DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikalangan ilmuan pendidikan Islam setidaknya ada istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu : tarbiyah, ta’lim dan ta’bid. Kata tarbiyah menurut Abdurrahman al-Nahlawi yang berarti pendidikan yang diartikan sebagai usaha, memelihara fitrah anak, menumbuhkan seluruh bakat dan kesiapannya, mengarahkan fitrah dan seluruh bakat agar menjadi baik dan sempurna, serta bertahap dalam prosesnya. Adapun kata ta’lim oleh penggunanya dipahami sebagai proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Proses ta’lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotorik dan afektif . Sedangkan kata ta’dib dapat diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara luas meningkatkan peradaban.
Secara sederhana pendidikan Islam dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam . Hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian memberi makan kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.
Dengan membaca uraian tentang pendidikan di atas, dapat dipahami bahwa obyek atau peserta didik merupakan satu unsur penting dalam kegiatan dan proses pendidikan Islam, karena adalah tidak mungkin jika pelaksanaan pendidikan Islam tidak bersentuhan dengan manusia-manusia yang berkedudukan sebagai obyek atau peserta pendidikan. Manusia sebagai peserta didik menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi pembelajaran. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran peserta didik sebagai subjek pendidikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa peserta didik adalah kunci yang menentukan untuk terjadinya interaksi edukatif . Hal inilah yang menyebabkan kajian tentang peserta didik masih menarik dan dianggap perlu dilakukan, terutama yang berkaitan dengan hakekat peserta didik, sifat-sifat ideal peserta didik, tugas dan tanggung jawab peserta didik dan etika penuntut ilmu dalam pendidikan Islam dan makalah ini diupayakan akan memberi wawasan bagi pembaca khususnya yang tertarik terhadap topik / kajian dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hakekat peserta didik itu ?
2. Apakah sifat-sifat ideal peserta didik ?
3. Apakah tugas dan tanggung jawab peserta didik ?
4. Bagaimana etika peserta didik dalam pendidikan Islam ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui hakekat peserta didik itu
2. Untuk mengetahui sifat-sifat ideal peserta didik
3. Untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab peserta didik
4. Untuk mengetahui etika peserta didik dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Peserta Didik
Dalam bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik dan peserta didik. Istilah murid dalam Islam mengandung arti orang yang sedang belajar, menyucikan diri dan sedang berjalan menuju Tuhan. Sebutan anak didik mengandung arti gueu menyayangi murid seperti anaknya sendiri, faktor kasih sayang guru terhadap anak didik satu kunci keberhasilan pendidikan, sedangkan sebutan peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya murid berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian perubahan istilah dari murid ke anak didik kemudian menjadi peserta didik, agaknya bermaksud memberikan perubahan pada peran pelajar dalam proses pembelajaran .
Pada banyak buku pendidikan Islam, kajian tentang objek / peserta pendidikan secara umum menekankan pada persoalan yang berkaitan dengan anak sebagai peserta didik, artinya kebanyakan penulis menjelaskan bahwa anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan, anak didik bukan binatang, tetapi ia adalah manusia yang mempunyai akal . Sementara itu Abu Ahmadi menjelaskan bahwa peserta didik disebut juga anak didik atau terdidik yang terdiri dari para individu dan membaginya berdasarkan tahap perkembangan dan umur, menurut status dan tingkat kemampuan . Menurut teori tabulara perkembangan peserta didik sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya, sehingga nasib dan masa depan peserta didik dikondisikan oleh lingkungan termasuk pendidikan dengan sengaja diberikan kepadanya. Peserta didik dipandang sebagai organisme pasif yang tak berdaya menghadapi lingkungannya. Kearah mana peserta didik hendak dibawa dan dikembangkan, terserah kepada kemauan pendidikan.
Adapun yang dimaksud dengan peserta didik dalam maklah ini adalah manusia yang menjadi mitra dari kegiatan pendidikan. Dalam Islam peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan, jadi bukan hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dalam pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya anak-anak dalam usia sekolah , tetapi mencakup seluruh manusia yang beragama Islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan . Hal ini sesuai dengan firman Allah :
•• ••
Artinya : Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui (QS. Saba’, Ayat 28)
Pemahaman tentang peserta didik seperti di atas, didasarkan pada tujuan pendidikan Islam yaitu mewujudkan manusia sempurna serta utuh (insan kamil), yang untuk mencapainya manusia harus berusaha terus menerus melalui berbagai kegiatan pendidikan hingga akhir hayatnya , baik itu melalui pendidikan yang diselenggarakan secara formal maupun non formal.
Menurut Langeveld, anak manusia itu memerlukan pendidikan karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya. Dalam dunia tasawuf, peserta didik atau murid adalah orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu. Peserta didik atau murid di sini ada tiga tingkat, yaitu:
Mubtadi’ atau pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari syari’at. Jiwanya masih terikat pada kehidupan duniawi.
Mutawasit atau tingkatan menengah, yaitu orang yang sudah dapat melewati kelas persiapan, telah mempunyai pengetahuan yang dalam tentang syari’at. Kelas ini sudah mulai memasuki pengetahuan dan alam batiniyah. Tahap ini adalah tahap belajar dan berlatih mensucikan batin agar tercapai akhlak yang baik.
Muntahid atau tingkatan atas, yaitu yang telah matang ilmu syari’atnya, sudah mendalami ilmu batiniyah. Orang yang sudah mencapai tingkat ini disebut orang arif, yaitu orang yang sudah boleh mendalami ilmu hakikat .
Perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
1. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar , materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan, dan lain sebagainya.
2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara baik dan lancar.
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Pemahaman tentang differensiasi individual peserta didik sangat penting untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini disebabkan karena menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaan tersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
5. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniyyah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu proses pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh. Dalam dataran praktis, pendidikan Islam tidak hanya mengutamakan pendidikan salah satu aspek saja, melainkan kedua aspek secara integral dan harmonis. Bila tidak, maka pendidikan tidak akan mampu menciptakan output yang memiliki kepribadian utuh, akan tetapi malah sebaliknya yaitu kepribadian yang ambigu. Bila fenomena ini terjadi dalam praksis pendidikan Islam, maka upaya untuk menciptakan insan kamil akan hanya sebuah mimpi belaka.
6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fithrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas kemanusiaannya; baik secara vertikal maupun horizontal. Ibarat sebidah sawah, peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan sawahnya (potensi). Sementara pendidik (termasuk orang tua) hanya bertugas menyirami dan mengontrol tanaman agar tumbuh subur sebagaimana mestinya, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku .
Seluruh pendekatan peserta didik di atas perlu dipahami secara mendalam oleh setiap pendidik atau komponen yang terlibat dalam proses kependidikan Islam. Wacana ini dimaksudkan untuk memformat tugas-tugas kependidikan yang dinamis bagi tercapainya tujuan yang diinginkan.
B. Sifat-Sifat Ideal Peserta Didik
Untuk terwujudnya kegiatan pembelajaran yang baik, serta terjalin kerjasama antara guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik sekaligus sebagai mitra didik, setiap peserta didik dituntut mengerti, memahami, memiliki dan dapat merealisasikan sifat-sifat berikut ini :
1. Bersikap tawadhu’ atau rendah hati . Hendaklah pelajar tidak takabur atas ilmu dan tidak menguasai orang yang mengajar, melainkan menyerahkan kepada pengajar kendali urusannya secara keseluruhan dalam setiap perincian. Juga pelajar harus menurut nasehat pengajar dan seyogyanya pelajar merendahkan diri kepada pengajarnya, mencari pahala dan kemuliaan dengan melayaninya .
2. Peserta didik hendaknya berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud menerima apa yang ditentukan Tuhan serta menjauhi sifat-sifat tercela.
3. Bersungguh-sungguh dan tekun belajar
4. Sifat saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang se bapak .
5. Peserta didik harus penuh semangat dan kegiatan, serta menghadapi tugasnya dengan penuh kegaerahan dan minat.
6. Senantiasa memiliki ketabahan dalam mencari ilmu pengetahuan dan supaya merantau .
7. Bersifat wara’ dan menjaga agar setiap kebutuhan dan keluarga, makan, minum, pakaian tempat tinggal dan lain-lain, selalu dari bahan dan diperoleh lewat cara yang halal .
C. Tugas dan Tanggung Jawab Peserta Didik
Untuk dapat melaksanakan kegiatan menuntut ilmu dengan baik, maka peserta didik hendaklah dapat merealisasikan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, menurut M. Athiyah al-Abrasyi, setiap peserta didik setidaknya memiliki tugas dan tanggung jawab seperti berikut ini :
1. Sebelum mulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat buruk, karena belajar dan mengajar itu dianggap sebagai ibadah. Sebab menyemarakkan hati dengan ilmu tidak sah kecuali setelah hati itu suci dari kotoran akhlak. Intinya ialah peserta didik jiwanya harus suci. Indikatornya terlihat dari akhlaknya .
2. Bersedia mencari ilmu termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air, dengan tidak ragu-ragu bepergian ke tempat-tempat yang jauh sekalipun bila di kehendaki demi untuk mendatangi guru.
3. Bertekhad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggapnya bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu mantic dan filsafat .
4. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5. Mempelajari ilmu-ilmu terpuji, baik ilmu umum atau ilmu agama.
6. Mempelajari suatu ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya.
7. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari
8. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat, membahagiakan, mensejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia dan akhirat, baik itu untuk dirinya maupun manusia pada umumnya .
D. Etika Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Sebagaimana dijelaskan oleh Asmah Hasan Fahmi, bahwa setiap peserta didik harus memiliki dan berlaku dengan etika yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti sebagai berikut :
1. Setiap peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum menuntut ilmu
2. Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri dengan tuhan dan bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kedudukan . Belajar dengan niat ibadah kepada Allah. Konsekuensi dari sikap ini, peserta didik akan senantiasa mensucikan diri dengan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari, serta berupaya meninggalkan watak dan akhlah yang rendah sebagai manifestasi dari firman Allah SWT dalam QS. Al-An’aam : 162
•
Artinya : Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An’aam : 162)
Dan QS. Adz-Dzariyat ayat 56
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
3. Peserta didik tidak menganggap rendah sedikitpun pengetahuan-pengetahuan apa saja dengan sebab ia tidak mengetahuinya, tetapi ia harus mengambil bagian dari tiap-tiap ilmu yang pantas baginya dan tingkatan yang wajib baginya
4. Janganlah peserta didik mengikuti teman-temannya yang bodoh dalam mengecam sebagian ilmu, tanpa mengetahui apa yang patut dicela dan dipuji tentangnnya.
5. Murid terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya.
6. Apabila peserta didik telah memilih guru yang tepat, maka ia harus belajar dengan sabar dan konsekuen.
7. Ikutilah perintahnya selama tidak menyuruh kemaksiatan.
8. Mengupayakan agar tiba terlebih dahulu di majelis dari guru.
9. Hendaknya memilih teman yang berhati mulia.
10. Menjauhi teman yang bersifat malas dan jangan membangga-banggakan suatu kemuliaan yang dimilikinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peserta didik merupakan unsur terpenting bagi terlaksanya kegiatan pendidikan. Sebab ia merupakan obyek dan sekaligus subyek dan mitra pendidikan, sehingga sehebat dan selengkap apapun unsur-unsur lainnya, jika peserta didik tidak ada atau tidak dipedulikan, maka dapat dipastikan kegiatan pendidikan tidak dapat terlaksana dan berjalan dengan baik.
2. Diantara sifat-sifat yang harus dimiliki bagi peserta didik adalah : Bersikap tawadhu’ atau rendah hati, berhias dengan moral dan akhlaq yang baik, bersungguh-sungguh dan tekun belajar, saling mempererat tali persaudaraan, memiliki sifat tabah, dan wira’.
3. Tugas dan tanggung jawab peserta didik diantaranya : sebelum belajar hendaknya membersihkan hati dari sifat tercela, bersedia mencari ilmu walaupun meninggalkan keluarga, tempat jauh, bertekad mencari ilmu sepanjang hayat, menjaga pikiran dari pertentangan aliran, mempelajari ilmu terpuji dan mendalam,
4. Peserta didik dalam mencari ilmu harus memiliki etika yang baik diantaranya : niat karena Allah, sopan-santun pada guru, berakhlaq yang baik terhadap guru maupun temannya
B. Saran-Saran
1. Sebaiknya sebagai seorang murid, niat belajar karena Allah, belajar dengan sungguh-sungguh dan hormat kepada guru.
2. Sebagai guru, sebaiknya mengajar hanya mengharap ridho Allah dan bersifat ikhlas dan sabar dalam mendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, M. Athiyah al-. 1993. Attarbiyah al-Islamiyah. terjemahan Bustami A. Gani. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
____________________. 1969. Tarbiyah Islamiyah wa Falasafatuha.
Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
Arifin M. 1993. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Asari, Hasan. 2008. Etika Akademis Dalam Islam Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sami wa al-Mutakallim Karya Ibn Jama’ah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Fahmi, Asma Hasan. 1979. Mabadiut Tarbiyatil Islamiyah. terjemahan Ibrahim Husein. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Ghozali, Imam Al-. Ihya’ Ulumuddin. terjemahan Misbah Zainul Mustofa. Yogyakarta: Bintang Pelajar
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Pendekatan Historis. Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers.
Rasyidin, Al-, Samsul Nizar. 2005. Pendekatan Historis. Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Sjalaby, Ahmad. 1973. Tarikhut Tarbiyah Islamiyah. terjemahan Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief. Jakarta: Bulan Bintang.
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani. Rohani dan Kalbu. Memanusiakan Manusia. Bandung: Remadja Rosydakarya.
Uhbiyati, Nur, dkk. 1997. Ilmu Pendidikan Islam I. Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia.
0 comments:
Posting Komentar