitian tindakan kelas. Sebagian besar Rencana dan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru belum mencerminkan pelaksanaan
pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan
kelas. Sebagian besar guru belum memiliki proposal atau laporan penelitian
tindakan kelas. Pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang
pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas
adalah berkategori kurang.
Rendahnya
kualitas pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang pembelajaran
dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas berdampak
pada rendahnya kualitas proses pembelajaran yang dialami siswa, sehingga
bermuara pada rendahnya perolehan belajar yang dicapai oleh siswa. Hal ini
terjadi karena belum semua guru pernah terlibat dalam aktivitas-aktivitas
pelatihan. Pembinaan profesi guru telah dilakukan oleh kepala sekolah, namun
pelaksanaannya belum menggunakan model pelatihan yang standar, terutama yang
menyangkut standar pengetahuan maupun standar prakteknya. Pembinaan profesi
guru merupakan suatu keniscayaan untuk peningkatan kompetensi mereka.
Peningkatan kompetensi guru akan berdampak positif pada mutu lulusan.
B.
Saran
Agar
kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh suatu sekolah benar-benar dapat
memberikan manfaat bagi kemajuan guru maupun bagi organisasi itu sendiri, maka
perlu ditempuh beberapa langkah dalam suatu kegiatan pelatihan. Sondang Siagian
(1997:185-203) memaparkan tujuh langkah dalam kegiatan pelatihan, yaitu :
1)
Penentuan kebutuhan
2)
Penentuan sasaran
3)
Identifikasi isi program;
4)
Identifikasi prinsip-prinsip
belajar;
5)
Pelaksanaan program;
6)
Identifikasi manfaat;
7)
Penilaian pelaksanaan program
DAFTAR PUSTAKA
Alan
Cowling & Philip James. 1996 .The Essence of Personnel Management and
Industrial Relations (terj. Xavier Quentin Pranata). Yogyakarta: ANDI.
Jones, P., & Song, L. 2005. Action
research fellows at Towson University.
Kirkey, T. L. 2005. Differentiated
instruction and enrichment opportunities: An action research report.
Lewis,
C. 2002. Does lesson study have a future in the United States? Nagoya Journal
of the Education and Human Development.
McIntosh, J. E. 2005. Valuing the
collaborative nature of professional learning communities.
Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Santyasa,
I W., Suwindra, I N. P., Sujanem, R., & Suardana, K. 2006. Pengembangan
teks fisika bermuatan model perubahan konseptual dan komunitas belajar serta
pengaruhnya terhadap perolehan belajar siswa di SMA. Laporan Penelitian RUKK
Tahun II. Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.
Sondang
P. Siagian .1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Suastra,
I.W (2006). Perspektif Kultural Pendidikan Sains: Belajar Sebagai Proses
Inkulturasi. Jurnal Pendidikan dan Prngajaran Undiksha (Terakreditasi) . No. 3
Tahun XXXIX Juli 2006.
Surya, H.M. 1998. Peningkatan
Profesionalitas Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21 (I); Organisasi &
Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17
UU
Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen
0 comments:
Posting Komentar