DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak zaman Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam datang ke Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem perorangan dan berlangsung secara sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan seperti pada pesantren dan kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada pendidikan madrasah.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan lembaga-lembaga pendidikan karena suatu pendidikan pasti ada lembaga yang membantu. Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan keluarga. Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang Pelaksanaan Pendidikan Islam Dalam Realita di Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam mulai dari lingkungan keluarga, masjid, pesantren sampai madrasah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, dapat dibuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian lembaga pendidikan Islam?
2. Bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di keluarga?
3. Bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di mesjid atau surau ?
4. Bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di pesantren ?
5. Bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di madrasah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian lembaga pendidikan Islam?
2. Mengetahui bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di keluarga?
3. Mengetahui bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di mesjid atau surau?
4. Mengetahui bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di pesantren?
5. Bagaimana realita pelaksanaan Islam pendidikan di madrasah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak. (Ramayulis, 2011: 277)
Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata. (Ramayulis, 2011: 277)
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan dengan orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. (Ramayulis, 2011: 278)
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil, kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.
Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri. (Ramayulis, 2011: 278)
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008) mengemukakan beberapa jenis lembaga pendidikan Islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah.
B. Realita Pelaksanaan Islam Pendidikan di Keluarga
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan, dan pemerdekaan. (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008: 226) Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan islam disyaratkan dalam al-Quran yang Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. al-Tahrim : 6)
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT di muka bumi (QS. Al-Jumu’ah : 10) dan selanjutnya dinafkahkan pada anak istrinya (QS. al-Baqarah: 228, 233). Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam sabda Nabi SAW. dinyatakan: “Dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR. Bukhari-Muslim). (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008: 226)
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga. Namun, kalau melihat kenyataan yang terjadi malah sebaliknya, pendidikan lembaga apalagi pondok pesantren dan madrasah sepertinya disuruh untuk mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang diinginkan oleh keluarga.
Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah: (Anas Salahudin, 2011: 216)
1. Korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
2. Inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreativitas anak;
3. Informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu pengetahuan anak didik semakin luas dan mendalam;
4. Organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan pembelajaran anak yang baik dan benar;
5. Motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam belajar;
6. Inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan anak;
7. Fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak;
8. Pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.
C. Realita Pelaksanaan Islam Pendidikan di Mesjid atau Surau
Secara harfiah mesjid atau surau diartikan sebagai tempat sujud/setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Juga berarti “tempat shalat berjama`ah”. Mesjid atau surau mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islam karena itu Mesjid atau Surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak keperluannya bagi perkembangan masyarakat Islam.
1. Mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pendidikan di Mesjid atau Surau berperan sangat penting dalam pendidikan Islam di Indonesia karena mesjid atau surau ini dianggap lembaga pendidikan Islam tertua sebelum adanya pesantren. Al-Abdi dalam bukunya Almadlehal menyatakan Mesjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan tempat pendidikan di dalam mesjid akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, menghilangkan bid`ah-bid`ah serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam penidikan. Mesjid merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga. Oleh sebab itu implikasi Mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
a. Mendidik untuk taat beribadah kepada Allah SWT.
b. Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak dan kewajiban
c. Memberi rasa ketentuan, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui penididikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimism dan pengadaan penelitian.
Mesjid atau surau merupakan institusi pendidikan Islam pertama yang dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim yang pada dasarnya mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Agar anak mampu melaksanakan tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Sebenarnya pendidikan di Surau dan di Mesjid dapat dibedakan, di mana pendidikan di Surau tahap awal atau dasarnya disebut sebagai pengajian Al-Quran sedangkan di Mesjid tingkat lanjutan disebut pengajian kitab. Dengan demikian di Surau dan di Mesjid pada masa lalu telah diselenggarakan dua macam strata pendidikan , yaitu pendidikan dasar yang disebut pengajian Al-Quran dan yang kedua adalah pendidikan tingkat lanjutan yang disebut buku kitab.
Cara belajar di Mesjid dan Surau itu dengan cara mengelilingi gurunya yang berada di tengah dengan duduk bersila tanpa mempergunakan meja atau bangku. Materi yang diberikan tergantung karena sesuai dengan kemampuan anak-anak. Dengan tahap awal belajar mempelajari huruf hijaiyah setelah itu menghafal dan menuliskan huruf tersebut. Setelah pandai membaca surat pendek baru diperkenankan untuk membaca alquran secara berturut-turut sampai khatam. Bukan dengan mengaji saja tapi ada pula diajarkan tentang cara berwudhu` dan shalat diberikan secara langsung dan dilakukan perorangan dengan waktu yang tertentu (langsung dipraktekkan dalam waktu shalat)
Waktu bulan ramadhan digunakan untuk kegiatan ibadah dan pengajian, misalnya tadarusan dilakukan dengan cara bergantian sampai khatam alquran, ini merupakan kesempatan terbaik bagi anak-anak untuk mengulang dan memperlancar pembacaan alquran.
2. Fungsi Surau dan Mesjid
Mesjid dan surau merupakan wadah atau tempat khusus yang berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya. Secara garis besar berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta kebudayaan, dan tempat penyelenggaraan urusan ummat. Dari waktu kewaktu mengalami perkembangan bentuk dan sifat fungsi mesjid dan surau sangat beragam dan bervariasi. Dalam hal ini fungsi mesjid akan lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas proses belajar mengajar, fasilitas yang dimaksud adalah :
a. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan yang berbagai disiplin keilmuan
b. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat berjama`ah. Langkah-langkah praktis yang ditempuh dalam operasionalisasi adalah memberikan planning terlebih dahulu dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahas
c. Ruang kuliah, baik digunakan untuk remaja mesjid atau madrasah diniyah
D. Realita Pelaksanaan Islam Pendidikan di Pesantren
1. Asal usul pondok pesantren dan perkembangannya
Pesantren yang merupakan bapak dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, dapat dilihat dari perjalanan sejarah, di mana bila dirunut kembali, sesungguhnya pesantren didirikan atas kesadaran kewajiban dakwah islamiyah, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da`i, di mana pesantren adalah tempat belajar para santri. Pembangunan pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga pendidikan lanjut. Namun demikian, harus ada pengakuan masyarakat tentang seorang guru atau kiyai yang mengajar di pesantren tersebut. Guru atau kiyai harus mempunyai ilmu yang tinggi, karena kelangsungan hidup pesantren tergantung pada daya tarik seorang guru atau kiyai yang memimpin, dengan mempunyai ilmu yang tinggi secara otomatis santri-santri dari luar daerah pun akan berdatangan untuk belajar dengannya.
Pada masa colonial Belanda dan jepang banyak terdapat pesantren di Indonesia terutama untuk jawa, lebih kurang 1853 buah pesantren yang ada dan ini sudah termasuk sumatera dan Kalimantan. Dan masih banyak laporan-laporan yang lain dari tahun ke tahun tentang pesatnya perkembangan pesantren di Indonesia.
2. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah: (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008: 235)
a. Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya,
b. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan bendungan, sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah.
a. Metode wetonan (halaqah). Metode yang di dalamnya terdapat seorang kiai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif.
b. Metode serogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenari kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukuk Islam, sistem yurisprudensi islam, Hadis, tafsir Al-Quran, teologi islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Dan literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan istilah “kitab kuning”.
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu: (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008: 237)
a. Mulai akrab dengan metodelogi modern.
b. Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya.
c. Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja
d. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya:
a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah);
b. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab;
c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang islami;
d. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
E. Realita Pelaksanaan Islam Pendidikan di Madrasah
1. Lahir dan berkembangnya madrasah di Indonesia
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu: (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008: 241)
a. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam;
b. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah;
c. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka; dan
d. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan dan pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah tersebut sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah negeri. (Abuddin Nata, 2010: 201)
2. Sistem pendidikan dan pengajaran di madrasah
Perpaduan antara system pesantren dan system modern merupakan system pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses ini berlangsung secara berangsur-angsur, system pengajian kitab dilakukan sekarang diganti dengan bidang-bidang tertentu walaupun masih menggunakan kitab lama, dan kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran .
Dikarenakan pengaruh ide-ide pembaharuan, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke madrasah, buku-buku tentang agama banyak disusun sesuai dengan tingkatan madrasah, bahkan lahirlah madrasah yang mengikuti system sekolah-sekolah modern.
Selain pelajaran agama dan bahasa arab, ada juga diajarkan pengetahuan umum di madrasah di antaranya adalah :
a. Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa Indonesia
b. Berhitung/matematika
c. Ilmu bumi
d. Sejarah Indonesia dan dunia
e. Olah raga dan kesehatan
Bukan ini saja di madrasah juga diajarkan keterampilan sebagai bekal lulusannya ketika terjun ke masyarakat.
BAB III
SIMPULAN
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan dengan orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan.
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT di muka bumi dan selanjutnya dinafkahkan pada anak istrinya. Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga. Namun, kalau melihat kenyataan yang terjadi malah sebaliknya, pendidikan lembaga apalagi pondok pesantren dan madrasah sepertinya disuruh untuk mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang diinginkan oleh keluarga.
Mesjid atau surau mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islam karena itu Mesjid atau Surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak keperluannya bagi perkembangan masyarakat Islam. Cara belajar di Mesjid dan Surau itu dengan cara mengelilingi gurunya yang berada di tengah dengan duduk bersila tanpa mempergunakan meja atau bangku. Materi yang diberikan tergantung karena sesuai dengan kemampuan anak-anak. Dengan tahap awal belajar mempelajari huruf hijaiyah setelah itu menghafal dan menuliskan huruf tersebut. Setelah pandai membaca surat pendek baru diperkenankan untuk membaca alquran secara berturut-turut sampai khatam. Bukan dengan mengaji saja tapi ada pula diajarkan tentang cara berwudhu` dan shalat diberikan secara langsung dan dilakukan perorangan dengan waktu yang tertentu (langsung dipraktekkan dalam waktu shalat). Waktu bulan ramadhan digunakan untuk kegiatan ibadah dan pengajian, misalnya tadarusan dilakukan dengan cara bergantian sampai khatam alquran, ini merupakan kesempatan terbaik bagi anak-anak untuk mengulang dan memperlancar pembacaan alquran.
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan bendungan, sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan. Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis.
Perpaduan antara system pesantren dan system modern merupakan system pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses ini berlangsung secara berangsur-angsur, system pengajian kitab dilakukan sekarang diganti dengan bidang-bidang tertentu walaupun masih menggunakan kitab lama, dan kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran.
Dikarenakan pengaruh ide-ide pembaharuan, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke madrasah, buku-buku tentang agama banyak disusun sesuai dengan tingkatan madrasah, bahkan lahirlah madrasah yang mengikuti system sekolah-sekolah modern. Selain pelajaran agama dan bahasa arab, ada juga diajarkan pengetahuan umum di madrasah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Ar-Rahlawi, 1979, Ushulul Tarbiyah Al Islam wa Asalibuha. Darul Fikri, Beurut.
Hasbullah, 1999, Sejarah Pendidikan di Indonesia, LSIK, Jakarta.
Karel A. Steen Grink, 1986, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, LP3ES, Jakarta.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia.
Salahudin, Anas. 2011. Filsfat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10. Bandung: Rosda.
0 comments:
Posting Komentar