BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia
diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling sempurna, karena manusia
dianugerahi fitrah, akal, qalb, dan nafs sehingga dengan semua anugerah itu
manusia memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dalam
mencapai kesempurnaan sebagai khalifah di bumi. Untuk mencapai kesempurnaan
ini, manusia harus melalui suatu proses atau kegiatan ilmiah yang disebut
dengan pendidikan. Pendidikan Islam yang berfalsafahkan al-Qur’an dan hadis
sebagai sumber utamanya, menjadikan keduanya sebagai sumber utama pula dalam
penyususunan kurikulum.
Dalam
pendidikan Islam kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan
dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Salah
satu tugas dari filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah bagi
tercapainya tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang hendak
dicapai harus direncanakan melalui kurikulum pendidikan. Oleh karena itu,
kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan pada
lembaga pendidikan Islam. Dengan demikian, akan menjadi jelas dan terencana
bagaimana dan apa yang harus diterapkan dalam proses belajar-mengajar yang
dilakukan pendidik dan anak didik.
Dalam
kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus
diajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik, tetapi juga segala kegiatan
yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh
terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Di samping
itu, kurikulum hendaknya dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran
pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah tergambar berbagai pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilainilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap
lulusan sekolah.
Berdasarkan
uraian di atas, fokus pembahasan dalam tulisan makalah ialah bagaimana filsafat
pendidikan Islam tentang konsep kurikulum pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian tentang latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam
makalah ini adalah bagaimana filsafat pendidikan Islam dalam menjelaskan konsep
kurikulum pendidikan Islam. Tema masalah pokok tersebut dijabarkan dalam beberapa
sub tema masalah, sebagai berikut:
1.
Bagaimana
konsep kurikulum pendidikan Islam?
2.
Apa
tujuan kurikulum pendidikan Islam?
3.
Bagaimana
perspektif al-Qur’an tentang kurikulum pendidikan Islam?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
konsep kurikulum pendidikan Islam.
2.
Mengetahui
tujuan kurikulum pendidikan Islam.
3.
Mengetahui
perspektif al-Qur’an tentang kurikulum pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum
Secara
etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani yaitu
curir yang artinya “pelari” dan curene yang berarti “tempat berpacu”. Istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman
Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari
kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish
untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut
kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di
dalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh
oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun),
SMP/MTs (tiga tahun). SMA/MA (tiga tahun) dan seterusnya.
Secara
terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk
memperoleh ijazah. Tujuan pendidikan yang ingin di capai itulah yang menentukan
kurikulum dan isi pendidikan yang diberikan. Selain itu tujuan pendidikan dapat
mempengaruhi stategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan
untuk memberikan pengalaman belajar pada anak didik dalam mencapai tujuan
pendidikan yang sudah dirumuskan. Dengan kurikulum dan isi pendidikan inilah
kegiatan pendidikan itu dapat dilaksanakan secara benar seperti apa yang telah
dirumuskan.
J.G
Sailor (1981), merangkum beberapa batasan mengenai pengertian kurikulum
berdasarkan pengertian beberapa ahli dinataranya: Menurut Lewis dan Meil,
kurikulum adalah seperangkat bahan pelajaran, rumusan hasil belajar, penyediaan
kesempatan belajar, kewajiaban dan pengalaman peserta didik. Taba berpendapat
bahwa kurikulum tidak peduli bagaimana rancanagan detailnya dan terdiri atas
unsur-unsur tertentu, Ia memberi petunjuk tentang beberapa pilihan dan susunan
isinya. Akibatnya ia memerlukan suatu program pengevaluasian hasil-hasilnya.
Menurut Stratemayer Sc, kurikulum dianggap sebagai hal yang meliputi bahan
pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan anak dan pemuda keseluruhan
pengalaman di dalam dan di luar sekolah atau kelas yang disponsori oleh
sekolah, dan seluruh pengalaman hidup murid. Adapun batasan yang diterima
pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan, pengertian-pengertian,
kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman yang baru akan
dibimbing. Kebijakan ini menentukan scope dari kurikulum sekolah.
Kurikulum
dalam pendidikan Islam, dikenal dengan manhaj yang bermakna jalan yang terang,
atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya.
Kurikulum pendidikan Islam dari segi bahasa bermakna jalan yang terang yang
dilalui seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau ayah atau yang
lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua unsur-unsur
rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau institusi
pendidikan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan pendidikan,
perkara-perkara kajian, kemestian-kemestian pelajaran dan semua kegiatan dan
alat-alat yang menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam mengajarkan
pelajaran dan melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga peraturan di
antara mereka dan pada pergaulan mereka pada umumnya, dan proses-proses dan
alat-alat penilaian.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum tidak hanya
dijabarkan sebagai serangkain ilmu pengetahuan yang harus di ajarkan oleh
pendidik (guru) kepada anak didik dan anak didik mempelajarinya, akan tetapi
segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu, karena
mempunyai pengaruh terhadap anak didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
baik yang bersifat islami maupun bersifat umum.
B.
Komponen Kurikulum Pendidikan Islam ( Ummi)
Dari
definisi tentang pengertian kurikulum di atas, dapat disimpulkan bahwa
kurikulum pendidikan Islam mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu:
1.
Tujuan
Tujuan
pendidikan, sebagai komponen pertama dari kurikulum adalah sesuatu yang akan
dicapai oleh peserta didik melalui proses pendidikan. Menurut Rahman ada dua
istilah tujuan pendidikan yaitu:
a.
Tujuan
khusus
Tujuan
khusus yaitu untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua
pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang
kritis dan kreatif.
b.
Tujuan
umum
Tujuan
umum yaitu memungkinkan manusia memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan
umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keraturan dunia.
Tujuan
pendidikan Islam merupakan arah yang selalu diusahakan oleh pendidik agar
tercapai. Tujuan ini sangat penting artinya karena pada hakikatnya tujuan itu
berfungsi sebagai pengakhir dan pengarah usaha, merupakan titik pangkal untuk
mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan memmberi nilai pada usaha-usaha
tersebut. Pada prinsipnya tujuan pendidikan suatu komunitas atau bangsa
biasanya bersumber dari filsafat hidup dan kepercayaan yang dianut oleh suatu
bangsa. Karena kenyataannya bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil
filsafat dan kepercayaan suatu bangsa. Demikian juga menentukan tujuan
pendidikan islam tentu sangat dipengaruhi oleh akidah umat islam itu sendiri
dan sumber ajarannya yakni alquran dan sunnah. Untuk itu setiap usaha
menentukan kebijakan apapun dalam pendidikan islam harus selalu berangkat dari
sumber utamanya.
2.
Materi
/ Bahan Ajar
Materi/bahan
ajar bisa berupa kitab kuning (seperti di pesantren-pesantren salaf),
buku-buku, jurnal-jurnal, laporan-laporan hasil penelitian, dan apa saja yang
dapat digunakan sebagai konteks untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Materi pada masa sekarang diatur dalam bentuk-nama-nama mata
pelajaran atau mata kuliah sesuai dengan nomenklatur keilmuannya.
Dari
mata pelajaran atau mata kuliah tersebut terdapat sekian banyak literatur yang
berfungsi sebagai bahan atau sumber pembelajaran. Kemudian pembahasan kerangka
materi seperti tersebut akan digunakan untuk melihat seperti apa bahan atau
sumber pendidikan menurut Rahman. Misalnya, Rahman dengan mengacu kepada
Alquran meminta manusia supaya mempelajari apa yang terdapat pada diri manusia
itu sendiri, alam semesta dan sejarah umat manusia.
3.
Metode
Pendidikan
Metode
pendidikan diperlukan untuk mengatur proses pembelajaran mulai dari persiapan
sampai dengan melakukan evaluasi. John P. Miller, seorang ahli metode
pembelajaran dari Ontario Institute for Studies in Education yang banyak
melakukan kritik terhadap metode pembelajaran. Menurut Miller banyak peserta
didik yang tidak tertarik belajar dikelas, bahkan mereka merasa tersiksa. Oleh
karena itu, disusunlah model pembelajaran yang menarik bagi peserta didik
dengan diberi nama Humanizing The Classroom: Models of Teaching in Affective
Education. Melvin L. Silberman mengemukakan 101 strategi pembelajaran yang
dapat mengaktifkan peserta didik.
Fazlur
Rahman banyak melakukan kritik terhadap metode pendidikan umat Islam terutama
abad pertengahan yang hanya sekedar mengulang-ulang pelajaran sampai hafal.
Metode semacam ini disebut metode mekanis. Sebaliknya, Rahman menyarankan
kepada umat Islam agar menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
melakukan observasi, analisis, dan eksperimen. Disamping itu, Rahman juga
mengemukakan metode gerakan ganda. Metode ini dapat dipahami, dirumuskan
kembali dan diterapkan dalam proses pembelajaran.
Metode
pendidikan islam yang dikehendaki oleh Umat Islam pada hakikatnya adalah
methode of education through the teaching of islam (metode pendidikan melalui
ajaran islam) atas semua bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan menurut ajaran
islam.
4.
Evaluasi
Hasil Belajar
Evaluasi
digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan telah dicapai
peserta didik. Evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi yang dapat
mengevaluasi semua proses pendidikan mulai dari awal sampai akhir, yang dapat
mengevaluasi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. William E. Blank
mengemukakan suatu jenis evaluasi yang disebut dengan evaluasi performansi.
Menurut
Blank hanya dengan evaluasi performansi seorang pendidik dapat mengetahui bahwa
peserta didiknya telah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan atau
belum. Kemudian, evaluasi jenis ini akan digunakan untuk melihat pemikiran
pendidikan neomodernisme Rahman. Misalnya, sebagaimana telah dikemukakan diatas
bahwa tujuan pendidikan menurut Rahman adalah untuk mengembangkan manusia
sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi
pribadi yang kritis dan kreatif yang memungkinnya memanfaatkan sumber-sumber
alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan dan
keteraturan dunia. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan ini telah
dicapai oleh peserta didik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap performansi
peserta didik terutama dari sifat kritis dan kreatif, dari segi kemampuan
memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan manusia, dan dari segi
keberhasilannya menciptakan keadilan, kemajuan, serta keteraturan dunia.
C.
Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Diantara
cirri-ciri umum kurikulum pada pendidikan islam antara lain yaitu:
1.
Menonjolkan
tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan,
metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama. Segala yang diajarkan
dan diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan berdasarkan pada Al-Qur’an,
sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yag saleh.
2.
Meluasnya
perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya. Kurikulum yang
memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologi, social dan spiritual. Disamping menaruh
perhatian kepada pengembangan dan bimbingan terhadap aspek spiritual bagi
pelajar, dan pembinaan aqidah yang betul padanya, menguatkan hubungan dengan
Tuhannya, menghaluskan akhlaknya, melalui kajian terhadap ilmu-ilmu agama,
latihan spiritual dan mengamalkan syiar-syiar agama dan akhlak islam. Kurikulum
ini meliputi ilmu-ilmu al-qur’an termasuk tafsir, bacaan,dll,ilmu-ilmu hadist,
ilmu tauhid, ilmu nahwu, saraf, arudh, dan lain-lain.
3.
Cirri-ciri
keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum dari
ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan
kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam. Kurikulum pendidikan Islam, sebagaimana
ia terkenal dengan menyeluruhnya perhatian dan kandunganya, juga menaruh
perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh, lengkap melengkapi, dan
berimbang antara orang dan masyarakat.
4.
Kecenderungan
pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan
teknik, latihan kejuruan, bahasa asing, sekalipun atas dasar perseorangan dan
juga bagi mereka yang memiliki keediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan
mempunyai kenginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu.
5.
Perkaitan
antara kurikulum dalam pendidikan Islam dalam kesediaan-kesediaan
pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan
perseorangan diantara mereka.
D.
Asas-asas Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut
Nasution, hendaknya kurikulum memiliki empat asas yaitu:
1.
Asas
filsafat berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan Islam sehingga susunan
kurikulum mengandung kebenaran
2.
Asas
sosiologi berperan untuk memberikan dasar dalam menentukan apa saja yang akan
dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat kebudayaan, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
3.
Asas
organisatoris berfungsi untuk memberikan dasar dalam bentuk bagaimanan bahan
pelajaran itu disusun dan penentuan luas urutan mata pelajaran
4.
Asas
psikologi tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspek, serta cara
menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna dan dikuasai oleh anak didik
sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pendapat
Nasution tentang asas-asas penyusunan kurikulum tersebut, belum bisa sepenuhnya
dijadikan sebagai dasar kurikulum pendidikan Islam. Hal ini karena pendidikan
Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang
sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir,
memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurut Hasan Langgulung
dalam bukunya Asas-Asas Pendidikan Islam, asas dalam penyusunan kurikulum
pendidikan Islam adalah:
1.
Asas-asas
sosial, berfungsi memberi kerangka budaya dari mana pendidikan itu bertolak dan
bergerak dalam arti memindahkan, memilih, dan mengembangkan budaya
2.
Asas-asas
politik dan administrasi, berfungsi memberi bingkai adeologi (aqidah) untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
4.
Asas-asas
ekonomi, berfungsi memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia dan
keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan
bertanggungjwab terhadap anggaran belanja.
5.
Asas-asas
sejarah, berfungsi untuk mempersiapkan pendidik dengan hasil-hasil pengalaman
masa lalu, ddengan undang-undang peraturannya, batas-batas dan
kekuarangan-kekurangannya.
6.
Asas-asas
psikologis, berfungsi memberi informasi tentang watak-watak pelajar, guru,
cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, dan pengukuran dan
bimbingan.
7.
Asas-asas
filsafat, berfungsi untuk memberi kemampuampuan memilih yang lebih baik, member
arah suatu sistem, mengontrolnya, dan member arah kepada semua asas-asas lain.
E.
Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Sistem
pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami yang tercermin dari
sifat dan karakteristiknya. Kurikululum seperti itu hanya mungkin, apabila
bertopang dan mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak dari
pandangan tentang manusia (pandangan antropologis) serta diarahkan pada tujuan
pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami.
Agar
kriteria kurikulum pendidikan tersebut di atas dapat terpenuhi, maka dalam
penyusunannya harus memepertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Sistem
dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani,
sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan,
dan menyelamatkan.
2.
Kurikulum
yang dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam,
yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah. Disamping itu, untuk
merealisasikan pelbagai aspek tujuan tidak lengkap seperti aspek psikis, fisik,
sosial, budaya, maupun intelektual. Berbagai aspek tujuan pendidikan tidak lengkap
ini, berfungsi dalam rangka meluruskan dan mengarahkan pola hidup yang
selanjutnya bermuara pada tujuan akhir atau tujuan asasi pendidikan.
3.
Penahapan
serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan
peserta didik maupun unisitas (kekhasan) nya seperti karakteristik kekanakan,
kepriaan dan kewanitaan. Demikian pula fungsi serta peranan dan tugas
masing-masing dalam dalam kehidupan sosial.
4.
Dalam
berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum
memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat dan tetap bertopang pada
jiwa dan cita ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai
umat Islam serta tetap mendukung dengan kesadaran dan harapan akan pertolongan
Allah, serta ketaatan kepada Rasul-Nya yang diutus untuk ditaati dengan izin
Allah. Dalam hal tersebut, kurikulum tersebut tetap memeperhatikan dan
memelihara berbagai kepentingan umat sesuai dengan kondisi dan lingkungannya
yang dilimpahkan Allah, seperti iklim tropis ataupun kondisi alam yang
memungkinkan pola kehidupan agraris, industrial ataupun masyarakat dagang, baik
perdagangan laut maupun darat, dan seterusnya.
5.
Secara
keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak
bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya terarah pada
pola hidup islami. Dengan kata lain kurikulum tersebut berpulang untuk menempuh
kesatuan. Kepada mereka diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pengalaman dalam menggali dan menyingkap rahasia segala yang ada serta
keberadaannya, hukum aturan dan keteraturannya serta kejadiannya.
6.
Hendaknya
kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan
situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat di Negara yang akan
melaksanakannya.
7.
Hendaknya
metode pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes/ fleksibel
sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi tempat, dengan
mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat serta
kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang
bersangkutan.
8.
Hendaknya
kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai
edukatif yang membuahkan tingkat laku positif serta meningkatkan dampak efektif
(sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda. Untuk itu diperlukan
pemanfaatan metode pendidikan yang memadai sehingga melahirkan dampak mendalam,
berupa berbagai kegiatan islam yang efisien. Dengan kata lain, metode
pendidikan yang digunakan itu hendaknya memungkinkan pelaksanaannya, mudah
ditangkap dan diserap siswa, serta membuahkan hasil yang manfaat.
9.
Kurikulum
itu hendaknya, memeperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang
bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan dengan
pola kehidupan dan tahap perkembangan keagamaan dan pertumbuhan bahwa bagi fase
tersebut.
F.
Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist
1.
Tujuan
Pendidikan Dalam Kisah Al-Qur’an
Dalam
Al-Qur’an terdapat bermacam-macam kisah yang berdasarkan tokohnya bisa
dikategorikan sebagai berikut : Pertama, kisah para rasul dan nabi menyangkut
dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang terjadi serta sikap para
penentang kisah-kisah yang berkaitan. Kedua, kisah-kisah yang berkaitan dengan
umat yang terdahulu yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah
Thalut, Jalut, dua putranya dan Ashabul Kahfi, dan sebagainya. Ketiga, kisah
yang berkaitan dengan perstiwa yang terjadi di zaman Nabi seperti perang Badar,
Uhud, Hunain dan sebagainya.
Penuturan
kisah-kisah tersebut dalam Al-Qur’an bukan sekedar untuk dihafal, namun
penyampaian tersebut terkait dengan bagaimana metode menyampaikan sinar
petunjuknya. Dalam Al-Qur’an terdapat dua metode yang ditempuh untuk
menyampaikan petunjuk di dalamnya. Pertama, direct method / thariqah yakni
metode langsung dalam bentuk perintah dan larangan. Kedua, mubasyirah indirect
method / thariqah ghair mubasyirah, yakni metode tidak langsung, diantaranya
dengan melalui kisah, matsal (perumpamaan) dan ta’ridl (sindiran).
Prof.
Dr. H. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. Sumedi, M.Ag dalam bukunya Antologi
Pendidikan Islam membagi tujuan penyampaian kisah Al-Qur’an dalam tiga
kategori, yaitu:
a.
Tujuan
informatif, yakni member informasi tentang keberadaan kisah yang diceritakan
menyangkut tokoh, tempat atau peristiwa yang terjadi. Misalnya bagaimana kisah
tokoh Ashhabul Kahfi, Kisah kota Iram, peristiwa hancurnya kaum Sodom dan
sebagainya.
b.
Tujuan
justifikatif-korektif, yakni membenarkan kisah-kisah yang pernah diceritakan
dalam kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil namun, sekaligus
mengoreksi kesalahannya. Misalnya koreksi Al-Qur’an terhadap posisi Nabi Isa
a.s. yang dianggap sebagai anak Tuhan oleh kaum Nasrani, dan juga Uzair yang
dianggap anak Tuhan oleh kaum Yahudi.
c.
Tujuan
edukatif, yakni bahwa kisah-kisah Al-Qur’an membawa pesan-pesan moral dan
nilai-nilai pendidikan yang sangat berguna bagi pembaca dan pendengar kisah
tersebut untuk dijadikan ‘ibrah (pelajaran).
2.
Tujuan
Pendidikan Dalam Perspektif Hadist
Tujuan
pendidikan menurut hadis Nabi SAW merupakan penegasan dan bentuk penguatan
tujuan tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an, yakni membentuk dan membina manusia
secara pribadi dan kelompok agar mampu menunaikan fungsinya sebagai hamba Allah
dan khalifah-Nya yang merupakan tujuan penciptaan manusia.
Tujuan
pendidikan dalam hadis Nabi SAW masih terlalu umum dan memerlukan penjabaran ke
dalam tujuan-tujuan khusus yang berbasis pada fitrah manusia dengan memperhatikan
tiga aspek, yaitu:
a.
Aspek
jasmani
Tujuan
pendidikan tidak akan tercapai jika kondisi kesehatan jasmani peserta didik
tidak sehat. Bahkan semua aspek ibadah ritual ini dalam Islampun memerlukan
aspek kesehatan jasmani ini. Pendidikan aspek jasmani ini bertujuan agar
peserta didik bisa menjadi terampil, sehat, dan enerjik sehingga dapat
merealisasikan tujuan-tujuan kehidupan yang sesuai dengan konsep Islam.
b.
Pendidikan
dan pembinaan aspek akal
Al-Razi
menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai daya fikir yang sama besar,
dan perbedaan kemampuan berfikir antara manusia satu dengan lainnya timbul
karena perbedaan pendidikan dan suasana perkembangannya. Produk pendidikan dan
pembinaan akal ini akan menghasilkan ilmu pengetahuan, dan ahli dalam pemakaian
perbendaharaan ilmu pengetahuan
c.
Pendidikan
dan pembinaan aspek jiwa
Jiwa
yang ada dalam diri manusia merupakan kekuatan batin dan juga faktor internal
yang menggerakan manusia dalam perbuatan luhur. Produk pembinaan aspek ini
menghasilkan kesucian, kejujuran, keindahan, dan etika.
Al-Jamali
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah:
a.
Agar
seseorang mengenal statusnya si antara makhluk dan tanggung jawab masing-masing
individu di dalam hidup mereka di dunia.
b.
Agar
seseorang mengenal interaksinya dalam masyarakat dan tanggung jwab mereka di
tengah-tengah sistem kemasyarakatan.
c.
Supaya
manusia kenal dengan alam semesta dan membimbingnya untuk mencapai hikmah Allah
dalam menciptakan alam semesta dan memungkinkan manusia untuk menggunakannya.
d.
Supaya
manusia kenal akan Tuhan Pencipta ala ini dan mendorongnya untuk beribadah
kepada-Nya.
Muhammad
Atiyah al-Arbasyi merinci tujuan pendidikan itu sebagai berikut:
a.
Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b.
Sebagai
persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c.
Sebagai
persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.
Pendidik-pendidik muslim memandang bahwa kesempurnaan manusia tidak akan
tercapai kecuali dengan memadukan antara aga dan ilmu pengetahuan, atau menaruh
perhatian pada segi-segi spiritual, akhlak dan segi-segi kemanfaatan.
d.
Menyiapkan
peserta didik dari segi professional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat
menguasai profesi, tekni dan perusahaan tertentu, suapaya ia dapat mencari
rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia selain memelihara segi kerohanian dan
agama.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Kurikulum
dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang
terang yang dilalui seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau ayah
atau yang lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua
unsur-unsur rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau
institusi pendidikan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi
tujuan-tujuan pendidikan, perkara-perkara kajian, kemestian-kemestian pelajaran
dan semua kegiatan dan alat-alat yang menguatkannya, metode-metode yang
digunakan dalam mengajarkan pelajaran dan melatih murid-murid dan
membimbingnya, menjaga peraturan di antara mereka dan pada pergaulan mereka
pada umumnya, dan proses-proses dan alat-alat penilaian.
Jika
diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi
sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya
ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam
bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya
mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna ( insan kamil ) yang
strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam
Dalam
menentukan atau memilih kurikulum haruslah mempertimbangkan aspek tujuan agama
dan akhlak. Kerangka kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya sama dengan
kerangka kurikulum umum, hanya saja disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam
yang beredoman pada Al-Qur’an dan Hadits. Kerangka kurikulum tersebut adalah
tujuan, isi kurikulum, metode, dan evaluasi kurikulum.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, H. M. T.th. Filsafat
Pendidikan Islam. Cet. ke-4. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. 2011. Konsep &
Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hamdani, Ihsan. 2001. Filsafat
Peendidikan Islam: untuk fakultas Tarbiyah komponen MKK. Yogyakarta: Pustaka
Setia.
Jalaluddin, Abdullah Idi. 2002.
Filsafat Pendidikan(Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas
pendidikan islam, Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Nizar Ali dan Sumedi, 2010. Antologi
Pendidikan Islam, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga dan Idea Press.
Nuryanti. Filsafat Pendidikan Islam
Tentang Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany.
1979. Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Terjemahan Hasan
Langgulung.
Siregar, Maragustam. 2010. Mencetak
Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta:
Nuha Litera.
Sutrisno, 2006. Pendidikan Islam
yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kota Kembang.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan
Islam (IPI), Bandung: Pustaka Setia.
Zuhairini dkk, 1994. Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
0 comments:
Posting Komentar