BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu
mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan
dan kemunduran umat Islam sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang
dilakukan oleh para masyarakat dalam menunjang pradaban hidup mereka karena
itulah para
banyak masyarakat selalu mendapatkan problematika yang
bermacam-macam yang datang secara langsung maupun tidak langsung dari komunitas
yang dijadikan sebagai sasaran dakwah.
Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan
dan penguasaan keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini
masyarakat hanya dapat berpartisipasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar
menjadi pengikut/obyek pembangunan saja, belum menjadi subyek pembangunan
masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan
melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat
telahmencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan
pembangunan.
Masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia sangat
pesat yang dimulai dari masuknya dari daerah Aceh dengan tujuan menyebarkan
agama dakwah dengan menjual rempat-rempah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuk Dan
Berkembangnya Islam Di Indonesia
Disini berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia
antara lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan
berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam
ke Indonesia adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian
politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam. Lagi pula di
Indonesia pada zaman itu sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang banyak
jumlahnya dan berkekuatan besar. Jadi masa tenggang antara kedatangan orang
Islam pertama di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama adalah
sangat lama.
Nah disini timbul pertanyaan dibenak kita. Orang Islam
dimanakah yang pertama dating dan berdakwah Islam di Indonesia, dan pada abad
berapa?
Ada beberapa teori untuk menjawab pertanyaan tersebut,
antara lain sebagai berikut:
1. yang dating
pertama kaili ialah myballig dari Persi (Iran) pada pertengahan abad 12 Masehi.
Alasanya karena kerajaan Islam pertama di Indonesia bernama Pase (Pasai)
berasal dari Persi. Ditambah dengan kenyataan bahwa orang Islam Indonesia
sangat hormat dengan keturunan Sayid atau Habib yaitu keturunan Hasan dan Husen
putra Ali Bin Abi Tholib.
2. Yang dating
pertama kali ialah Muballig dari India barat tanah Gujarat. Alasanya karena ada
persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari Muballig yang oleh Belanda dianggap
sebagai kuburan orang-orang Islam yang pertama di Indonesia.
Adapun hasil seminar yang diselenggarakan di Medan pada
tahun 1936 mengenai masuknya agama Islam di Indonesia menyimpulkan sebagai
berikut:
• Menurut
sumebr bukti yang terbaru, Islam pertama kali dating di Indonesia pada abad ke
VII M/1 H di bawa oleh pedagang dan muballig dari negeri Arab.
• Daerah yang
pertama di masuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu di daerah Baros,
tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaan Islam
yang pertama ialah di Pase.
• Dalam
proses pengislaman selanjutnya orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif
mengambil bagian yang berperan, dan proses itu berjalan secara damai.
• Kedatangan
islam di Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karakter bangsa.
Karakter tersebut dapat di buktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan
bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan karakter tesebut selama dalam
zaman penjajahan barat dalam waktu 350 Tahun.
B. Periode Pada
Zaman Belanda
Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu
peraturan yang mengharuskan para guru agama memiliki izin khusus untuk
mengajar. Banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan
pendidikan agama di Indonesia, misalnya
• Setiap
sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan
belanda
• Harus ada
penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci
• Para guru
harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara
periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Atas dasar perjuangan dari organisasi Islam, melalui
konggres Al-Islam pada tahun 1926 di Bogor, peraturan tentang penyelenggaraan
pendidikan islam yang di buat oleh pihak Belanda pada tahun 1905 dihapuskan dan
diganti dengan peraturan yang baru yang terkenal dengan sebutan Ordonansi Guru.
Menurut peraturan baru ini, izin Bupati tidak lagi diperlukan untuk
menyelenggarakan pendidikan Islam. Guru agama cukup memberitahukan pada pejabat
yang bersangkutan tentang maksud mengajar. Disamping itu, guru juga disuruh
mengisi formulir yang telah disediakan oleh pejabat pemerintahan Belanda yang
isinya berupa persoalan berupa murid dan
kurikulum
Di sekolah-sekolah Umum secara resmi belum diberikan pendidikan
agama. Hanya di fakultas-fakultas hokum telah ada matakuliah Ismologi, yang
dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengetahui hokum-hukum dalam Islam. Sedangkan
dosen-dosen yang memberikan matakuliah Ismologi tersebut pada umumnya bukan
orang Islam dengan menggunakan buku-buku atau literature yang dikarang oleh
para orentalis.
C. Periode Pada
Zaman Jepang
Keadaan agak berubah, karena ada kemajuan dalam pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah-sekolah Umum. Hal ini disebabkan karena mereka
mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah pemeluk agama Islam,
maka untuk menarik simpati dari pemeluk agama Islam maka Jepang menaruh
perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan agama Islam.
Terlebih lagi pada awalnya, pemerintah Jepang menampakan
diri seakan-akan membela kepentingan Islam yang merupakan siasat untuk
kepentingan perang Dunia II. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan
kepentingan agama. Untuk mendekati umat Islam Jepang menempuh beberapa
kebijakan diantaranya pada jaman Jepang dibentuknya KUA, didirikanya Masyumi
dan pembentukan Hisbullah.
Pada masa pendudukan Jepang, ada satu hal istimewa dalam
dunia pendidikan, yaitu sekolah-sekolah telah di selenggarakan dan dinegerikan
meskipun sekolah-sekolah suasta lain seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan
lain-lain diiziankan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan
oleh penduduk Jepang.
Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri
dalam majelis Islam tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah
Jepang, agar di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan agama sejak
sekolah rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut disetujui dengan syarat
tidak diberikan anggaran biaya untuk guru-guru agama.
Mulai saat itu maka pendidikan agama secara resmi boleh
diberikan di sekolah-kolah pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau
Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan agama
di sekolah-sekolah pemerintah, yang ada hanya pendidikan budi pekerti yang
didasarkan atau bersumber pada agama juga.
D. Pendidikan Islam
Pada Masa Orde Baru
Kalau dirujuk kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi
perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial
agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang di embank yaitu kembali pada
UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekwen sehingga pendidikan
agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Pada masa Orde Baru pendidikan Islam dikembangkan masih
dalam batas pemahaman dan pengembangan pengetahuan saja, baru setelah masuk
pada abad 21 maka pendidikan Islam lebih difokuskan pada penerapan atau
aktualisasi dari ilmu pengetahuan dan selalu didasrkan oleh keimanan dan
ketakwaan. Hal ini sesuai dengan beberapa strategi yang diterapkan di
sekolah-sekolah guna peningkatan kualitas peserta didiknya baik dari aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai landasan menuju pembaharuan
masyarakat islam yang maju.
Pada masa itu juga banyak jalan-jalan yang ditempuh untuk
menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan Umum. Hal ini bias dilihat
dari surat keputusan bersama (SKB) 2 mentri tentang sekolah Umum dan Agama.
Dengan adanya SKB tersebut, maka anak-anak yang sekolah agama bias melanjutkan
kesekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bias
dilakukan dengan cara pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun
dualisme itu masalah klasik yang tidak mudah untuk dihapus.
Tehknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-kolah umum
mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan perkembangan cabang
ilmu pengetahuan dan perubahan system proses belajar mengajar. Pendidikan Islam
dengan pendidikan nasional semakin Nampak dalam rumusan pendidikan nasional
yaitu pendidikan nasional ialah usaha sadar untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai
budaya, pengetahuan, keterampilan, daya estetik, dan jasmaniany sehingga dia
dapat mengembangkan dirinya dan bersama-sama dengan sesame manusia membangun
masyarakatnya serta membudidayakan alam sekitar.
E. Tokoh-tokoh
Pendidikan Islam Di Indonesia
Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia antara
lain:
1) Kyai Haji Ahmad
Dahlan (1869-1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M
dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai
Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah
putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah beliau menamatkan pendidikan
dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta
beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama
satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau
mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana selama dua tahun
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan
tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada
kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation
lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. Beliau ada
keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah sampai ke
Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak
dikunjungi.
Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah
tegas, beliau hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita
agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan beliau ialah
bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun semangat
bangsa. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M Tanggal 23
Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang
cukup besar dan di segani karena ketegaranya.
2) K.H Hasim
Asy’ari (1971-1947)
K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun
1981 M di Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya
sendiri K.H Asy’ari kemudian beliau belajar di pondok pesantren di Purbolinggo,
kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan lain-lain.
Sewaktu beliau
belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang
mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang
harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnyabeliau
dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak
lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah
haji dan bermukim selama setahun, sedang istrinya meninggal di sana.
Pada kunjunganya yang kedua ke Makkah beliau bermukim selama
delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari
Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring di Jombang (pada tanggal 26
Rabiul’awal tahun 1899 M)
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu
di pesantren Tebuireng ialah keikutsertaanya mendirikan organisasi Nahdatul
Ulama, bahkan beliau sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di
Indonesia.
Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah
dan belas kasihan orang. Tetapi beliu mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu
beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh
beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan jabatan, baik
di zaman Belanda atau di zaman Jepang kerap kali beliau deberi pangkat dan
jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuiring yang bertebarang di seluruh
Indonesia, menjadi Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka
yang memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti
mentri agama dan lain-lain (K.H A. Wahid Hasyim, dan K.H Ilyas).
K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M
dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren
Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang telah
mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun
dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.
3) K.H Abdul Halim
(1887-1962)
K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun
1887. beliau adlah pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat
yang kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911.
yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April
1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya
adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan famili-familinya tetap
mempunyai hubungan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan
pemerintah.
K.H Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa
kanak-kanak dengan belajra diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai
pada umur 22 Tahun. Ketika beliau pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk
melanjutkan pelajaranya.
Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan
pemikiranya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau
tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak
sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakan
etika di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik tentang pemikiran ataupun
pendapat orang lain.
Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah
di Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh
berpegang pada majhab Safi’i.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian pembahasan di bab II di atas maka penulis
dapat menyimpulan bahwa perkembangan Islam di Indonesia sangat pesat yang
seperti berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara lain:
Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya
kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia
adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka
tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam.
Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu
peraturan yang mengharuskan para guru agama memiliki izin khusus untuk
mengajar. Banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan
pendidikan agama di Indonesia, misalnya
• Setiap
sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan
belanda
• Harus ada
penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci
Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu
dan mengirimkanya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, Sejarah Pendidikan,
Bandung : Ilmu, 1969
Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam,
Jakarta : Golden Press, 1992
Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam,
Jakarat : Alfa Grafitama, 1998
Moelim, Abdurrahman,
Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997
Mahmud Yunus, Prof Dr. H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta
: Mutiara Sumber Widya
Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi
Aksara, 2000
0 comments:
Posting Komentar