DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di sinilah perlunya konstruksi filosofis yang mampu melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai keberhasilan substantif.
Teori dan praktek pendidikan memiliki spektrum yang sangat luas mencakup seluruh pemikiran dan pengalaman tentang tujuan, proses, serta hasil pendidikan. Pendidikan dapat dipelajari secara empirik berdasarkan pengalaman maupun melalui perenungan dengan melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Praktek pendidikan memerlukan teori pendidikan, karena teori pendidikan akan memberikan manfaat antara lain: (1) Sebagai pedoman untuk mengetahui arah dan tujuan yang akan dicapai; (2) Mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktek pendidikan karena dengan memahami teori dapat dipilih mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan; (3) Sebagai tolok ukur untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan pendidikan.
Teori pendidikan yang berisikan konsep-konsep dapat dipelajari dengan menggunakan berbagai pendekatan, antara lain pendekatan filosofi yang akan melahirkan pemahaman tentang filsafat pendidikan. Pendekatan filosofis terhadap pendidikan merupakan suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah pendidikan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang terbatas pada pengalaman.
Dalam kegiatan pendidikan akan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan mendalam serta tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta sehingga tidak dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut antara lain adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan suatu fakta, namun pembahasannya tidak dapat dikaji hanya dengan menggunakan pendekatan sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam melalui filsafat.
Pembahasan dalam makalah ini menekankan pada topik tentang teori pendidikan berdasarkan aliran filsafat idealisme dan realisme. Kajianya didasarkan pada pemahaman tentang landasan filosofis yang digunakan dalam pengembangan teori pendidikan. Awal pembahasan dimulai dengan pentingnya mempelajari filsafat dalam pengembangan teori pendidikan. Selanjutnya dikemukakan tinjauan umum tentang filsafat dan filsafat pendidikan; serta aliran filsafat idealisme dan realisme dalam pendidikan. Pada bagian akhir tulisan dikemukakan pembahasan mengenai pertentangan serta perpaduan aliran filsafat idealisme dan realisme dalam mewarnai teori dan praktek pendidikan, khususnya Pendidikan Luar Sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan umum tentang filsafat pendidikan?
2. Bagaimana aliran filsafat idealisme dalam pendidikan?
3. Bagaimana Aliran filsafat realisme dalam pendidikan?
4. Bagaimana pendidikan idealisme dan realisme dalam pendidikan luar sekolah (PLS)?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana tinjauan umum tentang filsafat pendidikan
2. Mengetahui bagaimana aliran filsafat idealisme dalam pendidikan
3. Mengetahui bagaimana Aliran filsafat realisme dalam pendidikan
4. Mengetahui bagaimana pendidikan idealisme dan realisme dalam pendidikan luar sekolah (PLS)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Filsafat Pendidikan
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Tegasnya, filsafat adalah karya akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan ilmu atau pendekatan yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang seringkali disebut sebagai raksasa pemikir Barat, filsafat adalah ilmu pokok yang merupakan pangkal dari segala pengetahuan.
Kerana luasnya lapangan filsafat, orang sepakat mempelajari filsafat dengan dua cara, yaitu mempelajari sejarah perkembangannya (metode historis) dan mempelajari isi atau pembahasannya dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis). Dalam metode historis orang mempelajari sejarah perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Dalam metode sistematis orang membahas isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan sejarahnya. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan yang buruk dalam perbuatan manusia. Dalam metode sistematis ini para filsuf dikonfrontasikan tanpa mempersoalkan periodasi masing-masing.
Filsafat itu sangat luas cakupan pembahasannya, yang ditujunya adalah mencari hakihat kebenaran atas segala sesuatu yang meliputi kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), serta mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika. Dengan memperhatikan sejarah serta perkembangannya, filsafat mempunyai beberapa cabang yaitu: (1) Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden dan berada di luar jangkauan pengalaman manusia; (2) Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah; (3) Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk; (4) Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek; (5) Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan; (6) Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya.
Filsafat akan memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, tentang kebenaran. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru serta membangun keyakinan atas dasar kematangan intelektual. Filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi dapat dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Filsafat akan memberikan dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup secara baik, bagaimana hidup secara baik dan bahagia. Dengan kata lain, tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
Pendekatan filosofis untuk menjelaskan suatu masalah dapat diterapkan dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalarn pendidikan. Filsafat tidak hanya melahirkan pengetahuan banu, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964) berpendapat bahwa filsafat merupakan teon umum tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Setiap praktik pendidikan atau pembelajaran tidak terlepas dari sejumlah masalah dalam mencapai tujuannya. Upaya pemecahan masalah tersebut akan memerlukan landasan teoretis-filosofis mengenai apa hakikat pendidikan dan bagaimana proses pendidikan dilaksanakan. Henderson dalam Sadulloh (2004) mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan merupakan suatu sumbangan yang berharga dalam pengembangan pendidikan, baik pada tataran teoretis maupun praktis. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir dengan cabang-cabangnya (metafisika, epistemologi, dan aksiologi) dapat mendasari pemikiran tentang pendidikan.
Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan etika atau teori nilai; (2) persoalan epistemologi atau teori pengetahuan; dan (3) persoalan metafisika atau teoni hakikat realitas. Untuk menentukan tujuan pendidikan, memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan.
Metafisika memberikan sumbangan pemikiran dalam membahas hakikat manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan hakikat anak, yang bermanfaat dalam menentiikan tujuan akhir pendidikan. Mempelajari metafisika perlu sekali untuk mengontrol tujuan pendidikan dan untuk mengetahui bagaimana dunia anak. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, tidak hanya menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari tetapi juga menentukan bagaimana seharusnya siswa belajar dan bagaimana guru mengajar. Pendidikan perlu mengetahui persoalan belajar untuk mengembangkan kurikulum, proses dan metode belajar. Aksiologi akan menentukan nilai-nilai yang baik dan yang buruk yang turut menentukan perbuatan pendidikan. Aksiologi dibutuhkan dalam pendidikan, karena pendidikan harus menentukan nilai-nilai mana yang akan dicapai melalui proses pendidikan. Disadari atau tidak, pendidikan akan berhubungan dengan nilai, dan pendidikan harus menyadari kepentingan nilai-nilai tersebut.
Dalam arti luas filsafat pendidikan mencakup filsafat praktek pendidikan dan filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001). Filsafat praktek pendidikan membahas tentang bagaimana seharusnya pendi-dikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia mencakup filsafat praktek pendidikan dan filsafat sosial pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan adalah analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai bentuk teori pendidikan. Aspek filsafat dalam ilmu pendidikan dapat dilihat berdasarkan empat kategori sebagai berikut: (1) Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan; (2) Epistemologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat objek formal dan material ilmu pendidikan; (3) Metodologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan; (4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.
Kajian terhadap fisafat pendidikan akan memadukan keempat aspek tersebut di atas sebagai landasan dalam menjawab tiga masalah pokok, yaitu sebagai berikut: (1) Apakah sebenarnya pendidikan itu? (2) apakah tujuan pendidikan sebenarnya? dan (3) Dengan cara apa tujuan pendidikan itu dapat dicapai? (Henderson, 1959). Jawaban masalah pokok tersebut tertuang dalam: (1) Tujuan pendidikan: (2) Kurikulum, (3) Metode pendidikan, (4) Peranan peserta didik; dan (5) Peran tenaga pendidik.
Dalam sejarah perkembangan filsafat telah lahir sejumlah aliran filsafat. Dengan adanya aliran-aliran filsafat, maka konsepsi mengenai filsafat pendidikan telah dipengaruhi oleh aliran-aliran tersebut. Dengan memperhatikan obyek filsafat dan masalah pokok pendidikan, selanjutnya akan dibahas aliran filsafat idealisme dan realisme dalam melandasi pengembangan teori pendidikan.
B. Aliran Filsafat Idealisme dalam Pendidikan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah: (1) Metafisika-idealisme; Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan; (2) Humanologi-idealisme; Jiwa dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih; (3) Epistemologi-idealisme; Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat; (4) Aksiologi-idealisme; Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar tehadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial; (2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemam-puan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
C. Aliran Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah: (1) Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan (pluralisme); (2) Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir; (3) Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta; (4) Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial; (2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis; (3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan; (4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik; (5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
D. Pendidikan Idealisme dan Realisme dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Untuk mengefektifkan pencapaian tujuan PLS tersebut maka aliran filsafat pendidikan idealisme dan realisme dapat digunakan sebagai landasar teoretis maupun praktis. Berikut ini akan dikemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme dan realisme dalam penyelenggaraan PLS dalam menetapkan tujuan, kurikulum, metode, serta peran peserta didik dan pendidik.
1. Pendidikan Idealisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan realisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama: tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan masyarakat.
Kedua, kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
Ketiga, metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap metode yang dianggap efektif mendorong belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Keempat, peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan efisien dan efektif.
2. Pendidikan Realisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan idealisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta didik dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta didik diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup bermasyarakat.
Kedua, kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap dan berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode pokok yang dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Keempat, Dalam hubungannnya dengan pengajaran, peranan peserta didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu mengikuti perkembangan Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang baik sangat penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola berdasarkan pada suatu pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebaikan. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, keterampilan teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya diperoleh temuan sebagai berikut:
Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai aktualisasi potensi yang dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang berorientasi pada penggalian potensi dengan memadukan kurikulum pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik.
Kedua, pendidikan menurut aliran filsafat realisme menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang ketat dan sistematis dengan dukungan kurikulum yang komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah arahan oleh tenaga pendidik.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa aliran filsafat idealisme dan realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dapat dipilih atau dipadukan untuk menemukan aliran yang sesuai dalam melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain idealisme ataupun realisme pendidikan dapat diterapkan tergantung konteks dan kontennya.
B. Saran-Saran
Dalam pengembangan teori yang mendasari praktek PLS, aliran filsafat idealisme dan realisme akan memberikan warna tersendiri. Terakait dengan hal tersebut dapat dikemukakan beberapa saran untuk pengembangan teori dan praktek PLS yaitu: (1) Aliran filsafat idealisme dan realisme telah memberi perspektif filosofis tersendiri dalam memandang pendidikan. Pada tahap selanjutnya diperlukan upaya untuk memilih mana yang sesuai atau memadukan konsep, prinsip serta pendek`tan aliran-aliran tersebut pada kerangka konseptual pendidikan; (2) Praktisi pendidikan diharapkan dapat menuangkan landasan filosofis dari setiap aliran filsafat dalam semua keputusan serta proses pendidikan. Sesuai tuntutan profesionalisme, praktisi pendidikan harus memahami landasan filosofis pendidikan yang berpadu dengan ilmu pendidikan untuk mengembangkan teori dan praktek pendiikan; (3) Disamping idealisme dan realisme masih terdapat banyak aliran filsafat lainnya yang melandasi teori pendidikan. Tahap selanjutnya, perlu dikaji aliran-aliran mana yang sesuai dengan konteks PLS.
DAFTAR PUSTAKA
Dewey. J (1964). Democracy in Education. Newyork: The Mc Millan Company.
Henderson, Stella van Petten, 1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press.
Mudyahardjo, R., (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Power, E. J. (1982). Philosophy of Education. NewJersey: Prentice Hall Inc.
Sadulloh, U. (2004). Pengantar Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
0 comments:
Posting Komentar